Pendahuluan
Di era digital saat ini, komunikasi hingga informasi dapat kita dapatkan secara cepat. Dalam hitungan detik informasi dapat tersebar di seluruh dunia. Banyak orang yang memanfaatkan informasi dengan bijak.
Kebanyakan orang menggunakan informasi tersebut untuk menunjang keefektifan kehidupan sehari hari pengguna internet. Namun ternyata ada oknum yang menggunakan teknologi digital ini dengan melancong dari pikiran normal manusia.
Beberapa oknum ini menggunakan internet sebagai media komunikasi dan membuat informasi kepada pengguna internet untuk memudahkan mereka dalam pertukaran informasi berbentuk foto maupun video pornografi.
Bentuk kekerasan seksual ini banyak terjadi melalui media sosial. Contohnya melalui unggahan foto atau video di suatu postingan, komentar dalam foto atau video di suatu postingan, hingga penyebaran konten intim tanpa izin.
Banyak dari korban merasa terguncang atas kejadian yang tidak mengenakan itu. Korban juga merasa sangat dirugikan karena jejak digital di internet saat ini sangat susah untuk di hapus bahkan tidak bisa di hapus. Karena ini lah korban sangat dirugikan, bukan hanya ‘bentuk tubuh’ yang menjadi objek namun masa depan si korban juga hancur.
Â
Pembahasan
Laporan KBGO yang masuk sepanjang 2017 diklasifikasikan Komnas Perempuan dalam 8 kategori:
- Pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming),
- Pelecehan online (cyber harassment),
- Peretasan (hacking),
- Konten ilegal (illegal content),
- Pelanggaran privasi (infringement of privacy),
- Ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution),
- Pencemaran nama baik (online defamation), dan
- Rekrutmen online (online recruitment).
Namun yang marak terjadi di generasi z adalah pendekatan untuk memperdaya, Pelecehan online, dan ancaman distribusi. Pendekatan untuk memperdaya dapat dirasakan jika seorang pasangan pria yang menghasut pasangannya untuk bersetubuh dengannya dengan iming iming nikah atau yang lain, dengan merekam ‘aktivitas’ bersetubuh tersebut.
Hasil video ‘aktivitas’ tersebut sebagai ancaman bagi pasangan perempuan (korban) guna menakut-nakuti si korban guna memperdaya ‘aktivitasnya’ lagi.
Baca juga: Peran Psikolog Forensik dalam Kasus Pelecehan Seksual
Contoh kasus yang pernah terjadi beberapa tempo yang lalu adalah bernadya, penyanyi yang sedang naik daun di penghujung tahun 2024 ini, mempunyai pengalaman yang menyeramkan di komentar akun sosmednya.
Dalam komentar buruk postingan Bernadya yang mengobjektifkan terhadap tubuh perempuan. Hingga Bernadya menutup komentar karena menghindari komentar yang sangat tidak manusiawi tersebut. Beberapa komentar dari postingan Bernadya juga tidak relevan dengan isi video yang di unggah.
Pelecehan ini bukan hanya terjadi yang diunggah oleh Bernadya tetapi juga akun-akun lain yang me-repost video tersebut. Hal ini menunjukkan sulitnya bagi korban pelecehan seksual di dunia maya untuk menghapus jejak digital mereka.
Bernadya memberikan respon dengan memberikan pernyataan bahwa komentar komentar tersebut sangat menyakiti hati kecilnya.
Padahal bisa kita lihat bahwa terdapat termasuk komentar yang dianggap melecehkan di media sosial, dapat dijerat dengan beberapa pasal, terutama dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Â
Tidak hanya menghapus jejak digital saja yang menjadi kesulitan bagi korban pelecehan seksual namun Dari kasus kecil seperti ini bisa memberi dampak besar bagi si korban tentang kesehatan mental mereka yang sangat menjadi pukulan bagi mereka yang menjadi korban pelecehan digital.
Tidak hanya satu minggu dua minggu untuk melupakan pikiran korban yang terbelenggu namun juga perlu di perhatikan bahwa masa depan si korban juga akan di renggut oleh kejadian pelecehan seksual digital ini.
Apalagi standar para oknum laki-laki jaman sekarang yang mempunyai standar jika memang ‘pernah’ mengalami kejadian pelecehan seksual mereka tidak segan untuk tidak melanjutkan hubungan tersebut. Selain itu perempuan yang mengalami pelecehan seksual digital juga akan melalui kejadian yang tidak mengenakan di dunia kerja karena dunia kerja juga akan menyeleksi pegawai/karyawan dalam jejak digital mereka.
Â
Penutup
Dalam menghadapi tantangan pelecehan seksual digital, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang privasi online. Korban perlu dukungan dan perlindungan untuk memulihkan diri.
Mari kita ciptakan lingkungan online yang lebih aman dan nyaman bagi semua, serta memberikan ruang yang aman bagi korban untuk berbicara dan mendapatkan keadilan.
Baca juga: Dampak Pelecehan Seksual oleh Orang Terdekat: Dampak Psikologis pada Anak Perempuan
Dengan melakukan kerja sama dan kesadaran bersama, kita dapat mengurangi dampak negatif dari pelecehan seksual digital dan membangun masyarakat yang lebih peduli dan melindungi. Kita harus bersatu untuk mencegah pelecehan seksual digital dan memberikan dukungan kepada korban, sehingga mereka dapat merasa aman dan terlindungi dalam menggunakan teknologi digital.
Penulis: Nova Amelia Kartika Putri
Mahasiswa S1 Hukum, Universitas Tidar
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News