Prinsip-Prinsip Demokrasi dan Optimis Pemilu yang Lebih Baik

Sejak agenda reformasi digulirkan pada Mei 1998 hingga saat ini, sudah memberikan perubahan yang signifikan baik dalam sistem kenegaraan maupun segala aspek kehidupan berbangsa; politik, sosial, ekonomi, budaya dan aspek kehidupan lainnya di Republik ini. Setidaknya yang sudah terlihat di depan mata saat ini, yang kita rasakan sebagai masyarakat adalah dijaminnya menyuarakan pendapat, ekspresi serta membentuk serikat atau kelompok guna merealisasikan tujuan yang ingin dicapai bersama.

Salah satu bentuk sarana yang diberikan oleh negara saat ini adalah melalui pemilihan umum (Pemilu). Dalam konteks saat ini, Pemilu dapat didefenisikan dengan proses memilih orang untuk menempati jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut antara lain mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat Pemerintahan sampai pada tingkat pemilihan Kepala Desa. Jika kita meninjau dari sejarah bangsa ini, Pemilu tercatat diselenggarakan untuk pertama kali pada tanggal 29 September 1955, diikuti oleh 29 partai politik dan individu. Banyak para tokoh, ahli politik dan sejarah negeri ini menyatakan pemilu tersebut selain yang pertama juga merupakan yang paling demokratis saat itu.

Setelah berselang runtuhnya Pemerintahan Orde Lama serta kemunculan rezim Orde Baru pada tahun 1966-1998, Indonesia baru melaksanakan kembali pemilu yang demokratis dengan konsep pemilihan langsung oleh rakyat pada April 2004 atau sistem proposional terbuka, memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta Presiden dan Wakil Presiden. Tahun 2019 ini merupakan Pemilu keempat dengan menggunakan sistem yang sama, dilaksanakan secara serentak dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Untuk tahun ini, 2019 mayoritas masyarakat menyebut dengan “tahun politik” dikarenakan situasi menjelang puncak pesta demokrasi berbagai dinamika politik dan sosial bermunculan.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, tepatnya pada tanggal 17 April 2019 silam kita sebagai bangsa yang besar ini baru saja menyelenggarakan pemilihan umum 2019, dengan metode yang berbeda dari sebelumnya. Dengan adanya Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) mulai dari tingkat Nasional, Provinsi sampai Kabupaten dan Kota serta Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diselenggarakan secara serentak. Tentu dengan metode yang baru ini menuai kesuksesan juga tidak luput pula dari kekurangan, dan yang jauh lebih penting lagi serta tidak dapat dipungkiri, justru di saat sebelum, sedang dan pasca pemilihan umum 2019 dilaksanakan, apa yang disebut dengan istilah “tahun politik” memunculkan banyak intrik, ketidakstabilan, bahkan berpotensi dapat menimbulkan konflik atau kegaduhan Nasional yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Semua itu berawal dari yang namanya ancaman atau kerawanan yang memanfaatkan momentum pemilu ini, yang biasanya dimanfaatkan oleh individu atau kelompok dengan beragam motif.

Menjelang perhelatan pemilu 2019, Lembaga Negara yang memiliki kewenangan sebagai penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai dua lembaga Negara paling terkait, sudah memetakan beberapa wilayah di Nusantara yang memiliki kerawanan yang cukup tinggi pada perhelatan pemilu serentak tahun ini, tiga sampai lima wilayah yang memiliki kategori tersebut (detik.com 11-12-2017). Inilah yang dari tadi kita singgung, demokrasi yang kita anut sekarang masih terbatas di tahap memilih dan dipilih serta terjebak dalam euforia pesta demokrasi dengan label negara paling demokratis di dunia. Jika kita menyelami lebih dalam tentang makna demokrasi maka kita akan menemukan beberapa prinsip-prinsip demokrasi, yaitu humanity (nilai kemanusiaan), justice (nilai keadilan), freedom (nilai kebebasan), egality (kesetaraan).

Sebenarnya keempat prinsip atau nilai-nilai murni dari marwah demokrasi yang belum terpatri dan terimplementasikan dalam setiap lapisan masyarakat yang ada mulai dari para elit, akademisi, kaum muda, sampai masyarakat kelas atas dan menengah kebawah. Ancaman beserta kerawanan muncul dalam setiap pesta demokrasi tidak terkecuali pemilu serentak 2019 yang sudah berlangsung, memiliki faktor kausalitas (hukum sebab akibat). Sebab belum paham dan diterapkannya nilai-nilai prinsip demokrasi di tengah masyarakat, akibatnya kondisi masyarakat terpolarisasi dengan kata lain berpotensi menimbulkan perpecahan yang sangat mahal harganya untuk dibayar. Situasi tersebut bisa muncul tiba-tiba dengan memanfaatkan dinamika politik di tahun ini dengan sedikit memakai isu sara, toleransi, ekonomi, politik dan lain sebagainya, kurang lebih kita dapat merasakannya lima bulan yang lalu. Maka dari itu dengan menanamkan prinsip-prinsip demokrasi : humanity, justice, freedom, egality kepada khalayak umum dinilai dapat menjadi salah satu solusi terbaik menghadapi fenomena perpecahan antar anak bangsa di setiap perhelatan pesta demokrasi, termasuk untuk pemilu-pemilu yang akan datang.

