Kasus Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas

Deskriminasi
Gambar Deskriminasi terhadap Kelompok Minoritas (Sumber: Gambar dari Penulis)

Kita tentu bangga bahwa sistem demokrasi di Indonesia memberi banyak suntikan positif bagi kehidupan bersama.

Setiap warga negara memiliki hak untuk mengekspresikan diri di ruang publik, bebas berpendapat, ada pelonggaran kebebasan pers, dan adanya undang-undang tentang hak asasi manusia.

Pada aras ini Indonesia dapat dilihat sebagai rumah bersama yang mendamaikan. Untuk seterusnya, demokrasi mesti tetap menjadi corong bagi kehidupan politik untuk memperkokoh keindonesiaan dan siap menghadapi percaturan politik global yang lebih luas.

Bacaan Lainnya
DONASI

Namun, tak dapat disangkal bahwa terdapat potret buram yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia hingga hari ini.

Selain kasus korupsi yang merajalela, penegakan hukum yang amburadul dan perekonomian yang terseok-seok, persoalan krusial lain yang juga berbahaya yang masih santer terjadi ialah diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

Kelompok minoritas di Indonesia, sebagaimana yang telah diuraikan penulis dalam karya ini, yang sering mengalami tindakan diskriminatif adalah kelompok ras tertentu, etnis, agama, penyandang disabilitas dan LGBT.

Ada kelompok tertentu di Indonesia yang merasa diri paling dominan dan berpengaruh, yang memanfaatkan ruang kebebasan demokrasi untuk memproduksi kekerasan demi kekerasan.

Di negara yang bernafaskan demokrasi, kaum minoritas justru tidak mendapat tempat untuk mengekspresikan diri. Hemat penulis, kondisi ini akan menghancurkan demokrasi di Indonesia dari dalam.

Kewarganegaraan demokratis tidak terjadi apabila masih ada warga negara yang didiskriminasi atau hak-haknya tidak diperhatikan.

Demokrasi kita akan menjadi terpuruk apabila kita tidak menghargai hakhak kaum minoritas yang juga memiliki harkat dan martabat yang sama sebagai manusia.

Kini dan di sini, amat mendesak bagi kita untuk membangun demokrasi yang lebih bermartabat dengan menghargai kaum minoritas dengan memberi mereka ruang yang sama untuk mewujudkan diri.

Di sini, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai kampanye strategis jangka panjang untuk mendidik warga negara yang tahu menghargai perbedaan, menjaga faktum pluralitas dan membendung tendensi diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

Dalam karya ini, penulis mengadopsi konsep pendidikan kewarganegaraan menurut Will Kymlicka yang memuat dua hal penting, sivilitas dan kebernalaran publik.

Baca juga: Kebebasan Berbicara di Ruang Cyber dalam Perspektif Perlindungan Hak Asasi Manusia

Oleh karena itu, untuk mendidik generasi masa depan Indonesia yang anti diskriminasi, maka sekolah-sekolah, LSM, media massa dan berbagai forum prodemokrasi lainnya harus mampu mengembangkan dan mempraktikkan sivilitas dan kebernalaran publik.

Akhirnya, demokrasi Indonesia dalam seluruh prosesnya harus bisa mengakomodasi hak-hak kaum minoritas. Sebab, penerimaan dan penghargaan terhadap kelompok minoritas adalah jembatan emas menuju demokrasi yang lebih bermartabat.

Kemajuan politik demokrasi Indonesia juga ditentukan oleh warga negara yang paling lemah, kelompok minoritas. Demokrasi yang dijalankan di Indonesia memberi banyak peran positif bagi kehidupan politik, seperti adanya kebebasan untuk berekspresi, berserikat, berpendapat, memilih dan mengamalkan nilai agama, dan memberi ruang bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama.

Namun, di sisi lain, masih terdapat aneka tindakan diskriminatif terhadap hak-hak kaum minoritas, seperti kelompok ras, etnis, agama, penyandang disabilitas dan LGBT.

Akibatnya, kelompok minoritas hidup dalam ancaman, teror dan ketakutan. Demokrasi yang bermartabat haruslah menghargai kaum minoritas dan memberi mereka ruang yang sama untuk mewujudkan diri.

Tidak ada cara instan untuk menciptakan demokrasi seperti itu, tetapi harus ada sebuah kampanye strategis jangka panjang yang bertujuan untuk mendidik warga negara agar mencintai perbedaan, menghargai pluralitas dan membendung tendensi diskriminasi terhadap hak-hak minoritas di Indonesia.

Penulis: Laurensia Anggi Clarita
Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI