Selektif dalam Rawat Inap: Efisiensi Mutlak bagi Manajemen Rumah Sakit dan Keberlanjutan Sistem BPJS

Bripka Ahmad Ibrahim, SKM., SH.
Penulis: Bripka Ahmad Ibrahim, SKM., SH. (Mahasiswa Pascasarjana MMRS – STIE Amkop Makassar)

Di era pelayanan kesehatan yang semakin kompleks, manajemen rumah sakit dituntut untuk tidak hanya berfokus pada pelayanan kuratif, tetapi juga menjaga efisiensi sistem secara menyeluruh.

Salah satu titik krusial yang sering kali luput dari perhatian adalah pengelolaan kebijakan rawat inap. Rumah sakit seharusnya lebih selektif dalam menentukan kelayakan pasien untuk dirawat inap, dengan pendekatan berbasis observasi medis yang ketat.

Tujuannya sederhana namun vital: mencegah pemborosan tempat tidur perawatan dan memastikan ketersediaan kamar untuk pasien yang benar-benar membutuhkan.

Baca juga: Implementasi Proteksi Radiasi pada Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit

Bacaan Lainnya

Fenomena penuh atau tidak tersedianya kamar rawat inap sebenarnya bukan hanya soal kapasitas fisik, melainkan juga soal manajemen keputusan medis.

Ketika pasien yang secara klinis belum membutuhkan perawatan intensif langsung dirujuk ke rawat inap, maka tempat tidur akan terisi tanpa urgensi, dan pasien dengan kondisi yang lebih gawat justru bisa kehilangan akses.

Di sinilah pentingnya peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk menjalankan fungsinya secara maksimal. FKTP bukan hanya sebagai tempat “transit administratif” menuju spesialis, tetapi sebagai benteng awal pelayanan kesehatan masyarakat.

Banyak kasus ringan atau sedang yang sebenarnya dapat ditangani tuntas oleh dokter umum, tanpa perlu rujukan lanjutan ke rumah sakit atau spesialis.

Baca juga: Baru Tahu! Ini Alat Kesehatan Modern yang Digunakan Dokter di Rumah Sakit

Saya sendiri mengalami hal ini secara pribadi. Saat itu, telinga saya terasa sangat nyeri—seperti tertusuk—akibat kemasukan air saat berenang di kolam renang.

Rasa sakit yang muncul membuat saya secara impulsif ingin langsung menemui dokter spesialis THT. Namun, ego itu berhasil saya redam dan saya memilih untuk memeriksakan diri terlebih dahulu ke FKTP.

Ternyata, keluhan saya dapat ditangani dengan baik oleh dokter umum. Perawatan sederhana dan edukasi yang tepat berhasil menyelesaikan masalah saya tanpa harus masuk ke ranah spesialis, apalagi rawat inap.

Pengalaman ini menunjukkan bahwa pengendalian diri masyarakat dan penguatan kepercayaan terhadap FKTP adalah bagian penting dari reformasi sistem kesehatan.

Apalagi dalam konteks BPJS Kesehatan yang saat ini mulai bersikap lebih selektif dalam proses klaim, wajar bila sistem pembiayaan perlu diberi ruang untuk menilai validitas dan urgensi pelayanan kesehatan yang ditagihkan.

Mengingat beban anggaran BPJS yang sering kali membengkak, langkah-langkah selektif dan rasional seperti ini menjadi penting untuk keberlanjutan jangka panjang.

Baca juga: Peran Apoteker dalam Perawatan Pasien di Rumah Sakit

Ke depan, rumah sakit sebagai garda akhir layanan kesehatan harus menempatkan observasi medis sebagai pintu utama pengambilan keputusan rawat inap.

Selain itu, penguatan sistem rujukan berjenjang dan edukasi publik untuk tidak tergesa-gesa menuntut penanganan spesialis harus terus ditingkatkan.

Sistem kesehatan yang sehat lahir dari manajemen yang rasional, pasien yang teredukasi, dan penggunaan sumber daya yang proporsional.

Sebagai mahasiswa Manajemen Rumah Sakit yang akan menyandang gelar MMRS, saya percaya bahwa kesehatan bukan hanya urusan medis, tetapi juga soal manajemen yang adil, efisien, dan bertanggung jawab terhadap seluruh sistem.

Penulis: Bripka Ahmad Ibrahim, SKM., SH.
Mahasiswa Pascasarjana MMRS – STIE Amkop Makassar

 

Editor: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses