Indonesia merupakan negara dengan suku, budaya, agama, ras, dan budaya yang beragam.
Keberagaman ini melahirkan masyarakat multikultural dengan latar belakang, persepsi, dan keyakinan berbeda.
Hal ini tercipta oleh adat istiadat serta norma dan tata kehidupan yang dianut di masing-masing tanah kelahirannya.
Melalui keberagaman masyarakat, banyak aspek-aspek kehidupan fundamental yang perlu diperhatikan, aspek fundamental ini meliputi pendidikan dan kesehatan.
Urgensi atensi terhadap dua aspek kehidupan tersebut mencakup pentingnya pendidikan sebagai pedoman hidup serta kesehatan sebagai pondasi masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Kesehatan sebagai pilar atas kemampuan individu menjalankan keberfungsian sosialnya menjadi kepentingan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pentingnya kesehatan ini tidak lepas dari peran serta seluruh elemen yang ada di NKRI, baik pemerintah maupun ahli/tenaga kesehatan yang terjun langsung membantu masyarakat mendapatkan hak kesehatannya.
Berbicara mengenai ahli/tenaga kesehatan yang memiliki peran penting dalam hal ini, tidak lepas dari peran sebuah profesi, salah satunya dokter.
Dokter lahir dari penanaman nilai dan ilmu pengetahuan tentang kesehatan.
Namun, terlepas dari itu ada nilai yang sangat krusial untuk mendidik seorang individu agar menjadi Dokter yang adil, bijaksana, dan memiliki jiwa nasionalisme di tengah-tengah masyarakat multikultural, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi yang juga mencetak “calon dokter”.
Fenomena ini sejalan dengan urgensi penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, maka pemerintah mencanangkan peraturan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di dalam batang tubuhnya menguraikan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran/mata kuliah wajib.
Pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan hingga perguruan tinggi karena karakter adalah tujuan utama pendidikan, sehingga diharapkan melalui peraturan ini mahasiswa sebagai generasi emas penerus bangsa dapat menjadi insan yang adil, cerdas, dan bijaksana dalam menyikapi keberagaman di Indonesia.
Begitu pun bagi mahasiswa-mahasiswa yang memfokuskan dirinya untuk mengabdi kepada masyarakat dan negara dalam bidang kesehatan.
Urgensi lain yang menunjukan bahwa pendidikan kewarganegaraan menjadi sangat pokok dalam penciptaan “calon dokter” yang berwawasan multikultural, adil, dan bijaksana adalah tanggung jawab dan tugas dokter yang disumpahkan dapat memberikan bantuan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai suku, ras, dan agama.
Nilai-nilai yang dipraktikan oleh profesi dokter kepada pasien sangat berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti kemanusiaan, persatuan, nasionalisme, dan sebagainya.
Nilai-nilai Pancasila ini bisa diimplementasikan dalam moral dan etika kedokteran dalam memberi pelayanan kepada pasien untuk memberikan pelayanan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu dan diskriminasi.
Pelaksanaan praktik profesi dokter terhadap pasien tersebut tidak akan terwujud tanpa landasan moral yang mumpuni melalui pendidikan kewarganegaraan pada seluruh “calon dokter” yang dididik dan dilatih secara profesional di tingkat perguruan tinggi.
Apa jadinya jika mata kuliah ini dinonaktifkan? Akan terjadi kemungkinan bahwa pasien atas nama rakyat Indonesia akan mengalami ketidakadilan penerimaan hak kesehatan yang disebabkan oleh seorang oknum tenaga kesehatan, yang memberikan pelayanannya tanpa dasar wawasan multikultural dan nasionalisme dalam menghargai keberagaman.
Melalui pernyataan-pernyataan di atas sangat cukup untuk membuktikan bahwa adanya “civic education” menjadi sangat penting bagi penciptaan individu untuk dapat bekerja terhadap kepentingan masyarakat dan negara dengan apik.
Penulis:
1. Nabila Kenyaningtyas Susiawan
2. Diana Aryani Munanggar
3. Kristiana Anggraeni
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News