Dunia konstruksi di Indonesia saat ini mengalami kemajuan pesat. Fasilitas dan infrastruktur konstruksi di berbagai wilayah Indonesia kini semakin maju dan berkembang dengan cepat. Hal ini terlihat dari program pemerintah yang intensif mengalokasikan dana pembangunan untuk merealisasikan proyek konstruksi secara efisien dan akurat.
Kemajuan ini tentu saja didukung oleh peningkatan pengetahuan di bidang konstruksi yang tercermin dalam perkembangan sumber daya manusia di Indonesia. Dengan dukungan pemikiran dan keahlian mahasiswa Teknik Sipil serta pendanaan dari pemerintah, sektor konstruksi dapat berkembang melalui inovasi yang efektif dan tepat guna.
Berbicara mengenai dunia konstruksi yang berkembang, hal ini dapat ditandai dengan munculnya beberapa inovasi konstruksi. Salah satu inovasi konstruksinya yaitu pembuatan Sabo Dam.
Pembuatan Sabo Dam memang belum dijamah oleh semua daerah. Akan tetapi, ide cemerlang ini mampu melahirkan inovasi konstruksi yang dapat dijadikan terobosan guna mengatasi permasalahan konstruksi Indonesia.
Secara sederhana, Sabo Dam adalah jenis bendungan yang dilengkapi dengan pelimpas. Bendungan ini dibangun sepanjang aliran sungai dengan jarak yang semakin rapat menuju hilir.
Sabo Dam biasanya diterapkan di daerah aliran sungai (DAS) yang hulunya berupa sungai di bawah gunung berapi. Tujuannya adalah untuk menahan aliran lava dingin yang mengalir ke sungai.
Jika Sabo Dam pertama penuh, lava akan melimpas ke Sabo Dam berikutnya. Dengan cara ini, aliran lava dingin dari hulu sungai akan diperlambat.
Perlambatan ini memberikan waktu bagi penduduk sekitar sungai untuk mengungsi. Selain itu, Sabo Dam juga berfungsi untuk mengurangi kerusakan di sekitar aliran sungai.
Baca juga:Â Penerapan Teknologi Fixed Wing VTOL dalam Penyaluran Bantuan Bencana di Daerah Terpencil
Selain berfungsi menahan laju lava dingin, Sabo Dam memiliki berbagai fungsi lainnya. Salah satunya adalah mengendalikan aliran lahar atau debris yang terjadi akibat hujan lebat. Tingginya volume debris hujan di sekitar aliran sungai berisiko menyebabkan banjir.
Dengan adanya Sabo Dam yang dibuat berjenjang, aliran debris air dari hujan lebat dapat tertahan. Hal ini akan membantu meminimalisir terjadinya banjir di daerah aliran sungai. Selain itu, fungsi penting Sabo Dam juga mencakup pengendalian sedimentasi di sungai.
Sedimentasi biasanya terjadi sepanjang aliran sungai, di mana material yang terbawa oleh debris air dapat tertahan oleh Sabo Dam sebelum mencapai bendungan. Aliran dari hulu ke hilir menyebabkan erosi dan membawa material sedimentasi.
Material seperti pasir dan batu akan tertampung di Sabo Dam yang dibuat bertingkat. Ketika laju aliran melambat, material sedimentasi mudah mengendap. Dengan sedimentasi yang terendap, volume sungai dan bendungan setelah Sabo Dam tetap maksimal.
Tanpa Sabo Dam, material sedimentasi akan langsung mengendap di dasar sungai dan bendungan, mengurangi volume tampungan air. Dari tingginya taraf mutu Sabo Dam tersebut, ternyata inovasi ini memiliki perjalanan yang cukup panjang untuk masuk ke Indonesia.
Sabo Dam tidak langsung hadir di Indonesia, melainkan memiliki sejarah sebelumnya. Sejarah Sabo Dam di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dengan kedatangan seorang ahli teknik sabo dari Jepang, Mr. Tomoaki Yokota.
