Revisi UU penyiaran biasanya memancing perdebatan karena mengatur keseimbangan antara kebebasan pers dan kepentingan negara. Biasanya, hal-hal seperti kontrol pemerintah, kebebasan berekspresi, dan perlindungan jurnalis menjadi fokus perdebatan tersebut.
Beberapa Poin Penting dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran Bisa Meliputi
1. Perlindungan Kebebasan Pers: Memastikan kebebasan berekspresi dan akses informasi yang lebih luas bagi masyarakat.
2. Ketentuan Terkait Etika Jurnalistik: Menegaskan standar etika dan profesionalisme dalam praktik jurnalistik.
3. Regulasi Terkait Konten: Menetapkan batasan-batasan terkait konten yang diperbolehkan untuk dipublikasikan, terutama yang berkaitan dengan keamanan nasional, privasi, dan kepentingan publik.
4. Perlindungan Jurnalis: Menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis dalam menjalankan tugas mereka, termasuk dari ancaman, intimidasi, atau tindakan kekerasan.
5. Transparansi Media: Mendorong transparansi dalam kepemilikan media dan hubungan antara media dengan kepentingan politik dan bisnis.
6. Hukuman bagi Pelanggaran: Menetapkan sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pers, seperti denda atau sanksi lainnya.
7. Partisipasi Publik: Mendorong partisipasi publik dalam proses penyusunan kebijakan media.
Setiap negara mungkin memiliki fokus yang berbeda dalam revisi Undang-undang Pers mereka tergantung pada konteks politik, sosial, dan hukum mereka.
Adapun Pasal-Pasal Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang Berpotensi Melanggar Hak Kemerdekaan Pers dan Hak Publik atas Informasi Terdapat pada
Pasal 50B ayat (2)
1. larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
2, larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender;
3. larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik.
Pasal 8A huruf q
Menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran
Pasal 42Â
1. Muatan jurnalistik dalam Isi Siaran Lembaga Penyiaran harus sesuai dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LBH Pers dan AJI Jakarta Memberi Catatan Kritis Terhadap Revisi UU Penyiaran, dalam Daftar Berikut
Pertama, larangan terhadap penayangan eksklusif jurnalistik merupakan wujud keengganan pemerintah dalam melakukan pembenahan pada penyelenggaraan negara. Alih-alih memanfaatkan produk jurnalistik investigasi eksklusif sebagai sarana _check and balances_ bagi berlangsungnya kehidupan bernegara, pemerintah justru memilih untuk menutup kanal informasi tersebut. Hal ini bukan fenomena yang mencengangkan mengingat kultur pemerintahan Indonesia yang anti-kritik, tidak berorientasi pada perbaikan, dan enggan berpikir;
Kedua, larangan terhadap penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian homoseksual biseksual dan transgender merupakan wujud diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+, yang dapat semakin mempersempit ruang-ruang berekspresi sehingga melanggengkan budaya non-inklusif dalam kerja-kerja jurnalistik;
Ketiga, Pemerintah menggunakan kekuasaannya secara eksesif melalui pasal-pasal pemberangus demokrasi berdalih perlindungan terhadap penghinaan dan pencemaran nama baik yang semakin dilegitimasi melalui RUU Penyiaran. Alih-alih mempersempit ruang kriminalisasi bagi jurnalis maupun masyarakat pada umumnya, eksistensi pasal elastis ini justru semakin diperluas penggunaannya.
Keempat, Pemerintah berusaha mereduksi independensi Dewan Pers dan fungsi UU Pers. Pasal 8A huruf q juncto 42 ayat (1) dan (2) pada draf revisi UU Penyiaran menimbulkan tumpang tindih antara kewenangan KPI dengan kewenangan Dewan Pers. Pasal tersebut juga menghapus Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers sebagai rujukan dalam menilai siaran-siaran produk jurnalistik, mengalihkan penilaian menggunakan P3 dan SIS. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum pada mekanisme penyelesaian sengketa pers.
Penulis:Â Nana Eka Wijayanti
Mahasiswa jurusan Hukum, Universitas Trunojoyo Madura
Editor:Â Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News