Silvofishery sebagai Solusi Berbasis Alam dalam Strategi Mitigasi Perubahan Iklim Indonesia

Mangrove Indonesia

Degradasi Ekosistem Mangrove Indonesia

Mangrove memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim, dengan kapasitas menyimpan sekitar 1,023 metrik ton karbon per hektar (Donato et al., 2011). Selain itu, penelitian Mudiarso et al. (2015) mengungkapkan bahwa cadangan karbon di substrat mangrove (below ground) lima kali lebih besar daripada hutan daratan (terestrial).

Kajian oleh Macreadie et al. (2021) dan Arifanti et al. (2022) menyoroti peranan krusial mangrove sebagai solusi alami untuk mitigasi perubahan iklim, terutama untuk menyerap dan menyimpan cadangan karbon. Hal ini juga didasarkan pada hasil kajian Duarte et al. (2013) dan Lovelock et al. (2015) yang menekankan pentingnya perlindungan dan restorasi mangrove sebagai bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim.

Namun, dunia telah kehilangan sekitar 20% tutupan mangrove dari kondisi aslinya terutama sejak tahun 1980-an. Hingga saat ini, mangrove Indonesia tetap menjadi mangrove terbesar di dunia dengan luas area mangrove saat ini adalah 3.364.080 hektar atau 23% dari mangrove global, dimana 49% dari mangrove yang berada di bawah status kawasan yang dilindungi, dan 51% nya berada di area tidak terlindungi (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia/KLHK, 2021).

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, sekitar 81% atau 2.661.282 hektar dari total area adalah area hutan negara, sementara sisanya 19% atau 702.798 hektar adalah status non-hutan. Kehilangan luasan mangrove yang signifikan di Indonesia menyoroti kebutuhan kritis untuk tindakan konservasi dan rehabilitasi untuk melindungi dan memulihkan ekosistem vital ini.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari total area potensial yang dapat direhabilitasi sebesar 756.183 hektar, sebagian besar, yaitu 91%, merupakan area non-hutan yang pada umumnya digunakan untuk tambak udang ataupun ikan.

Berdasarkan data ini, penulis menyarankan pendekatan rehabilitasi mangrove harus holistik, memperhitungkan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pesisir dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Pentingnya mengadopsi praktik akuakultur yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan konservasi mangrove menjadi kunci.

Integrasi mangrove dan tambak atau dikenal dengan istilah silvofishery  tidak hanya mendukung restorasi mangrove tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal, sekaligus meningkatkan ketahanan ekosistem terhadap perubahan iklim.

Oleh karena itu, perlu ada sinergi antara kebijakan pemerintah, pelaksanaan praktek-praktek akuakultur yang bertanggung jawab, dan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam upaya konservasi mangrove. Kondisi ini menyoroti pentingnya tindakan konservasi dan rehabilitasi untuk melindungi dan memulihkan ekosistem mangrove yang vital bagi Indonesia.

Silvofishery

Kehilangan mangrove telah mengakibatkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang signifikan, termasuk peningkatan erosi pantai, penurunan produksi perikanan, dan kapasitas penyerapan karbon yang berkurang (Barbier et al., 2011, Alongi, 2015; Hamilton & Casey, 2016; Duarte et al., 2020).

Untuk mengatasi kehilangan mangrove, pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai program rehabilitasi mangrove sejak 1993, termasuk Proyek Satu Juta Pohon pada tahun 1993 (Kusmana, 2017) dan proyek rehabilitasi mangrove besar yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia pada tahun 2021, dengan target rehabilitasi 600.000 hektar hingga tahun 2024 (KLHK, 2021).

Silvofishery, praktik integrasi pengelolaan hutan mangrove dan budidaya perikanan, memberikan kontribusi penting dalam mitigasi perubahan iklim. Pendekatan ini, yang menggabungkan pelestarian mangrove dengan kegiatan akuakultur, memungkinkan penyerapan karbon yang lebih efektif, sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir.

Keberadaan mangrove dalam sistem silvofishery tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim seperti erosi pantai dan naiknya permukaan air laut.