Kedatangan Mr. Yokota memperkenalkan Sabo Dam sebagai alternatif untuk menanggulangi bencana alam akibat erosi, aliran sedimen, dan proses sedimentasi. Berbekal sejarah tersebut, Sabo Dam kemudian berkembang di Indonesia dengan pemasangannya secara berjenjang di hulu bendungan.
Salah satu penerapan Sabo Dam di Indonesia adalah di Bendungan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Bendungan ini berfungsi sebagai PLTA dan dioperasikan oleh PT. Indonesia Power.
Listrik yang dihasilkan dari bendungan ini disuplai ke wilayah Jawa-Bali. Namun, DAS dan hulu bendungan ini menghadapi masalah krusial berupa penyusutan volume air yang tertampung. Penyusutan ini berdampak pada produksi listrik yang terganggu oleh material sedimentasi.
Material sedimentasi yang terbawa dari hulu Dataran Tinggi Dieng hingga hilir Sungai Serayu membuat pemerintah Kabupaten Banjarnegara mencari solusi yang tepat, salah satunya adalah dengan penerapan Sabo Dam.
Prinsip kerja Sabo Dam di bendungan ini dapat diterapkan di hilir Sungai Serayu sebelum air masuk ke bendungan. Air yang masuk ke bendungan memiliki kecepatan limpasan yang cukup tinggi, dan Sabo Dam berfungsi untuk menahan material sedimentasi.
Akibatnya, jumlah material yang terbawa air ke bendungan akan berkurang. Hal ini terjadi karena desain Sabo Dam yang bertingkat, yang berdampak positif pada kinerja bendungan.
Baca juga:Â Proses Alam yang Merusak Keseimbangan Ekologi
Penerapan Sabo Dam akan mengoptimalkan volume bendungan, mencegah penyusutan drastis. Selain itu, pasokan listrik tidak akan terganggu berkat prinsip kerja Sabo Dam. Namun, hasil sedimentasi yang tertahan oleh Sabo Dam perlu dibersihkan secara rutin. Dengan demikian, konsep kerja Sabo Dam efektif dalam meminimalisir sedimentasi di bendungan.
Sabo Dam beroperasi dengan prinsip “ the right sabo in the right place and in the right time “. Konsep ini menghasilkan transformasi inovatif dalam industri konstruksi. Optimalisasi teknologi Sabo dapat meningkatkan kualitas sungai, waduk, bendungan, dan sistem drainase di Indonesia.
Terobosan ini semakin terlihat jelas dengan penerapan Sabo Dam di Bendungan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Namun, kesuksesan pembangunan Sabo Dam bergantung pada penerapan konsep yang tepat, yang memerlukan penelitian mendalam oleh para ahli konstruksi.
Ahli konstruksi tidak lahir secara instan untuk memimpin transformasi pembangunan di Indonesia. Mereka adalah individu yang memulai dari nol dalam pengetahuan teknik sipil dan gigih terjun ke lapangan. Gabungan teori dan praktik menjadi landasan bagi mahasiswa teknik sipil untuk menghadapi tantangan konstruksi.
Pengalaman belajar selama menjadi mahasiswa teknik sipil akan meningkatkan kualitas multidisiplin seseorang. Keahlian tersebut akan membawa perubahan pada kualitas pembangunan konstruksi di Indonesia.
Penulis: Maulida Diah Nur Azizah
Mahasiswa Teknik Sipil, Universitas Tidar
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi:
- Sukatja, Bambang C. & Alfianto Adrian. (2017). Revitalisasi Sabodam sebagai Pengendali Aliran Lahar (Studi Kasus di Daerah Gunungapi Merapi), Vol. 8 No 1, 29-42.
- Laksono, Muhdany Y. (2023). Asal Muasal Sabo Dam, Infrastruktur Pengendali Lahar Erupsi Gunung. Diakses pada 1 Mei 2024. https://www.kompas.com/properti/read/2023/06/22/170000221/asal-muasal-sabo-dam-infrastruktur-pengendali-lahar-erupsi-gunung
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News