Swasembada Gula, Impian atau Kenyataan?

Pangan
Swasembada Gula.

Pada tahun 2023, produksi gula mencapai kurang lebih 2,4 juta ton, jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi yang mencapai 3,21 juta ton pada periode yang sama. Kekurangan produksi menyebabkan pasokan gula tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga industri terpaksa melakukan impor.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir 2022, Indonesia mengimpor gula sebanyak 6 juta ton. Data menunjukkan bahwa 17 negara berbeda, termasuk Thailand yang menyumbangkan 40,26% dari total impor gula ke Indonesia, bersama dengan India, Brazil, dan Australia.

Impor gula Indonesia telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Menurut laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), dengan pertumbuhan populasi yang terus meningkat, dan tingkat konsumsi yang tinggi, permintaan terhadap gula diproyeksikan akan terus meningkat.

Bacaan Lainnya
DONASI

USDA mencatat bahwa Indonesia saat ini merupakan konsumen gula terbesar keenam di dunia, dengan konsumsi mencapai 7,8 juta metrik ton pada tahun 2022 untuk keperluan konsumsi dan industri. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengimpor gula terbesar di dunia.

India merupakan negara dengan konsumsi gula tertinggi di dunia pada tahun 2022, mengonsumsi sebanyak 29,5 juta metrik ton, diikuti oleh Uni Eropa dan Tiongkok dengan konsumsi masing-masing 17 juta metrik ton dan 15,5 juta metrik ton pada periode yang sama.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah Indonesia telah mengimpor 4.6 juta ton gula pada tahun tersebut. Rincian impor meliputi 991 ribu ton gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi langsung, 3,6 juta ton gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman, serta 50 ribu ton gula untuk kebutuhan khusus.

Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin, mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia memiliki lahan perkebunan tebu yang luas, produktivitas tebu yang dihasilkan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri gula di dalam negeri.

Konsumsi gula nasional selama 5 tahun terakhir selalu melebihi produksi dalam negeri, sehingga impor gula menjadi solusi untuk menutup defisit tersebut.

Ma’ruf Amin juga menyoroti beberapa masalah terkait kebijakan impor gula, termasuk kebocoran gula rafinasi impor yang seharusnya ditujukan untuk industri namun masuk ke pasar konsumen umum. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para petani tebu karena dampaknya terhadap harga dan pasokan gula dalam negeri.

Meskipun luas lahan perkebunan tebu selama dekade terakhir terus meningkat, produktivitasnya belum mencapai tingkat yang diharapkan. Penyebab utamanya adalah kurangnya penerapan teknologi di perkebunan tebu, masalah ketersediaan tenaga kerja, serta faktor-faktor iklim yang mempengaruhi.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, luas lahan perkebunan tebu terus meningkat dalam 10 tahun terakhir, mencapai 505 ribu hektar pada 2023. Meskipun luas lahan perkebunan meningkat, yang seharusnya menghasilkan peningkatan jumlah tanaman yang dipanen untuk produksi, kenyataannya produksi gula malah menurun.

Hal ini juga tercermin dalam tingkat produktivitas yang mengalami penurunan. Menurut proyeksi NSS (National Sugar Submit) pada akhir 2023, produktivitas per hektar perkebunan diperkirakan hanya akan mencapai 61,5 ton gula, angka terendah dalam satu dekade.

Baca Juga: Apakah Indonesia Akan Menghadapi Krisis Pangan?

Permasalahan utama terkait penurunan produktivitas ini berasal terutama dari sektor perkebunan itu sendiri. Salah satu tantangan yang signifikan adalah ketergantungan pada kondisi iklim. Gula merupakan salah satu komoditas yang sangat dipengaruhi oleh iklim.

Peristiwa iklim seperti El Nino yang berkepanjangan dapat mengganggu masa panen tebu dan berdampak pada ketersediaan stok gula di dalam negeri. Selain itu, mayoritas pabrik gula di Indonesia juga sudah tua. Penerapan teknologi yang efektif di industri gula, mulai dari perkebunan tebu hingga pabrik pengolahan, juga belum optimal.

