Angin Segar Wacana Standarisasi BPJS Satu Kelas

BPJS Satu Kelas

Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia.

Adapun manfaat yang dijamin oleh Program JKN berupa pelayanan kesehatan perseorangan yang menyeluruh, terdiri dari pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis.Dalam hal ini, berhubungan dengan wacana sistem standarisasi tarif BPJS dimana sistem kelas akan dihapuskan dan disamaratakan berdasarkan asas keadilan itu sendiri. 

Wacana penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan pertama kali disampaikan DJSN pada tahun 2020. Wacana ini telah disampaikan oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) BPJS Kesehatan akan menghapus sistem kelas secara bertahap dan berubah menjadi kelas standar mulai tahun yang akan datang.

Bacaan Lainnya

Penerapan sistem standarisasi ini salah satu bentuk perwujudan amanah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pelayanan rawat inap kelas standar ini akan dilakukan bertahap mulai 2022 dan selambatnya dilakukan pada 1 Januari 2023. Hal tersebut sebagaimana tercantum pada PP 47 Tahun 2021 dan Perpres 64 Tahun 2020 Pasal 54 B.

Penghapusan kelas dan penerapan kelas standar bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan ekuitas di program JKN. Dimana prinsip tersebut berarti asuransi sosial haruslah bersifat adil dan merata. Artinya, seluruh masyarakat tanpa memandang status sosialnya harus dijamin kebutuhan dasarnya yaitu hak kesehatan.

Baca juga: Menanti BPJS Kesehatan Syariah

Penghapusan kategori kelas itu sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang menyatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka diberikan “kelas standar”. Apa saja manfaat dari kebijakan standarisasi BPJS satu kelas?

Melawan Diskriminasi

Adanya sistem standarisasi kelas BPJS datang bersamaan dengan tidak adanya diskriminasi dalam hal tempat tidur ataupun ruang perawatan, mengingat hal ini sesuai dengan prinsip dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu sendiri, yaitu prinsip ekuitas. Sehingga kebijakan standarisasi kelas BPJS Kesehatan ini tidak hanya merubah regulasinya, tetapi juga sistem dan stigma untuk keadilan bagi peserta BPJS Kesehatan itu sendiri.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebutkan adanya kelas standar akan menciptakan kesetaraan dalam mendapatkan layanan baik medis dan non medis.

Iuran Tunggal, Administrasi Mudah, dan Mencegah Fraud

Sistem standarisasi kelas BPJS ini menandakan adanya iuran tunggal. Sehingga ini lebih memudahkan dalam hal proses administrasi dan klaim BPJS.

Apabila terdapat peserta yang ingin mendapatkan pelayanan dan fasilitas tambahan atau yang lebih dari pada hak dasarnya (kelas standar) dapat memanfaatkan kebijakan COB (Coordination Of Benefit) atau memanfaatkan asuransi kesehatan tambahan.

Peserta tersebut juga dapat membayar sejumlah selisih dari biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara BPJS dengan biaya yang dikeluarkan dari penambahan pelayanan atau fasilitas yang diinginkan oleh peserta tersebut. 

Kebijakan standarisasi kelas BPJS ini juga dapat mengurangi potensi fraud INA-CBG’s yang timbul dari perbedaan kelas perawatan. Potensi Fraud yang seringkali dilakukan adalah melakukan upcoding untuk menaikkan tarif INA CBG’s.

Baca juga: DPP GMNI: Soal BPJS Adalah Soal Politik Keberpihakan

Mengurangi Defisit

Pada tahun 2019 terjadi penurunan kelas BPJS sebanyak 1,03 juta peserta akibat adanya Perpres 75/2019 yang mengisyaratkan adanya kenaikan iuran BPJS. Pada akhir tahun 2019 sebanyak 239.741 peserta kelas I turun ke kelas III, 653.025 peserta kelas II turun kelas III dan 142.264 peserta kelas I turun ke kelas II.

Pada maret 2020 kenaikan iuran bpjs di batalkan seiring dengan pembatalan Perpres 75/2019 dan pada tahun yang sama iuran BPJS kembali naik dengan adanya Perpres 64/2020. Pasca berlakunya Perpres 64/2020 Fachmi Idris selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan merincikan sebanyak 209.303 peserta kelas I turun ke kelas II, 342.000 peserta kelas I turun ke kelas III dan 1.024.646 peserta kelas II turun ke kelas III.

Terjadinya tren turun kelas ini merupakan salah satu faktor penyebab defisit. Kepala Bidang Kebijakan Sektor Keuangan, Ronald Yusuf menjelaskan apabila penurunan kelas dilakukan oleh mereka yang sehat, yang jarang memakai pelayanan maka akan menambah defisit.

Penetapan iuran pada kelas standar akan sama rata yaitu kisaran Rp.50.000 hingga Rp.75.000 namun, iuran ini belum ditetapkan secara resmi karena masih dalam pertimbangan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Penetapan iuran tunggal ini akan menghapuskan tren turun kelas dan meningkatkan kepatuhan peserta membayar iuran sehingga pemasukan dana BPJS lebih stabil dan dapat mengurangi defisit.

Bagaimana Kesiapan Rumah Sakit Menerapkan Kelas Standar BPJS?

Anggota DJSN, Muttaqien. Melaporkan sebanyak 82% rumah sakit telah siap menerapkan kebijakan kelas standar BPJS tetapi masih memperlukan penyesuaian infrastruktur dalam skala kecil. Berikut adalah hasil laporan yang diperoleh DJSN mengenai kesiapan rumah sakit dalam menerapkan kelas standar BPJS:

  1. 79% rumah sakit perlu penyesuaian kecil
  2. 18% rumah sakit perlu penyusaian sedang-besar
  3. 3% rumah sakit siap menerapkan kelas standar

Melalui laporan tersebut terdapat 79% rumah sakit masih membutuhkan perbaikan dalam skala kecil kemudian terdapat 3% rumah sakit siap menerapkan kelas standar yang apabila ditotalkan terdapat 82% rumah sakit dapat dikatakan siap menerapkan kelas standar BPJS.

Penyesuaian infrastruktur menjadi salah satu kendala 18% rumah sakit masih membutuhkan perbaikan dalam skala sedang hingga besar. Menurut Muttaqien, hal ini terjadi pada rumah sakit tua yang usianya lebih dari 20 tahun sehingga untuk mengubahnya membutuhkan biaya yang cukup besar. Misalnya, dalam pengaturan kamar mandi. Masih banyak rumah sakit yang kamar mandinya berada di luar ruang rawat inap yang akan mempengaruhi jaminan mutu dari kelas standar ini. Begitu juga dengan permasalahan jumlah tempat tidur yang masih beragam di rumah sakit.

Sedangkan menurut Daniel Wibowo, selaku Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) penyesuaian kelas standar bagi rumah sakit akan terpenuhi secara bertahap sehingga pada tahun 2023 rumah sakit belum 100% menerapkan kelas standar dalam pelayanan rawat inap.

Rumah sakit pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi paling sedikit 60% dari seluruh tempat tidur dan rumah sakit swasta harus memenuhi paling sedikit 40% pelayanan rawat inap kelas standar dan sisanya boleh dipakai untuk kelas private bertingkat dari VIP sampai President Suite.

Oleh: Ridania Cahyanegara, Olivia Sri Andayani, Reni Zahara, Dian Safriantini, S.K.M., M.PH

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.