Silvofishery memberikan kontribusi sebagai solusi berbasis alam untuk mitigasi perubahan iklim dan pencapaian komitmen yang ditetapkan nasional Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia untuk mengurangi emisi nasional sebesar 31,89% dan 43,20%  dalam skenario mitigasi tanpa syarat dan dengan syarat dari skenario Bussiness As Usual (BAU) tahun 2030 (KLHK, 2022) di bawah Persetujuan Paris Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Untuk memenuhi NDCs, Indonesia bertujuan untuk merestorasi 600.000 hektar mangrove hingga tahun 2020 dan tambahan 700.000 hektar hingga tahun 2030 (UNFCCC, 2021). Semua aktivitas pengurangan emisi dari retsorasi mangrove akan berkontribusi sekitar 8% pada target NDC sektor kehutanan pada tahun 2030 (Arifanti et al., 2022).

Dari sisi ekonomi, silvofishery menawarkan manfaat yang beragam bagi masyarakat pesisir. Budidaya perikanan yang berkelanjutan di area mangrove tidak hanya meningkatkan hasil tangkapan tetapi juga membuka peluang ekonomi lain seperti ekowisata.

Model ini menciptakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal, membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam, dan mendukung keberlanjutan jangka panjang. Oleh karena itu, silvofishery merupakan pendekatan yang menguntungkan secara lingkungan dan ekonomi, mengintegrasikan konservasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan pembangunan ekonomi masyarakat pesisir.

Penulis: Ita Sualia
Mahasiswa S3 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Alongi, D. M. (2014). Carbon sequestration in mangrove forests. Carbon management, 5(2), 145-162. https://doi.org/10.4155/cmt.12.20

Arifanti, V. B., Kauffman, J. B., Subarno, Ilman, M., Tosiani, A., & Novita, N. (2022). Contributions of mangrove conservation and restoration to climate change mitigation in Indonesia. Global Change Biology, 00, 1–16. https://doi.org/10.1111/gcb.16216

Barbier, E. B., Hacker, S. D., Kennedy, C., Kock, E. W., Stier, A. C., & Silliman, B. R. (2011). The value of estuarine and coastal ecosystem services. Ecological Monographs, 81(2), 169–193. https://doi.org/10.1890/10-1510.1

Donato, D., Kauffman, J., Murdiyarso, D. et al. Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geosci 4, 293–297 (2011). https://doi.org/10.1038/ngeo1123

Duarte, C. M., Losada, I. J., Hendriks, I. E., Mazarrasa, I., & Marbà, N. (2021). The role of coastal plant communities for climate change mitigation and adaptation. Nature Reviews Earth & Environment, 2(6), 315-326. https://corcovadoazul.com/wp-content/uploads/2020/11/Duarte-et-al.-2013-1.pdf

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. (2021). Updated nationally determined contribution Republic of Indonesia. Ministry of Environment and Forestry Republic of Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. (2022). Siaran Pers Enhanced NDC: Komitmen Indonesia Untuk Makin Berkontribusi Dalam Menjaga Suhu Global 2 Oktober 2022. Nomor: SP.271/HUMAS/PPIP/HMS.3/9/2022. Diakses pada https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6836/enhanced-ndc-komitmen-indonesia-untuk-makin-berkontribusi-dalam-menjaga-suhu-global

Kusmana, C. (2017). Lesson Learned from Mangrove Rehabilitation Program in Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(1), 89-97. http://dx.doi.org/10.19081/jpsl.2017.7.1.89

Lovelock, C., Cahoon, D., Friess, D. et al. The vulnerability of Indo-Pacific mangrove forests to sea-level rise. Nature 526, 559–563 (2015). https://doi.org/10.1038/nature15538

Macreadie, P. I., Costa, M. D. P., Atwood, T. T., Friess, D. A., Kelleway, J. J., Kennedy, H., Lovelock, C. E., Serrano, O., & Duarte, C. M. (2021). Blue carbon as a natural climate solution. Nature Reviews Earth and Environment, 2, 826-839. https://doi.org/10.1038/s43017-021-00224-1

Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. et al. The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nature Clim Change 5, 1089–1092 (2015). https://doi.org/10.1038/nclimate2734

UNFCCC. (2021). Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDC). Retrieved from https://www4.unfccc.int/sites/ndcstaging/PublishedDocuments/Indonesia%20First/INDONESIA%20FIRST%20NDC%20FINAL.pdf

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI