Saatnya Kurikulum Merdeka: Menuju Seabad Indonesia Merdeka

Kurikulum Merdeka
Foto: pixabay.oom

Terbitnya Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah sebagai momentum pemberlakukan Kurikulum Merdeka.

Penetapan kurikulum ini sebagai instrumen dalam peningkatan pembelajaran sebagaimana ditegaskan Mendikbudristek saat acara peluncuran kurikulum tersebut di Jakarta.

Sebelum kita menjalankan sepenuhnya kurikulum merdeka, maka mari sejenak melihat apa yang telah kita lalui, sejak program Merdeka Belajar di kampus Merdeka dilaksanakan.

Bacaan Lainnya

Pertama, transformasi pendidikan Indonesia. Jika selama ini kita sudah mengenal link and match, maka ini perlu dipertahankan. Komunikasi kampus dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) menjadi peluang bagi kita meneruskan transformasi pendidikan yang disebut awalnya link and match.

Antara lembaga pendidikan dan dunia kerja, saling mengenal. Mahasiswa dengan didampingi dosen memiliki kesempatan untuk menjalankan pelbagai program di antaranya magang, atau studi independen.

Melalui mekanisme magang, mahasiswa sejak awal telah mengenali bagaimana dunia kerja nantinya dioperasionalkan. Tidak lagi mereka hanya mengenal masa lalu, atau bahkan hanya belajar tentang sejarah dalam sebuah program studi.

Melampaui itu, mereka memiliki peluang untuk bekerja dengan imbalan nilai SKS pada satuan semester yang berjalan.

Namun, tetap saja ini perlu hati-hati. Jangan sampai terjebak pada tindakan pidana. Sebagaimana kita lihat di salah satu negara. Dimana mahasiswa Indonesia yang datang ke sana justru menimbulkan masalah baru. Ada tindakan yang mengarah pada kriminal ataupun pidana.

Merdeka Belajar dalam artian kebebasan. Tetapi tidak boleh juga sampai menabrak aturan dan justru berpotensi memiliki daya rusak.

Selanjutnya, optimalisasi gotong royong. Dimana kerja bersama dulunya adalah bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Seiring dengan industrialisasi, budaya itu mengalami peralihan dan bahkan cenderung ditinggalkan.

Individualisme mengemuka. Masyarakat terjebak pada kerja yang tidak terpadu. Masing-masing bekerja dalam lingkungan yang bahkan tidak saling kenal mengenal. Ini terlihat betapa medali emas sepakbola dalam multi event seperti SEA Games tidak lagi dalam genggaman kita.

Namun, era itu sedikit demi sedikit berlalu. Bahkan sepakbola Indonesia mengalami rebound. Diawali dengan diraihnya medali emas dalam cabang sepak bola yang telah hilang sejak tahun 1991. Kita perlu menunggu 32 tahun untuk mendapatkannya kembali.

Begitu pula, sukses menjadi tuan rumah sepak bola dalam skala dunia, tanpa masalah. Bahkan FIFA memberikan kepercayaan dengan membuka kantornya di Jakarta.

Peringkat dunia naik. Mengalahkan Vietnam setelah didera kekalahan selama 20 tahun. Namun, itu bukan akhir. Masih ada tantangan demi tantangan yang perlu kita selesaikan. Saatnya meletakkan mimpi untuk menjejaki final piala dunia. Dimana sejak bernama Indonesia, tidak pernah kita rasakan.

Ini dapat dicapai dengan mendirikan universitas olahraga. Kita sudah punya Universitas Pertahanan. Juga sudah memiliki Universitas Pendidikan. Begitu juga Universitas Islam, dan keagamaan lainnya. Termasuk perguruan tinggi Alquran.

Namun, kita tidak punya universitas olahraga. Sehingga ini dapat menjadi agenda tersendiri untuk direalisasikan.

Terakhir, semua ini tidak berjalan lancar tanpa dibarengi dengan keamanan dan situasi yang kondusif. Legitimasi pemilu yang baru saja selesai dengan rekapitulasi nasional, perlu dilihat sebagai kesuksesan nasional.

Kalau itu dilihat sebagai sebuah kegagalan, maka akan menjadi masalah tersendiri. Maka, saatnya juga untuk mulai saling percaya. Merdeka dari kecurigaan, ujaran kebencian, dan kegemaran terhadap berita hoax dan opini belaka.

Pemberlakuan kurikulum Merdeka Belajar dalam pelbagai tingkatan, tidak dapat hanya dilaksanakan oleh satu atau dua pihak secara terbatas. Perlu prasyarat dan dukungan dari semua elemen masyarakat sehingga ini bisa tercapai.

Merdeka Belajar, termasuk di dalamnya Kurikulum Merdeka akan menjadi pilihan strategis bagi pendidikan nasional yang dapat mengantar kita mencapai Indonesia Satu Abad, dimana saat itu kita menjejaki era keemasan Indonesia.

Kalau kita gagal, maka bukannya Indonesia Emas, tetapi justru Indonesia Cemas. Semoga segala ikhtiar kita tetap berada di jalur Indonesia Emas.

Penulis: Ismail Suardi Wekke
Dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sorong Papua Barat Daya

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.