Nilai-nilai yang terkandung dalam keempat prinsip demokrasi tersebut seperti humanity : menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengetahui keberagaman atau kebhinekaan, justice : pentingnya menerapkan tindak tanduk keadilan dalam setiap perikehidupan, freedom : sadar akan kebebasan yang bertanggung jawab serta, egality : saling menghargai sesama anak bangsa karena tidak terlepas dari posisi yang setara di depan konstitusi di negara ini. Empat nilai tersebut menjadi padu ketika terintegrasi satu sama lain dalam wadah kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan harapan nilai-nilai empat pilar kebangsaan yaitu, ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika akan terwujud dengan sendirinya dalam kehidupan yang maslahat di negara yang beragam ini, sehingga ancaman polarisasi atau perpecahan, konflik vertikal dan horizontal akan dapat teratasi.

Jadi, hal-hal teknis yang dapat dan harus dilakukan sekarang yaitu KPU dan Bawaslu sebagai Lembaga Negara yang memiliki wewenang dan tugas dalam mengawasi setiap proses pemilihan umum yang dilaksanakan di setiap tingkat juga memiliki tugas untuk menanamkan prinsip-prinsip tersebut. Dengan cara membuat semacam Memorandum of Understanding (MoU) dengan beberapa pihak terkait, seperti Instansi Pemerintah mulai pusat sampai daerah, Organisasi Kemahasiswaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Yayasan yang bergerak dalam berbagai orientasi dan Instansi atau Organisasi lainnya. Kerja sama KPU dan Bawaslu dengan Instansi Pemerintah yang menaungi bidang pendidikan misalnya, lebih menekankan kurikulum pelajaran atau mata kuliah yang berkaitan dengan keilmuan pemerintahan untuk menyasar esensi tentang demokrasi dan politik dengan menyandingkan studi kasus tentang kondisi kontemporer, dilanjutkan dengan kerja sama dengan Organisasi Kemahasiswaan dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat untuk ikut serta proaktif menyuarakan nilai-nilai prinsip demokrasi, serta bahaya perpecahan yang ditimbulkannya dalam setiap kesempatan dan kegiatan kemahasiswaan dilingkungan kampus yang dilaksanakan oleh Organisasi Kemahasiswaan, serta melalui kegiatan sosial di tengah masyarakat yang diemban oleh Lembaga Swadaya masyarakat. Pada intinya demokrasi merupakan manifestasi dari Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan kepada yang diperintah, yaitu masyarakat itu sendiri, sejatinya kita memaknai demokrasi tidak hanya sebagai sistem tapi juga konsep kehidupan dengan nilai-nilai yang agung terkandung dalam setiap prinsip-prinsipnya.

 

Untuk Pemilu yang lebih baik

Sedikit disinggung sebelumnya, bahwa konsep pemilihan umum tahun 2019 ini sama sekali berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya menghadirkan berbagai persoalan atau permasalahan pasca penyelenggaraan pemilu ini. Berbagai kekurangan di tahap teknis pelaksanaan, SDM penyelenggara pemilu di lapangan, logistik dan lain sebagainya. Tentu saja, hal-hal tersebut telah menjadi bahan evaluasi bagi pihak penyelenggara. Sebetulnya menurut penulis, ada satu titik kekurangan dalam pemilu serentak 2019 silam, yaitu mayoritas masyarakat hanya terfokus terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres) seolah untuk pemilihan DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan DPD luput dari perhatian, tentu saja tidak menutup kemungkinan membuka peluang kecurangan karena minimnya pengawasan.

Menurut penulis, titik kekurangan ini bisa diperbaiki dengan mengundang berbagai Negara yang dipandang sudah lebih baik sistem pemilunya untuk mendiskusikan aturan atau undang-undang pemilu kita. Sehingga banyak opsi atau masukan akan hadir dengan sendirinya dengan begitu permasalahan prosedur/teknis pemilu dapat diperbaiki, dengan harapan terciptanya sistem pemilu yang efektif, efisien serta jauh lebih baik. Dan tidak lupa pula, konsistensi Negara bersama lembaga Negara yang berwenang, KPU dan Bawaslu selalu bersinergi dengan kaum akademis, mahasiswa beserta organisasi-organisasi kemahasiswaannya, dan organisasi kemasyarakatan untuk terus terjun ke masyarakat luas guna menanamkan prinsip-prinsip demokrasi, akan pentingnya mengimani esensi dari sebuah pemilihan umum, dengan harapan dan optimis dapat mengantisipasi terjadinya polarisasi/perpecahan sosial dan politik di tengah masyarakat, pada akhirnya bangsa ini semakin layak menasbihkan jati dirinya sebagai entitas bangsa paling demokratis di dunia.

Rendy Merta Rahim
Pengajar di PKBM Yayasan Imam Syafei

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI