Review dan Analisis Hukum Film “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso”

Sianida
Sumber foto: edukasi.okezone.com

Film dokumenter “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso” mengangkat kembali kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Jessica Kumala Wongso, teman Mirna, dinyatakan bersalah atas pembunuhan tersebut dan dijatuhi vonis penjara selama 20 tahun. Film dokumenter ini menyoroti perjalanan kasus “kopi sianida” yang menggemparkan Indonesia pada tahun 2016.

Sinopsis Film

Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso” adalah film dokumenter yang mengangkat kembali kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta pada tahun 2016.

Namun yang membuat berbeda adalah film ini menyoroti perjalanan kasus “kopi sianida” yang menggemparkan Indonesia pada tahun 2016 yang juga menampilkan wawancara dan sudut pandang eksklusif dari  ayah, saudara kembar Mirna, pengacara Jessica, staf Kafe Olivier, jurnalis, bahkan sampai Jesicca itu sendiri, yang mendalami kasus ini. Film ini juga membahas perjalanan kasus dari perspektif hukum dan sosial.

Bacaan Lainnya

Analisis Hukum

Dalam persidangan, terungkap bahwa Jessica memesan es kopi Vietnam dan dua gelas koktail untuk Mirna dan Hani. Setelah Mirna meminum es kopi tersebut, dia merasa tidak enak badan, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran. Mulutnya juga mengeluarkan buih sebelum akhirnya dibawa ke klinik Grand Indonesia.

Berdasarkan hasil rekaman CCTV, Jessica tiba lebih awal di Kafe Olivier, menunjukkan bahwa dia telah merencanakan pembunuhan tersebut.

Pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Jessica termasuk dalam perencanaan pembunuhan yang matang, perbuatan sadis karena menyiksa Mirna sebelum meninggal, keterangan berbelit-belit, dan tidak mengakui perbuatan. Meskipun usia Jessica dianggap meringankan, dia tetap divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam film dokumenter “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso”, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum Indonesia. Pertama, film ini menyoroti bagaimana media sosial dan pemberitaan media dapat mempengaruhi opini publik dan memengaruhi jalannya persidangan.

Pemberitaan media atas kasus dugaan tindak pidana pembunuhan atas nama terdakwa Jessica Kumala Wongso telah memicu perang opini dalam media pasca-persidangan Jessica dan contempt of court. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial dan pemberitaan media dapat memengaruhi jalannya persidangan dan mengganggu proses hukum.

Kedua, film ini menyoroti bagaimana peran pengacara dalam menjalankan tugasnya dalam membela kliennya. Dalam film ini, pengacara Jessica, Otto Hasibuan, menunjukkan bagaimana ia berusaha untuk membela Jessica dengan cara yang profesional dan etis.

Namun, pengacara Jessica juga dianggap oleh beberapa pihak sebagai pengacara yang berbelit-belit dan tidak jujur dalam menjalankan tugasnya. Hal ini menunjukkan bahwa peran pengacara dalam menjalankan tugasnya dalam membela kliennya sangat penting dan harus dilakukan dengan etika dan profesionalisme yang tinggi.

Ketiga, film ini menyoroti bagaimana peran hakim dalam menjalankan tugasnya dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa. Dalam film ini, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap Jessica. Namun, vonis ini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat dan pengamat hukum.

Hal ini menunjukkan bahwa peran hakim dalam menjalankan tugasnya untuk menjatuhkan vonis terhadap terdakwa sangat penting dan harus dilakukan dengan keadilan dan objektivitas yang tinggi.

Keempat, film ini menyoroti seberapa penting peran Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tugasnya. Di film ini, ada beberapa kesalahan dari tim Jaksa Penuntut Umum yang dirasa kurang dalam memberikan barang bukti mengenai pembunuhan Wayan Mirna yang dilakukan oleh Jessica Kumala Wongso.

Di sini, jaksa memberikan bukti-bukti yang kurang meyakinkan hakim dan memberikan beberapa ahli yang menggunakan metode kuno dalam menanggapi kasus ini.

Kesimpulan

Menurut saya, Film “Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso” adalah film dokumenter yang menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum Indonesia.

Film ini menyoroti bagaimana media sosial dan pemberitaan media dapat mempengaruhi opini publik dan memengaruhi jalannya persidangan, peran pengacara dalam menjalankan tugasnya dalam membela kliennya, dan peran hakim dalam menjalankan tugasnya dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa.

Film ini juga menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih memiliki kekurangan dan perlu diperbaiki agar dapat berjalan dengan lebih baik dan adil. Itulah opini dari saya. Semoga opini saya bisa memberikan masukan-masukan baru yang bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis: Muhammad Faheem Aulia
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Diponegoro

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.