Politik Uang: Merusak Citra Indonesia sebagai Negara Demokrasi

Politik Uang
Ilustrasi Politik Uang (Sumber: Penulis)

Pilkada 2024 baru-baru ini, telah dilaksanakan tepatnya pada hari Rabu (27/11). Saat mendekati hari pelaksanaan, kita sering kali mendengar kata “Serangan fajar” yang di mana hal itu merupakan tindakan politik uang yang biasanya dilakukan saat menjelang hari Pilkada.

Sudah banyak sekali kasus-kasus ditemukan terkait politik uang ini. Disini saya akan memberitahu kepada pembaca bagaimana politik uang ini sudah menjadi ketergantungan menjelang Pilkada.

 

Pengertian

Dikutip dari situs Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), menyatakan bahwa politik uang merupakan bentuk pemberian atau penyuapan seseorang agar mendapatkan hak pilihnya.

Bacaan Lainnya

Jadi, Politik uang merupakan tindakan melanggar hukum yang di mana ini merupakan upaya dalam mempengaruhi pemilih dengan imbalan yang diberikan agar pemilih tersebut menggunakan hak pilihnya memilih calon tertentu.

Sehingga hal ini menjadikan suara tidak sah dalam Pemilu. Imbalan yang diberikan bisa dalam bentuk uang, barang, maupun sembako.

Praktik politik uang sudah dikatakan jelas dan tertera dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 di mana aksi ini merupakan tindakan yang melanggar hukum dan terdapat juga sanksi yang mengaturnya. Namun sayangnya negara Indonesia ini sekarang masih banyak di mana praktik ini dilakukan di beberapa wilayah.

Aksi ini bisa saja dilakukan oleh beberapa pihak contohnya tim sukses, Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga simpatisan dan pendukung seorang calon.

 

Mengapa Indonesia Masih Terjadi Modus Politik Uang?

Dengan adanya beberapa kasus-kasus yang terjadi dalam beberapa wilayah Indonesia ini tentang politik uang, bisa menjadi pertanyaan kenapa negara kita masih saja melakukan aksi tersebut meskipun sudah jelas bahwa itu merupakan tindakan yang termasuk korupsi Pemilu.

Dapat dilihat bahwa politik uang ini sangat berpengaruh besar pada hasil Pemilu. Di mana dalam aksi ini, calon dapat menerima banyak suara yang di mana suara tersebut adalah hasil dari pembelian hak suara para pemilih. Selain dari faktor tersebut, pemahaman masyarakat juga masih kurang tentang batasan praktik politik uang dan dampak yang dapat ditimbulkan.

Dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang masih rendah, dapat menyebabkan banyak masyarakat menerima politik uang karena menganggapnya sebagai rezeki yang bisa saja uang yang diberikan merupakan hasil dari korupsi. Karena pengaruh dari uang yang diberikan, masyarakat secara mudah menerima tersebut yang menjadikan aksi politik uang ini terus terjadi dan sering ditemukan dalam beberapa wilayah di Indonesia.

 

Dampak dari Aksi Politik Uang

Dari aksi politik uang yang dilakukan terus menerus, hal ini dapat menimbulkan dampak bagi negara. Contohnya yaitu dapat membahayakan demokrasi dan merusak dari kehendak pemilih dalam memakai hak pilihnya.

Selain itu, politik uang dapat memengaruhi dalam kualitas calon dan kinerja pemerintah. Karena dengan uang, calon akan mudah memenangkan Pemilu tanpa menunjukkan kinerja dan kapasitas yang sesungguhnya. Korupsi juga rentan muncul dalam aksi politik uang ini.

Kandidat yang menggunakan uang sebagai alat memenangkan Pemilu, dapat mengeksploitasi kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, dampak dari politik uang dapat merusak prinsip demokrasi negara kita.

 

Sanksi Penerima dan Pemberi Politik Uang

Dari perbuatan tindakan politik uang ini, adapun sanksi yang mengaturnya. Sanksi pemberi politik uang diatur dalam Pasal 187A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berisi:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Sanksi ini juga dapat diterapkan kepada penerima politik uang.

 

Simpulan

Politik Uang atau disebut juga sebagai “Serangan fajar” ini sudah sering terdengar saat menjelang Pilkada. Indonesia ini di beberapa wilayah telah ditemukan beberapa kasus yang serupa yang terjadi setiap menjelang hari H Pilkada.

Hal ini menunjukkan bahwa negara kita belum bisa menghindari dari politik uang ini karena kurangnya kesadaran dari masyarakat.

Maka dari itu politik uang ini perlu adanya pencegahan dari edukasi terkait pentingnya mendukung seorang calon berdasarkan visi, misi, program, dan integritas yang dihasilkannya, bukan berdasarkan uang yang diberikan. Namun dalam hal mencegah tindakan politik uang ini, tidak hanya masyarakat tetapi juga aktor-aktor yang berkompetisi dalam Pilkada juga harus dapat menghindari tindakan politik uang tersebut.

 

Penulis: Elysia Reva Christina Maharani
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Satya Wacana

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses