Should I Stay in Toxic Relationship?

Cinta
Ilustrasi: istockphoto

Kita pasti pernah merasakan terkadang kita tidak merasa cocok dengan tipikal orang tertentu atau disebut sebagai toxic relationship dalam hubungan apapun. Pernahkah kamu bertemu dengan orang-orang yang toxic dalam hidup kamu? Toxic people di dalam hubungan toxic.

Pertama, bisa internet relationship, misalnya kita tidak mengenal orang itu tetapi kita mem-follow orang tersebut, saat orang itu meng-uploud sesuatu, kita merasa irritating atau menyakitkan kita, menjadi toxic buat hidup kita, akhirnya internet relationship membuat hidup kita merasa stres sekali.

Kedua, parents relationship. Terkadang orangtua juga tidak jarang menjadi toxic relationship bagi anaknya, bahkan ketika anaknya sudah dewasa. Hubungan antara orangtua dan anak itu bisa berasal dari banyak faktor, bisa jadi dari pola asuh yang diturunkan dari orangtua sebelumnya tetapi tidak sadar bahwa pola tersebut diturunkan kembali terhadap pola asuh anaknya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Begitu banyak contoh toxic relationship yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita. Tetapi toxic relationship ini, biasanya banyak terjadi di kalangan pasangan lawan jenis.

Toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat untuk diri sendiri dan orang lain. Orang yang pernah mengalami hubungan yang merugikan akan merasakan konflik internal. Konflik batin ini dapat menyebabkan kemarahan, depresi, atau kecemasan (Julianto, Cahayani, Sukmawati, & Aji, 2020).

Tak sedikit pasangan yang enggan keluar atau menyelesaikan hubungan yang beracun ini. Korbannya pun banyak yang memilih bertahan dengan berbagai alasan. Jika selalu merasa tidak dicintai ataupun tertekan menjalin hubungan dengan pasangan, maka mungkin kita sedang menjalani toxic relationship.

Beberapa orang menganggap bahwa ada hubungan yang erat dengan hal-hal yang menarik dan romantis, dan tidak ada kekerasan. Namun, beberapa pasangan tidak merasakan hubungan cinta manis dan romantis yang digambarkan dalam film tersebut.

Membangun hubungan yang selaras dengan seseorang membutuhkan keikutsertaan serta simpatik yang besar antar dua pihak. Wajar dan normal apabila suatu hubungan terjadi konflik atau berbeda dalam sesuatu. Meskipun demikian, kondisi seperti ini, akan menyebabkan salah satunya merasa tertekan,  terancam kemudian terpaksa. 

Kondisi seperti ini dapat menjadi indikasi relation yang beracun atau yang sering disebut toxic relationship. Hubungan di mana salah satu pihak merasa tidak didukung, diremehkan, diserang, atau direndahkan ini sering dikenal dengan sebutan toxic relationship.

Bentuk perilaku negatif yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang dapat berupa agresi fisik, psikologis, atau emosional (Nihayah, Pandu Winata, & Yulianti, 2021).

Adanya toxic dapat menyebabkan hubungan interpersonal rusak atau berakhir apabila tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya konflik juga dapat meningkatkan kualitas hubungan bila penanganannya tepat.

Hubungan yang rusak akibat konflik ditandai dengan timbulnya perasaan negatif pada pihak lain, permusuhan, ketidakpuasan, dan rusaknya komunikasi. Jika sudah terjadi hal tersebut maka dalam suatu hubungan tersebut dapat dikatakan sudah tidak sehat lagi.

Lalu, hubungan yang bagaimana yang dapat dikatakan hubungan yang sehat ya?

Pengembangan hubungan interpersonal tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang mendukungnya. Salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan hubungan adalah faktor efektivitas komunikasi interpersonal (Winayanti & Widiasavitri, 2016). Devito menjelaskan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Keterbukaan (openess), yaitu adanya keinginan saling menanggapi informasi yang diterima dalam hubungan interpersonal;
  2. Empati (empathy), merasakan apa yang dirasakan oleh pasangan;
  3. Dukungan (Supportiveness), situasi terbuka dalam mendukung komunikasi agar berjalan efektif;
  4. Rasa positif (positiveness), seseorang memiliki perasaan yang positif dalam dirinya serta sering mendorong orang lain agar lebih aktif dan menciptakan situasi yang kondusif untuk interaksi yang efektif;
  5. Kesetaraan atau kesamaan (equality), sebuah pengakuan bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk dikembangkan.

Kebahagiaan dalam sebuah hubungan tidak akan didapat apabila kedua pasangan tidak mengerti arti hubungan yang sebenarnya. Toxic relationship seperti kekerasan dalam berpacaran termasuk kekerasan personal.

Ada tiga tingkatan kekerasan dalam pacaran, yaitu kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik. Saat salah satu pasangan sudah melakukan salah satu tingkat kekerasan tersebut maka sudah seharusnya hubungan tersebut dilepaskan.

Maka dari itu penting bagi seseorang yang akan menjalin sebuah hubungan untuk menanyakan perihal tujuan hubungan yang akan dijalani.

Harmonis tidaknya sebuah hubungan tergantung dari kondisi hubungan interpersonal pasangan laki-laki dan perempuan, hubungan tersebut dapat terjalin dengan baik melalui komunikasi yang efektif antara pasangan (Dewi, Nyoman Riana, dan Sudhana, 2013).

Hubungan interpersonal merupakan awal dari keharmonisan. Hal ini mengandung arti bahwa keharmonisan akan sulit terwujud tanpa adanya hubungan interpersonal, baik dalam keluarga maupun antar keluarga.

Begitu pula untuk mewujudkan suatu pernikahan yang harmonis akan sulit terwujud tanpa adanya hubungan interpersonal yang baik antara suami dan istri.

Nah, agar suasana hubungan yang baik dapat terwujud diperlukan suasana yang hangat, penuh pengertian, penuh kasih sayang satu dengan lainnya agar dapat menimbulkan suasana yang akrab dan ceria.

Menurut sejumlah psikolog, suatu hubungan yang baik adalah ketika orang-orang dalam hubungan tersebut mempunyai nilai-nilai dasar atau tujuan hidup yang mirip atau sama.

Mereka saling menghormati, saling percaya, mendorong satu sama lain untuk berkembang menjadi versi terbaik bagi masing-masing, semuanya dilakukan tanpa paksaan.

Suatu hubungan sehat ketika orang-orang di dalamnya mempunyai harapan yang realistis terhadap satu sama lain dan mempunyai kontribusi yang seimbang dalam hubungan ini. Mereka bisa menikmati waktu bersama ketika sendiri, meskipun berpasangan, masing-masing masih memegang identitasnya sendiri.

Pasangan dalam hubungan yang sehat akan berlaku lembut dalam ketidaksempurnaan yang kadang-kadang muncul dari masing-masing.

Mereka saling terbuka dan jujur atas kecemasan atau kekhawatiran masing-masing, saling ingin memahami satu sama lain dengan antusias, apa yang disuka, cara melihat dunia, atau apa yang membuat ia merasa hidup.

Semua masalah bisa dibicarakan baik-baik, apapun permasalahan dalam suatu hubungan bisa dibicarakan dan dicarikan jalan terbaiknya. Hubungan adalah kerja keras, pertengkaran itu normal dan jalan yang tidak selalu mulus adalah bagian dari perjalan hidup.

Tetapi, perlu kita ingat dalam suatu hubungan jika lebih banyak situasi negatif daripada positif, jika komunikasi yang manusiawi dan terbuka sudah ditempuh, namun tidak ada kemajuan apapun mungkin sudah saatnya untuk keluar dari hubungan itu. Semua pilihan ada di tangan anda sendiri.

Penulis: Maulida Alfa Sani
Mahasiswa Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, Interdisciplinary Islamic Studies, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

References

Dewi, Nyoman Riana dan Sudhana, H. (2013). Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Pasutri dengan Keharmonisan dalam Pernikahan Nyoman Riana Dewi dan Hilda Sudhana. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1), 22–30.

Julianto, V., Cahayani, R. A., Sukmawati, S., & Aji, E. S. R. (2020). Hubungan antara Harapan dan Harga Diri Terhadap Kebahagiaan pada Orang yang Mengalami Toxic Relationship dengan Kesehatan Psikologis. Jurnal Psikologi Integratif, 8(1), 103. https://doi.org/10.14421/jpsi.v8i1.2016

Nihayah, U., Pandu Winata, A. V., & Yulianti, T. (2021). Penerimaan Diri Korban Toxic Relationship dalam Menumbuhkan Kesehatan Mental. Ghaidan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Dan Kemasyarakatan, 5(2), 48–55. https://doi.org/10.19109/ghaidan.v5i2.10567

Winayanti, R. D., & Widiasavitri, P. N. (2016). Hubungan Antara Trust dengan Konflik Interpersonal Pada Dewasa Awal yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh. Jurnal Psikologi Udayana, 3(1), 10–19. https://doi.org/10.24843/jpu.2016.v03.i01.p02

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI