Skandal Korupsi Pertamina: Antara Kepercayaan atau Pengkhianatan

Korupsi Pertamina
Sumber: unsplash.com

PT Pertamina (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang bergerak di bidang minyak dan gas sebagai sektor energi eksplorasi, produksi, distribusi, dan pemasaran.

Didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina memiliki peran vital dalam memenuhi kebutuhan energi dan membantu dalam pembangunan nasional, Pertamina memiliki sejumlah fasilitas kilang minyak, serta melakukan eksplorasi energi di dalam maupun luar negeri dan juga mendukung energi yang terbarukan untuk infrastruktur nasional.

Berperan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina memiliki peran dalam menjaga ketahanan pasokan energi demi keberlanjutan dan keamanan.

Dalam menjalakan perannya, Pertamina harus memiliki tata kelola yang baik dalam sektor energi, yang mana dapat mengolah energi menjadi secara efisien, efektif, dan menjaga ketersediaan kelanjutan energi.

Bacaan Lainnya

Di Indonesia, sektor energi menjadi objek vital yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi negara, menjaga lingkungan, dan menjaga stabilitas sosial masyarakat.

Baca Juga: Sistem Pengendalian Manajemen dalam Perusahaan (BUMN) PT. Pertamina

Dengan peran yang sangat penting inilah perlu tata kelola yang baik untuk meminimalisir pratik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Perlunya tata kelola yang transparantif dan akuntabel demi mencegah kerugian finasial, serta rusaknya kepercayaan masyarakat dan industri menyusul dari akibat pratik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Tata kelola yang baik bukan hanya bersangkut paut ke data yang transparantif, tetapi juga ke pengembangan energi yang terbarukan dan ramah lingkungan dengan cara mengurangi ketergantungan ke energi fosil dan mendukung transisi ke energi yang bersih dan ramah lingkugan.

Pada Senin (24/3/2025) malam, Direktur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menetapkan dan menahan 7 tersangka perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, penyidik Jampidsus telah memeriksa sedikitnya 96 saksi dan 2 ahli terkait kasus korupsi tersebut.

Sebanyak tujuh saksi di antaranya kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Baca Juga: Keputusan Hakim dalam Kasus Korupsi 271 Triliun Harvey Moeis yang dipertanyakan

Berawal dari permintaan pemenuhan pasokan minyak mentah dalam negeri, yang mana pemerintah mewajibkan untuk mengutamakan minyak dari bumi Indonesia sebelum impor ke luar negeri sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan di Dalam Negeri.

Berlanjut dengan bersengkongkol menetapkan harga, Qohar mengatakan para tersangka sepakat menetapkan harga untuk mendapatkan keuntungan, melawan hukum dan merugikan negara.

“Sehingga, seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara mengondisikan pemenangan DMUT atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan,” ucap Qohar.

Total kerugian yang didapatkan oleh negara berkisar Rp193,7 triliun.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, menjadi salah satu tersangka dalam pratik korupsi ini bersama Yoki Firnandi yang merupakan pejabat di PT Pertamina International Shipping.

Baca Juga: 7 Cara Memberantas Korupsi di Indonesia Berdasarkan Data dan Penelitian

Dengan penetapan tersangka ini, membuat respons ketidakpercayaan masyarakat terhadap pihak pertamina dan menuai berbagai komentar negatif.

“Pantesan aja Pertamina bilangnya rugi terus ternyata ada pemain. Pantesan aja pihak kompetitor tidak diizankan menjual lebih murah minyaknya karena nanti kehilangan konsumen. Pantesan aja lebih bagus kualitas minyak sebelah, ternyata pejabat dari atasanya yg bermain,” ujar @ranyosli di platform media sosial X.

Dengan terjadinya pratik korupsi ini, menunjukkan pengkhiatan terhadap negara dan rakyat yang mana pada dasarnya Pertamina sejatinya hadir sebagai penjamin pemasokan cadangan energi dan stabilitas masyarakat serta membangun perekonomian negara, bukan sebagai pihak yang bermain dengan kekuasaannya dan mengambil keuntungan secara pribadi dan bahkan merugikan masyarakat dan negara.

Hal ini tidak akan terungkap jika tidak ada transparansi dan akutabilitas dalam tata kelola Pertamina, perlu pengawasan lebih dalam menjalankan amanat sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Baca Juga: Dinasti Politik di Indonesia: Ancaman Korupsi dan Ketimpangan Demokrasi

Pemerintah harus lebih teliti dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan sinergiritas yang mapan dan hebat antarlembaga.

Perlu juga peran masyarakat dalam melakukan pengawasan di lapangan dan berani melaporkan suatu hal yang kiranya tidak sesuai dengan prosedurnya.

Dan yang mana awalnya PT Pertamina menjadi suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipercaya oleh rakyat dan pemerintah dalam mengatur masalah energi minyak dan gas kini menjadi pengkhianat dalam menjalankan amanatnya.

 

Penulis: Akbar Mujadid Nusantara
Mahasiswa Prodi Hukum, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Aktif Juga di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses