Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Hukum
Ilustrasi: istockphoto

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi antar individu lainnya. Menjalin hubungan dengan individu lainnya merupakan sifat naluriah yang sudah tertanam dalam diri setiap individu.

Dengan berinteraksi dan menjalin hubungan, manusia dapat dengan mudah memenuhi setiap kebutuhan hidupnya.

Menurut Murdiyatmo dan Handayani, interaksi sosial sebagai hubungan yang dibangun seseorang dengan orang lain, dan dalam proses tersebut terbangun struktur sosial. Struktur sosial ini juga mempengaruhi hubungan antar individu dan kelompok.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Lembaga Pemasyarakatan sebagai Fasilitator dalam Integrasi Narapidana dan Masyarakat

Interaksi sosial bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan sosial yang bersifat timbal balik dalam kehidupan sehari-hari terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi.

Secara umum, jenis interaksi sosial dibedakan menjadi dua, interaksi sosial asosiatif yaitu sebagai bentuk proses sosial yang mengarah kepada kerja sama antarpihak, contohnya kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Sedangkan interaksi sosial disosiatif mengarah pada pertentangan antara pihak yang terlibat contohnya kompetisi, kontravensi, dan konflik.

Agar terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan menghindari konflik, terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan salah satunya adalah menghormati Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang telah melekat pada setiap individu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dijunjung tinggi, dhormati, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang. Di Indonesia Hak Asasi Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Baca Juga: Dampak Overcrowded pada Pemenuhan Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kepolisian menangkap laki-laki berinisial EP (29) yang menganiaya dan mengolesi muka korban IM (23) memakai kotoran di kawasan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Pelaku dan korban merupakan sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan selama enam bulan.

Pelaku yang berprofesi sebagai seniman tato melakukan aksinya pada Minggu (18/06/2023), pukul 07.00 WIB. Kejadian berawal ketika pelaku merasa curiga dengan korban yang diduga selingkuh lalu mendatangi kosannya di Kawasan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

Tak disangka pelaku mendapati ada pria lain di dalam kamar kos dan langsung melarikan diri begitu kamar dibuka.

Lalu pelaku melakukan penganiayaan yang menyebabkan area wajah dan pergelangan tangan lebam serta melumuri wajah korban dengan kotoran pelaku lantaran emosi karena pelaku membayar biaya kos bulanan dan mengantar-jemput korban bekerja.

Dalam kasus tersebut, tindakan yang dilakukan pelaku terhadap korban merupakan tindakan penganiayaan yang termasuk ke dalam interaksi sosial yang menimbulkan konflik antara individu dengan individu.

Penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang terhadap seseorang secara sengaja yang menyebabkan sakit atau luka pada tubuh orang lain ataupun dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain.

Penganiayaan dimuat dalam BAB XX II, Pasal 351 s/d Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana penganiayaan dibagi menjadi 4 yaitu: Penganiayaan Biasa, Penganiayaan Ringan, Penganiayaan berencana, dan Penganiayaan Berat.

Penganiayaan Biasa diatur dalam Pasal 351 (1) KUHP yang berbunyi “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta”.

Penganiayaan Ringan diatur dalam Pasal 352 (1) KUHP yang berbunyi “Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta”.

Penganiayaan Berencana diatur dalam Pasal 353 (1) KUHP yang berbunyi “Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.

Baca Juga: Program Pembebasan Bersyarat dan Asimilasi Narapidana Pemasyarakatan: Membangun Jembatan Menuju Kesempatan Baru

Penganiayaan Berat diatur dalam Pasal 354 (1) dan Pasal 355 (1) KUHP yang berbunyi:

Pasal 354 (1) KUHP “Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun”.

Pasal 355 (1) KUHP “Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”.

Dalam kasus yang tersebut di atas, korban yang mendapat luka lebam di beberapa bagian tubuh, dalam hal ini perbuatan pelaku disamakan sengaja merusak kesehatan korban dan dapat dikategorikan perbuatan penganiayaan tersebut adalah penganiyaan terencana.

Pelaku dapat dijerat dengan pasal 351 KUHP dan Pasal 355 (1) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua belas tahun.

Penulis: Tofan Lazuardi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI