Reformasi Indonesia bukan sekadar catatan sejarah yang diperingati setiap tanggal 21 Mei. Lebih dari itu, reformasi adalah tonggak penting dalam perjalanan bangsa. Pada saat momen di mana rakyat menyuarakan ketidakpuasan terhadap rezim Orde Baru yang identik dengan krisis ekonomi, pelanggaran HAM, dan korupsi yang mengakar.
Ketika Presiden Soeharto lengser pada 1998, harapan akan perubahan besar menyala di hati masyarakat. Indonesia memasuki era baru yang diharapkan lebih demokratis, adil, dan makmur. Namun, setelah lebih dari dua dekade, muncul pertanyaan besar. Apakah cita-cita reformasi benar-benar telah terwujud?
Memang, beberapa pencapaian patut diapresiasi. Indonesia kini menjalankan pemilu langsung, kebebasan pers lebih terbuka, dan masyarakat sipil lebih berdaya. Namun di balik semua itu, hanya sebuah persoalan struktural yang masih tetap menghantui bangsa ini.
Indonesia masih jauh di bawah realita kedamaian.
Kemiskinan masih merajalela di berbagai daerah, kesenjangan ekonomi makin mencolok, dan korupsi belum juga surut. Bahkan, di beberapa aspek, praktik-praktik lama masih berlangsung dalam bentuk baru.
Politik transaksional, pelemahan institusi hukum, dan pemerintahan masih mencengkeram sistem demokrasi kita. Maka, wajar jika sebagian masyarakat merasa bahwa reformasi belum membawa perubahan yang nyata.
Nyatanya Reformarsi di negara ini masih tetap berlanjut, lalu kapan sebuah peringatan tersebut berubah menjadi sebuah realitas nyata?
Penulis: Tri Yani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News