Siapa pun sekarang dapat berkomunikasi dengan orang lain di seluruh dunia, berbagi informasi, dan menyuarakan pendapat mereka berkat platform media sosial seperti TikTok. Namun, ujaran kebencian yang dapat memperburuk perpecahan dan mengganggu kohesi sosial sering disebarluaskan melalui penyalahgunaan hak atas kebebasan berbicara ini.
Ujaran kebencian ini sering kali berbentuk komentar, film, atau file yang mencakup provokasi, pelecehan, atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Di TikTok, di mana konten viral dapat menyebar dengan cepat dan sering tanpa pemantauan atau penyaringan yang tepat, masalah ini menjadi semakin terlihat.
Penggunaan TikTok di kalangan generasi muda telah menjadi fenomena yang signifikan, mengubah cara mereka berinteraksi, berkreasi, dan mengonsumsi konten. Dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif di seluruh dunia, TikTok telah berhasil menarik perhatian generasi muda, terutama di Indonesia, di mana aplikasi ini sangat populer. Meskipun TikTok menawarkan berbagai manfaat, ada juga sejumlah dampak negatif seperti yang perlu diperhatikan.
TikTok memberikan beberapa manfaat yang dapat memengaruhi penggunanya secara positif seperti menyediakan platform bagi pengguna untuk mengekspresikan diri melalui video pendek yang kreatif. Banyak remaja menggunakan aplikasi ini untuk menunjukkan bakat mereka dalam menari, bernyanyi, atau membuat konten lucu dan informatif.
Tantangan dan tren yang ada juga mendorong pengguna untuk berinovasi dan berpikir kreatif. Namun, tidak jarang juga terjadi pelanggaran-pelanggaran norma-norma, TikTok juga menjadi tempat bagi perilaku negatif seperti cyberbullying dan penyebaran konten tidak pantas. Meskipun ada fitur pelaporan, banyak pengguna masih mengalami pelecehan online atau terpapar konten yang merugikan.
Baca Juga: Sosial Media Sebagai Perantara Perselingkuhan
Memahami peran media sosial dalam penyebaran ujaran kebencian sangat penting karena dampaknya yang luas terhadap masyarakat, terutama dalam konteks komunikasi, interaksi sosial, dan pembentukan opini publik. Media sosial memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan luas.
Namun, kecepatan ini juga berarti bahwa informasi yang salah atau berbahaya, termasuk ujaran kebencian, dapat menyebar dengan cara yang sama cepatnya. Hal ini menciptakan tantangan dalam membedakan antara informasi yang valid dan yang tidak, yang dapat memicu konflik sosial dan ketegangan antar kelompok.
Ujaran kebencian di media sosial dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kelompok tertentu, memperkuat stereotip negatif, dan menimbulkan diskriminasi.
Ketika ujaran kebencian dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, hal ini dapat menyebabkan polarisasi di dalam masyarakat, di mana kelompok-kelompok berbeda semakin terpisah dan saling curiga satu sama lain. Ini bisa mengarah pada tindakan kekerasan atau konflik yang lebih besar.
Menurut pendapat mahasiswa Universitas Andalas yang berpartisipasi dalam survei ini, sejumlah besar dari mereka mengakui bahwa TikTok berfungsi sebagai platform untuk penyebaran ujaran kebencian selain memberikan kesenangan dan informasi.
Beberapa siswa menunjukkan bahwa komentar bermusuhan tentang masalah politik, agama, atau rasial sering muncul di platform ini. Selain itu, mereka menekankan bagaimana algoritme khusus TikTok dapat memperburuk masalah ini dengan menampilkan lebih banyak konten yang selaras dengan minat dan sudut pandang pengguna, termasuk ujaran kebencian.
Mahasiswa di Universitas Andalas memiliki pendapat yang berbeda tentang bagaimana media sosial, terutama TikTok, berkontribusi pada penyebaran ujaran kebencian. Beberapa Mahasiswa berpendapat bahwa tujuan platform media sosial seperti TikTok adalah untuk mempromosikan perdamaian dan konten yang menyenangkan.
Mereka merekomendasikan agar platform ini memperketat algoritma untuk mendeteksi ujaran kebencian, lebih kuat dalam menghilangkan informasi yang mengandung ujaran kebencian, dan menggarisbawahi pentingnya etika dalam komunikasi online.
Mereka yang terlibat dalam survey ini berpendapat bahwa peran Mahasiswa dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian di media sosial, khususnya TikTok bisa dengan aktif melaporkan konten yang mengandung ujaran kebencian, mengedukasi teman-teman untuk tidakmenyebarkan konten negatif, dan berpartisipasi dalam kampanye anti-kebencian di media sosial.
Baca Juga: Teralu Bebas Menggunakan Sosial Media, Etika Netizen Memudar
Nilai-nilai yang terkandung dalam dasar negara Indonesia menjadi landasan penting dalam menilai penyebaran ujaran kebencian di media sosial. ketika meneliti isu ini dari sudut pandang Pancasila. Sebagai fondasi negara, Pancasila memprioritaskan keadilan sosial, persatuan, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Di antara perintah-perintah yang relevan dalam situasi ini adalah yang kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” Menurut sila ini, semua warga negara menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat serta menahan diri untuk tidak mendiskriminasi orang lain.
Melihat dari perspektif Pancasila penyebaran ujaran kebencian di TikTok dan platform media sosial lainnya bertentangan dengan norma manusia yang adil dan beradab.
Ujaran kebencian memiliki kekuatan untuk menghilangkan keharmonisan sosial, mengganggu interaksi warga, dan memicu perselisihan yang tidak diinginkan. Akibatnya, sangat penting bagi semua pengguna media sosial untuk saling menghormati dan menahan diri untuk tidak menyebarkan apa pun yang memicu kekerasan atau kebencian.
Menurut hasil penelitian terhadap beberapa mahasiswa di Universitas Andalas, dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat sadar akan pengaruh signifikan media sosial terhadap aktivitas sehari-hari, terutama penyebaran ujaran kebencian. Salah satu situs media sosial ternama, TikTok, memiliki kapasitas untuk menyebarkan ujaran kebencian yang dapat merenggangkan hubungan antara orang dan komunitas.
Oleh karena itu, untuk membangun lanskap digital yang lebih menyenangkan dan damai, pemerintah, pengelola platform, dan pengguna media sosial sendiri harus bekerja sama. Sudut pandang Pancasila yang menaruh tinggi kemanusiaan, keadilan, dan persatuan, dapat menjadi landasan untuk memerangi isu ujaran kebencian.
Penulis: Alisya Rajali Putri Sariti, dkk.
Mahasiswa Jurusan Hukum, Universitas Andalas
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News