Politik Identitas dan Dampaknya terhadap Demokrasi di Asia Tenggara, Terkhusus Indonesia

Politik
Ilustrasi: istockphoto.

Politik identitas telah menjadi fenomena yang semakin menonjol di banyak negara, termasuk di Asia Tenggara. Di Indonesia, politik identitas memainkan peran yang signifikan dalam dinamika politik dan sosial.

Meskipun pada satu sisi bisa memperkuat rasa kebersamaan dalam kelompok tertentu, politik identitas juga membawa dampak negatif yang berpotensi merusak tatanan demokrasi yang inklusif dan pluralis.

Politik identitas merujuk pada upaya untuk memobilisasi dukungan politik berdasarkan identitas sosial tertentu, seperti agama, etnisitas, atau budaya. Di Indonesia, yang merupakan negara dengan keberagaman etnis, agama, dan budaya yang sangat kaya, politik identitas sering kali digunakan sebagai strategi untuk meraih dukungan massa.

Bacaan Lainnya
DONASI

Politik identitas sendiri dapat berpengaruh positif dan negatif. dampak positif yang dapat dihasilkan antara lain politik identitas dapat membantu kelompok-kelompok minoritas mendapatkan pengakuan dan representasi yang lebih baik dalam sistem politik.

Dengan demikian, isu-isu yang spesifik pada kelompok tersebut dapat diangkat dan dibahas secara lebih serius oleh pemerintah dan pembuat kebijakan.

Ketika identitas tertentu menjadi basis mobilisasi politik, partisipasi warga dari kelompok tersebut dalam proses politik bisa meningkat. Mereka merasa lebih terwakili dan lebih termotivasi untuk terlibat dalam pemilihan umum dan aktivitas politik lainnya.

Namun, politik identitas juga dapat memberikan dampak negatif yakni politik identitas sering kali memperdalam perpecahan sosial dengan membentuk garis pemisah yang tajam antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Di Indonesia, kita telah menyaksikan bagaimana kampanye politik berbasis identitas dapat memecah belah masyarakat, menciptakan ketegangan antara kelompok agama atau etnis yang berbeda.

Baca Juga: Politik Identitas: Apakah Berbahaya?

Ketika politik identitas digunakan untuk meraih kekuasaan, ada risiko bahwa kelompok mayoritas atau dominan akan mengabaikan atau mendiskriminasi kelompok minoritas. Ini dapat menyebabkan eksklusi sosial dan ekonomi bagi kelompok-kelompok yang tidak termasuk dalam identitas dominan yang diusung oleh elit politik.

Indonesia, dengan semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika‘ (Berbeda-beda tetapi tetap satu), menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara identitas dan kesatuan nasional. Contoh nyata adalah Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017, di mana isu-isu identitas agama sangat dominan dan memicu polarisasi yang tajam di antara pendukung calon-calon yang berbeda.

Penggunaan politik identitas dalam pemilihan ini tidak hanya membelah masyarakat Jakarta, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas terhadap politik nasional. Kampanye berbasis identitas sering kali menggunakan narasi yang menguatkan stereotip negatif tentang kelompok lain, yang pada gilirannya memicu ketegangan dan konflik.

Untuk mengurangi dampak negatif politik identitas, beberapa langkah penting perlu diambil adalah dengan cara Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang keragaman melalui pendidikan multikultural dapat membantu masyarakat menghargai perbedaan dan melihat identitas sebagai kekuatan, bukan kelemahan.

Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi dan kebijakan bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Penegakan hukum yang adil dan perlindungan terhadap hak-hak minoritas sangat penting dalam konteks ini. Mendorong dialog dan kerjasama antar-kelompok yang berbeda dapat membantu membangun saling pengertian dan memperkuat kohesi sosial.

Baca Juga: Menyikapi Politik Identitas dalam Keharmonisan Masyarakat Multikultural

Inisiatif masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah dapat memainkan peran kunci dalam memfasilitasi dialog semacam ini. Pemimpin politik harus mengambil sikap tegas terhadap penggunaan politik identitas yang memecah belah. Mereka harus menjadi contoh dalam mempromosikan nilai-nilai inklusivitas dan toleransi.

Politik identitas adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia dapat memberikan representasi yang lebih baik untuk kelompok tertentu, tetapi di sisi lain, ia dapat mengancam integrasi sosial dan stabilitas demokrasi.

Di Indonesia, tantangan ini harus dihadapi dengan bijak untuk memastikan bahwa keragaman tetap menjadi kekuatan yang memperkaya demokrasi, bukan yang merusaknya.

Penulis: Irfani Sudja’i Sahasika
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI