Di era zaman sekarang ini yang semakin kompleks, perhatian mengenai kesehatan mental pada anak menjadi sangat penting. Adapun salah satu faktor yang sering kali diabaikan namun berdampak relevan adalah pengaruh dari orang tua yang memiliki perilaku toxic parents. Toxic parenting itu sendiri dapat berdampak negatif pada psikologis anak.
Toxic parenting merupakan pola asuh yang sungkan untuk berdiskusi atau memberikan kesempatan menyampaikan pendapat anak dan serta orang tua selalu merasa benar, tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri.
Adapun, Toxic Parenting itu merupakan anak yang tumbuh di bawah pola asuh yang dapat merugikan kesehatan emosional. Banyak sekarang ini orang tua menganggap bahwa pola asuhnya sudah benar, padahal belum tentu. Pola asuh yang merusak, dapat memberikan dampak dalam jangka panjang yang serius untuk perkembangan mental anak.
Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang di mana mereka tidak mendapatkan dukungan emosional yang baik, atau malah mengalami kritik berlebihan atau memanipulasi sang anak dapat berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental seperti kecemasan, gangguan pasca trauma, depresi, sulit berinteraksi, dan rendahnya percaya diri.
Penelitian menunjukkan bahwa parenting yang negatif tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental pada anak, tetapi juga dapat mempengaruhi cara anak berinteraksi sosial dengan orang lain dan pola asuh mereka kedepannya.
Dalam berinteraksi sosial, anak yang mendapatkan perilaku Toxic Parenting cenderung akan oversharing atau menceritakan sesuatu hal yang seharusnya tidak diceritakan kepada orang lain. Hal ini dilakukan karena sang anak ingin mencari validasi, mencari pembelaan, dan ingin didengar oleh orang-orang sekitarnya. Mungkin di mana pada masa orang tua itu muda, mereka merasa nakal.
Ketika mereka menjadi orang tua, mereka tidak ingin anaknya pun menjadi seperti mereka. Maka, kebanyakan orang tua mengekang anaknya dan harus mengikuti apa yang orang tua inginkan. Adapun orang tua yang apabila keinginan mereka tidak dituruti, mereka akan melakukan tindakan yang dapat merusak mental pada anak seperti memaki, membandingkan anak dengan potensi anak lainnya, dan melakukan kekerasan fisik.
Bentuk karakter terhadap anak yang mendapatkan perlakuan Toxic Parenting, anak akan mudah melakukan sesuatu hal yang buruk dan akan sering melawan orang tua. Apabila perilaku tersebut masih berlaku sampai usia anak remaja maka anak akan merasa tidak betah tinggal bersama orang tuanya, anak lebih memilih keluar rumah daripada sang anak terus-terusan menghadapi perilaku orang tuanya yang seperti itu.
Baca juga: Ciri-Ciri Strict Parents, Siapa Tahu Anda Termasuk Orang Tua Jenis ini
Dampak pada perilaku Toxic Parenting ini sangat merusak mental anak seperti kecemasan di mana ketidakpastian dalam hubungan dengan orang tua pun dapat menyebabkan perasaan cemas berlebihan. Kemudian rasa putus asa sering muncul disebabkan kritik berlebihan.
Anak juga pasti memiliki perasaan yang berlebihan, anak takut akan kegagalan atau tanggung jawab. Kemudian, anak akan cenderung menjadi people pleaser, anak selalu berusaha ingin membahagiakan orang lain untuk menghindar masalah karena situasi buruk anak dengan orang tua.
Anak akan kesulitan mengatur emosi, karena disebabkan dari perilaku orang tua yang toxic tidak mengizinkan anak untuk mengekspresikan emosi tertentu. Terkadang semua orang tua itu tidak menyadari apakah parentingnya itu sudah benar atau belum.
Dalam pengakuan seorang anak berumur 17 tahun yang mendapatkan perlakuan Toxic Parenting dari orang tuanya. Anak tersebut mendapatkan perlakuan Toxic Parenting ketika sang anak ingin memasuki jenjang perkuliahan.
Saat sang anak Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas, sang anak belum mendapatkan perlakuan tersebut dari orang tuanya dan anak masih bisa mengutarakan pendapatnya. Namun, setelah tamat dari bangku SMA disitu anak mulai mendapatkan ancaman seperti tidak boleh jalan, tidak boleh mengikuti kegiatan kepanitiaan atau organisasi, tidak boleh bermain dengan teman-temannya. Hal itupun, membuat anak merasa tertekan.
Bahkan orang tua tau bahwa anaknya tidak betah di rumah dan mencari tempat yang membuatnya nyaman karena perilaku dari orang tua tersebut, dan bahkan orang tua sang anak akan mengancam untuk tidak lagi pergi dari rumah dan harus menetap di rumah. Hal itukan sangat membuat anak tertekan psikologisnya.
Pada dasarnya, orang tua itu hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Padahal rasa ingin memberikan yang terbaik untuk anak itu tidak terlihat negatif. Namun sayangnya , Toxic Parenting dengan harapan besar yang dianggap mereka positif ini juga memiliki kecenderungan untuk memaksakan sang anak untuk mengikuti apa yang mereka inginkan.
Bahkan kenyataannya, apa yang orang tua inginkan itu tidak satu spekulasi dengan apa yang anak rasakan. Anak pun juga mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat dan dan didengarkan. Dan apabila orang tua tidak memberikan kesempatan untuk anak dalam menyampaikan pendapat.
Perilaku Toxic Parenting akan membuat anak mengalami rasa trauma emosional, dan akan berpengaruh pada cara anak melihat dirinya dan dunia. Anak juga akan selalu merasa tidak berharga, rendah diri, dan memiliki pemikiran takut akan kegagalan serta takut berbicara di depan umum.
Toxic Parenting bisa terjadi ke generasi selanjutnya. Untuk memulihkan diri dari perilaku Toxic Parenting bisa dengan membuat lingkungan yang positif, bisa meminta dukungan dari teman, saudara atau sebuah organisasi yang baik untuk membantu mendapatkan rasa percaya diri dan harga diri.
Kemudian itu, bisa dengan membatasi diri dari orang tua dalam arti anak harus bisa berperilaku tegas dan berani dalam berbicara. Anak harus bisa sesekali mengatakan kata “tidak” apabila perkataan orang tua tidak sesuai dengan keinginan anak.
Penulis: Rhesty Afrizca Naisyabilla
Mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News