Menanti BPJS Kesehatan Syariah

Sampai dengan Oktober 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada sebanyak 138 perusahaan asuransi konvensional di Indonesia. Sekitar 54% merupakan asuransi umum, dan sisanya 38% adalah asuransi jiwa. Sedangkan perusahaan asuransi syariah di Indonesia berjumlah 13 perusahaan, sebanyak 7 perusahaan adalah asuransi jiwa dan sisanya asuransi umum. Tapi perkembangan jumlah perusahaan asuransi konvesional di Indonesia dinilai stagnan dan cenderung turun. Karena dibanding tahun 2012, ada sebanyak 140 perusahaan asuransi konvensional yang terdaftar di OJK.

Penyebabnya adalah kesadaran masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi masih tergolong rendah. Seperti dikemukakan pada Insurance Day 2018 yang dilaksanakan di Undip, Semarang, bahwa 8 dari 10 orang di Indonesia tidak terlindung asuransi. Selain itu, produk asuransi di Indonesia umumnya masih menjadi kebutuhan bagi masyarakat kalangan menengah ke atas. Tidak menyentuh bahkan tidak menjadi daya tarik bagi kalangan bawah. Karena premi atau iuran yang dibayarkan masih tergolong mahal. Padahal asuransi terutama jaminan kesehatan merupakan suatu yang penting bagi setiap orang.

Sebagai solusi jaminan kesehatan bagi masyarakat yang lebih luas, maka pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Melalui BPJS Kesehatan, masyarakat mendapat jaminan sosial kesehatan dengan iuran yang murah sekitar Rp. 25.000 sampai Rp. 80.000 per orang. Jauh lebih murah dibanding premi asuransi swasta yang masih di atas Rp. 100.000. Bahkan bagi masyarakat tidak mampu, pemerintah membayarkan atau menjamin iuran tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak mampu tetap mendapatkan pengobatan dan fasilitas kesehatan secara gratis.

Bacaan Lainnya

Namun dalam penyelenggaraannya BPJS Kesehatan masih bersifat konvensional. Seperti dalam pengelolaan aset, ketentuan terkait sanksi pembayaran iuran, dan sebagainya. Padahal kondisi masyarakat Indonesia mayoritas adalah beragama Islam. Maka baiknya pemerintah dapat memfasilitasi jaminan sosial dengan produk yang sesuai syariah atau sesuai ketentuan Islam.

Sebenarnya Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang sesuai syariah. Fatwa DSN MUI Nomor 98 Tahun 2015 mengkritisi aturan-aturan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Beberapa yang tertulis dalam Fatwa DSN MUI Nomor 98 Tahun 2014 di antaranya tentang kejelasan akad dan personalia hukum, tentang iuran dan layanan atau kewajiban dan hak, tentang pengelolaan aset, ketentuan terkait sanksi, penyelesaian perselisihan, dan sebagainya.

Satu contoh tentang penerapan akad yang sesuai syariah, dalam BPJS Kesehatan saat ini iuran yang dibayarkan seluruhnya bersifat menjadi aset BPJS. Sedangkan masyarakat hanya bisa menerima manfaat bila jaminan tersebut digunakan atau bila mereka sakit. Melalui akad yang jelas, produk dapat lebih dikembangkan misalnya iuran dapat dibagi menjadi Shadaqah dan Investasi. Dana Shadaqah dapat digunakan sebagai Ta’awun atau tolong menolong, dan dana investasi dapat kembali sesuai kesepakatan. Dengan begitu, masyarakat yang membayar iuran tetap mendapat manfaat walaupun tidak sakit. Aturan itu juga dapat mendorong ketertarikan masyarakat untuk membayar iuran dengan rutin.

Kemudian tentang penempatan dan pengembangan aset, karena berprinsip syariah maka aset hanya boleh diinvestasikan pada produk-produk keuangan syariah. Dalam investasi tersebut tentu bisnisnya harus halal, tidak mengandung riba, maysir dan gharar. Mengenai sanksi dan penyelesaian perselisihan juga harus dilaksanakan dengan musyawarah. Tidak merugikan dan tidak mengandung keterpaksaan antara kedua belah pihak. Beberapa aturan lain juga masih banyak yang dapat diperbaiki agar sesuai dengan syariah. Misalnya mengenai ketentuan kejasama dengan mitra fasilitas kesehatan (Faskes), program-program yang diselenggarakan, dan sebagainya.

Hadirnya Fatwa DSN MUI Nomor 98 Tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan syariah, tentu membuka peluang hadirnya BPJS Kesehatan yang sesuai syariah. Terlebih saat ini pengelolaan BPJS Kesehatan masih mengalami defisit dari tahun ke tahun. Menurut BPJS Watch (2018), salah satu dampak defisit BPJS Kesehatan adalah tunggakan pembayaran klaim sebesar Rp. 3,1 triliun. Berarti pengelolaan aset dan keuangan dalam BPJS Kesehatan belum stabil. Pemerintah juga belum memiliki solusi atas permasalahan tersebut. Jika BPJS Kesehatan Syariah diterapkan, bukan tidak mungkin dapat memperbaiki pengeloaan BPJS Kesehatan. Bahkan dapat mengatasi defisit yang selama ini terjadi, karena sistem pengelolaan asuransi syariah lebih jelas secara alur dan aturan.

Dikutip dari laman Republika (27/2/2019), kabarnya BPJS Kesehatan telah berkoordinasi dengan MUI terkait penerapan prinsip syariah. Tetapi BPJS Kesehatan menegaskan tidak dapat membuat unit syariah atau mengeluarkan produk jaminan kesehatan syariah. Dikarenakan regulasi BPJS Kesehatan masih diatur oleh perundang-undangan. Kendati demikian, BPJS Kesehatan tetap berusaha untuk menerapkan prinsip syariah. Satu yang telah mulai dijalankan yakni penerapan akad antara peserta dengan BPJS Kesehatan. Dengan diterapkannya akad maka terpenuhilah ijab qabul. Bentuk akad yang digunakan adalah Ta’awun, sehingga skema BPJS Kesehatan berupa tolong-menolong atau bergotong-royong.

Kedepannya, BPJS Kesehatan akan terus menggali dan mengoptimalkan penerapan prinsip syariah. Usaha tersebut merupakan, rekomendasi positif dari MUI. Otoritas Jasa Keungan (OJK) juga mendukung upaya penerapan prinsip syariah pada BPJS Kesehatan. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat muslim Indonesia. Dengan begitu, masyarakat muslim Indonesia tidak perlu ragu lagi menggunakan layanan BPJS Kesehatan.

Syifa Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Indonesia

Baca juga:
HMI Ciputat Gelar Bedah Buku “Hukum Ekonomi Syariah
Program Kartu Sakti Jokowi Perlu Diperbaiki
Darurat Kesehatan

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI