Suami dan Istri Sebagai Mitra dalam Berumah Tangga

suami dan istri sebagai mitra

Memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis, tenteram dan bahagia tentunya menjadi dambaan setiap pasangan. Dalam Islam, laki-laki menjadi mitra bagi istri dan istri menjadi mitra bagi suami.

Hal ini memiliki makna bahwasannya laki-laki dan perempuan adalah sama dan saling membutuhkan dalam segala hal terutama pekerjaan rumah tangga.

Hak dan kewajiban merupakan dua hal yang memiliki keterikatan. Di mana ada hak maka disitu ada kewajiban. Adanya hak dan kewajiban menjadi urgensi penting dalam mengatasi adanya ketidakadilan dalam berumah tangga antara suami maupun istri.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Pernikahan menjadi Solusi di Kala Kebimbangan Menerpa

Hak merupakan kewenangan seseorang yang harus dipenuhi dan telah melekat sejak lahir. Sedangkan kewajiban merupakan tanggung jawab seseorang yang harus dilakukan demi tercapainya suatu hak.

Urgensi adanya hak dan kewajiban guna meminimalisir adanya penyimpangan yang terjadi dalam hubungan suami dan istri. seperti adanya tindakan kekerasan yang dilakukan suami kepada istri ataupun istri kepada suami.

Namun adanya tindakan kekerasan lebih dominan dilakukan oleh pihak suami kepada istri baik kekerasan secara fisik, kekerasan secara pshikis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, dan kekerasan sosial-budaya (Yusdani : 2015).

Hal ini dibuktikan oleh data Komnas Perempuan yang menyatakan bahwa sepanjang tahun 2004 hingga 2021 terdapat 544.452 kasus kekerasan yang terjadi pada istri dan juga anak-anak.

Melihat adanya tindakan kekerasan yang kerap kali terjadi dalam kehidupan berumah tangga, maka tidak heran munculnya keinginan untuk bebas dari pihak wanita akibat tekanan dari pihak laki-laki.

Baca juga: Pembentukan Karakter bagi Remaja untuk Menghindari Pernikahan Dini, Kekerasan, dan Seks Bebas

Belajar dari sejarah peradaban kaum wanita pada masanya. Peradaban Yunani, Arab, China, India, Eropa dan Romawi para wanita diperlakukan begitu subordinasi dan marginalisasi. Pada peradaban Yunani, kaum wanita dibagi menjadi dua bagian yakni wanita dari kalangan elit dan wanita dari kalangan bawah.

Wanita-wanita dari kalangan elit diperlakukan seperti tahanan, mereka tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas tanpa izin dari ayah maupun suami mereka, mereka dikurung dan diperlakukan dengan penuh tekanan.

Adapun wanita dari kalangan bawah, mereka diperlakukan tidak manusiawi, para kaum wanita dari kalangan bawah dijadikan sebagai komoditi diperjual belikan oleh para ayah maupun suami-suami mereka sendiri dan dijadikan sebagai pemuas nafsu kaum pria.

Tidak berbeda jauh dengan peradaban Yunani, dalam peradaban Romawi kaum wanita berada pada kekuasaan para suami, mereka dapat diperjual belikan bahkan dapat dijadikan budak bagi anak-anak mereka sendiri.

Di zaman sekarang kasus kekerasan dalam berumah tangga diakibatkan karena sikap patriarki yang terlalu mendominasi sehingga memberikan tekanan yang berat bagi kaum wanita.

Adanya sikap patriarki menjadikan wanita berada pada posisi subordinasi, marginalisasi, penindasan hinggan violence atau penyimpangan baik secara mental maupun fisik. Adapun sifat patriarki menjadi salah satu faktor adanya gerakan feminisme yang menuntut kesetaraan dan juga kebebasan bagi kaum wanita.

Baca juga: Ketika Suami Tak Berperan sebagaimana Mestinya

Melihat hal tersebut, Islam kemudian hadir untuk mendamaikan situasi tegang antar kaum pria maupun kaum wanita terkait fitrah dan tanggung jawab keduanya dengan menempatkan hak dan kewajiban bagi suami maupun istri khususnya dalam berumah tangga.

Bagaimana hak suami terhadap istri?

  1. Memberikan nafkah baik sandang maupun pangan. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 233 yang artinya “…Dan bagi kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
  2. Menggauli istri dengan cara yang baik. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S.an-Nisa ayat 19.
  3. Menjaga istri dari dosa. Di mana seorang suami hendaknya senantiasa membimbing serta menjaga istrinya dari perkara yang tidak diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala. Apabila istri berbuat hal yang buruk maka suatu kewajiban seorang suami untuk meluruskan hal tersebut. Adapun seorang suami senantiasa menyayangi serta mencintai istrinya dengan lemah lembut.

Lalu, bagaimana hak istri terhadap suami?

  1. Patut dan taat kepada suami. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah yang artinya “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah…” (QS. An-Nisa: 34)
  2. Senantiasa menjaga diri ketika suami tidak ada bersamanya. Hal ini sebagaimana yang disbeutkan dalam ayat point pertama.
  3. Seorang istri wajib mengikuti suaminya. Maksudnya, seorang istri wajib bertempat tinggal di rumah suaminya dimanapun suaminya tinggal.

Itulah beberapa point terkait hak san kewajiban suami dan juga istri antar keduanya. Adapun hak dan kewajiban terkait urusan pekerjaan rumah tangga masih terlihat ambigu bagi sebagaian pasangan dalam berumah tangga.

Pekerjaan domestik yang lebih dipusatkan bagi kaum wanita nyatanya memberikan tekanan yang berat bagi sebagian kaum wanita. Lantas apakah benar, pekerjaan domestik adalah pekerjaan wajib seorang wanita dan bukan pekerjaan laki-laki? Jawabannya adalah TIDAK.

Suami dan istri keduanya menjadi mitra antar sesama dalam menjalankan pekerjaan rumah bahkan dalam hal merawat dan mendidik anak juga peran ayah sangat penting.

Seorang istri memiliki fitrah yang memang tidak dimiliki oleh seorang laki-laki yakni Mengandung, melahirkan dan menyusui. Terlepas dari ketiga hal tersebut, para suami memiliki kewajiban yang sama dengan istri dalam pekerjaan rumah tangga dan juga merawat anak bersama-sama.

Apabila istri sedang menyusui anak dan pekerjaan rumah seperti mencuci, mengepel, menyapu tidak sempat dikerjaan istri, maka seorang suami yang bijak akan mengambil alih pekerjaan tersebut guna meminimalisir beban istrinya begitu pula dengan seorang istri

Apabila seorang suami pulang bekerja dalam keadaan lelah dan letih, maka sebagai seorang istri yang bijak akan menyambut serta menjamu suaminya dengan baik seperti memasak untuk suaminya, memijat suaminya dan lain sebagainya.

Apabila suami dan istri menjadikan hubungan diantara keduanya sebagai mitra, mau menerima kekurangan diantaranya keduanya dan saling melengkapi, memiliki tujuan bersama serta memahami hakikat suami maupun istri dengan baik, maka rumah tangga yang di bangun akan kokoh dan membawa lebih banyak keberkahan bagi keduanya hinggan keturunannya.

Maka perlu diperhatikan bagi setiap pasangan yang hendak berumah tangga, bahwa hubungan suami istri bukan hanya sekedar sebagai pemenuhan hak seksualitas, akan tetapi membangun mitra diantara keduanya.

Tim Penulis:

1. Jalimah Zulfah Latuconsina
Mahasiswa Ahwal Al Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI