Peran Guru dan Kepala Sekolah pada Kasus Bullying di Sekolah

Kasus Bullying di Sekolah
Ilustrasi: istockphoto, karya Tetiana Lazunova.

Bullying di kawasan sekolah merupakan persoalan yang amat substansial dan membutuhkan atensi dan sikap yang segera. Bullying bisa berlangsung dalam beragam cara, seperti verbal, fisik, dan psikologis, serta bisa dilakukan oleh guru, karyawan, maupun siswa.

Maka dari itu, penting akan adanya kesadaran serta peran aktif dari seluruh pihak di sekolah maupun lingkungan rumah dalam menghalau dan mengatasi bullying.

Dalam menghalau tindak bully di lingkungan sekolah, peran guru menjadi sangat penting dimana mereka harus bisa memupuk nilai kebersamaan antar para siswa sehingga mereka memiliki jiwa sosial yang aktif dan berprestasi dan menjadikan mereka untuk memiliki kemampuan sosial yang baik.

Bacaan Lainnya
DONASI

Guru harus bisa menunjukkan perilaku positif seperti memiliki rasa kasih sayang dan kekeluargaan terhadap sesama, memiliki simpati dan empati, serta menghindari kekerasan terhadap sesama. Hal ini tentu akan menjadi contoh yang baik bagi siswa dan membantu mereka untuk berpikir bagaimana cara bersosialisasi dengan baik.

Komunikasi antara para guru, siswa, dan orangtua yang efektif sangat diperlukan guna mencegah bullying. Contohnya seperti memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengungkapkan permasalahan serta pendapat mereka untuk nantinya akan diberikan bantuan yang diperlukan.

Dalam hal ini, orangtua dan guru harus saling komunikasi dan bekeja sama untuk memberikan bantuan bagi para siswa sehingga dapat mencegah terjadinya bullying. Selain komunikasi, pihak sekolah dan orangtua juga bisa membuat sebuah kebijakan mengenai anti-bullying yang dapat diterapkan secara efektif di sekolah.

Selain kerjasama di dalam lingkup sekolah, peran masyarakat dalam mencegah bullying juga sangat diperlukan. Masyarakat dan lingkungan sekolah serta orangtua harus bisa bekerja sama untuk menumbuhkan perilaku peduli terhadap sesama serta menumbuhkan budaya anti terhadap kekerasan dan memberikan bantuan kepada korban bullying.

Salah satu contoh kasusnya ialah kasus bullying di Sukabumi, Jawa Barat, yang menimpa seorang siswa kelas 3 SD hingga mengalami patah tulang di lengan kanan setelah didorong dan dijegal oleh teman sekelasnya. Korban mengalami intimidasi dari guru dan kepala sekolah untuk tidak menceritakan kejadian yang asli.

Baca Juga: Revitalisasi Nilai Salam dan Bahagia dalam Ajaran Ketamansiswaan untuk Menanggulangi Bullying di Sekolah

Dalam kasus ini, korban dirawat di rumah sakit selama 1 bulan dan saat kembali masuk ke sekolah, intimidasi dari para guru masih terus berlanjut.

Pengadilan Negeri Sukabumi telah menetapkan dua anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dikembalikan kepada orangtuanya untuk dididik, dirawat, dan dibimbing serta mendapatkan pembimbingan dan pengawasan dari Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas Satu Bandung selama tiga bulan.

Dalam kasus ini, guru dan kepala sekolah mengintimidasi korban untuk tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi, sehingga kronologi yang diceritakan oleh guru dan kepala sekolah berbeda dengan versi yang diceritakan oleh korban.

Hal ini menunjukkan bahwa guru dan kepala sekolah tidak jujur dan tidak peduli terhadap korban dan kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Selain itu, intimidasi terus berlanjut ketika korban telah sembuh dan kembali masuk sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa intimidasi terus-menerus dan tidak berhenti, sehingga korban tidak dapat hidup dengan tenang.

Korban yang dirawat sekitar satu bulan di rumah sakit di Kota Sukabumi menunjukkan bahwa korban mengalami luka yang serius dan memerlukan perawatan medis. Ia juga mengalami trauma karena diperundung dan diintimidasi oleh teman sekelas dan gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa korban telah mengalami pengalaman yang sangat traumatis dan memerlukan bantuan psikologis.

Baca Juga: Safe House: Atasi Kasus Bullying di Sekolah Tanpa Ditutupi

Tindakan yang diambil oleh Pengadilan Negeri Sukabumi di mana menetapkan dua anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dikembalikan kepada orangtuanya untuk dididik, dirawat, dan dibimbing serta mendapatkan pembimbingan dan pengawasan dari Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas Satu Bandung selama tiga bulan menunjukkan bahwa pengadilan telah mengakui bahwa kasus ini adalah kasus bullying yang serius dan memerlukan tindakan hukum.

Berdasarkan kasus di atas telah menunjukkan bahwa pihak sekolah tidak dapat menjadi pihak penengah yang mampu mengatasi perundungan. Justru, para guru malah menambah trauma korban bully dengan cara mengintimidasinya untuk tidak bercerita sesuai dengan kronologi asli.

Hal ini jelas tidak sesuai dengan peran guru yang seharusnya bisa mengayomi dan membantu serta memberikan solusi apabila siswanya mengalami masalah.

Pemberian sanksi hukum kepada pihak sekolah adalah tindakan yang tepat agar sekolah tidak lagi menutupi kasus bully dan menjadi pelajaran agar para guru, siswa, dan orangtua dapat menjadi lebih perhatian serta memiliki simpati-empati terhadap kekerasan di sekolah.

Penulis: Agriani Guningsih
Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Pamulang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.