Masalah ini diperparah oleh banyaknya pabrik gula di Indonesia yang usianya sudah tua. Pada tahun 2023, misalnya, dari total 45 pabrik gula milik BUMN yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), mayoritas pabrik tersebut sudah berusia di atas 100 tahun.

Karena itu, diperlukan intervensi dari pemerintah untuk melakukan revitalisasi pabrik gula dan penggilingan tebu. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat produktivitas agar Indonesia dapat mendekati swasembada pangan, terutama dalam hal produksi gula.

Swasembada gula di Indonesia tampaknya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tercapai. Hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi gula yang tinggi, yang membuat Indonesia tetap berada di peringkat enam teratas secara global dalam konsumsi gula.

Selain itu harga gula di Indonesia masih tergolong tinggi, padahal impor gula untuk kebutuhan nasional sudah dilakukan. Harga gula di Indonesia sering mengalami fluktuasi dikarenakan rendahnya produksi gula domestik, pertumbuhan penduduk yang cepat, dan peningkatan permintaan gula.

Ketidakstabilan harga gula di Indonesia selama krisis terutama disebabkan oleh ketergantungan yang tinggi pada pasokan gula dari luar negeri, sehingga harga gula di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh harga gula internasional.

Menurut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, ID Food, produksi gula dalam negeri saat ini maksimal hanya mencapai 2,4 juta ton, yang jauh di bawah kebutuhan sebesar 7 juta ton. Defisitnya mencapai 4,6 juta ton yang signifikan.

Untuk mencapai swasembada gula nasional, Direktur Perbenihan Perkebunan, Gunawan, menyatakan bahwa pemerintah telah menyusun rencana strategis.

Rencana ini mencakup beberapa langkah penting, seperti meningkatkan produktivitas tebu hingga 93 ton per hektar melalui peningkatan praktik agrikultur, memperluas area perkebunan tebu baru sebesar 700.000 hektar, serta meningkatkan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2%.

Baca Juga: Pemuda dalam Bingkai Ketahanan Nasional

Dalam menghadapi defisit gula yang besar ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Sarmuji, mendorong pemerintah untuk segera mengembangkan varietas tebu yang lebih unggul serta meningkatkan produksi gula secara keseluruhan.

Selain itu, perbaikan tata kelola pertanian tebu juga menjadi fokus untuk mendukung pencapaian target swasembada gula pada tahun 2028. Saat ini terdapat beberapa tantangan dalam mencapai swasembada gula, baik dari segi on-farm maupun off-farm.

Permasalahan utama di sisi on-farm adalah menurunnya kualitas pertanian tebu dan ketersediaan bibit yang tidak sebaik sebelumnya. Di sisi off-farm, Komisi VI juga menekankan perlunya perbaikan fasilitas pabrik gula untuk mendukung peningkatan produksi gula secara efisien.

Oleh karena itu, praktik tersebut dalam jangka panjang menyebabkan penurunan produksi. Karena itu, sangat penting untuk dilakukan pembinaan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN), terutama di pabrik gula, tentang cara menanam tebu dengan hasil yang baik serta menggunakan varietas yang unggul.

Untuk mencapai swasembada gula, diperlukan penambahan lahan terutama di sekitar pabrik-pabrik gula yang sebagian besar berlokasi di pulau Jawa.

Namun, sangat disayangkan jika hambatan terkait lahan tidak diatasi, karena upaya meningkatkan produksi akan sulit terealisasi. Oleh karena itu, disarankan agar pihak terkait mengembangkan satu area produksi besar dengan menggunakan teknologi canggih.

Presiden Joko Widodo sendiri juga menetapkan target swasembada gula melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 yang membahas percepatan swasembada gula nasional serta penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati.

Hal tersebut untuk mencapai swasembada gula nasional demi menjamin ketahanan pangan, ketersediaan bahan baku dan bahan baku industri, meningkatkan kesejahteraan petani tebu, serta memperkuat ketahanan energi dan penggunaan energi bersih.

Saat ini, pemerintah berusaha meningkatkan produktivitas tebu menjadi 93 ton per hektar melalui perbaikan praktik agrikultur, termasuk pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan proses tebang muat angkut.

Upaya lain yang dilakukan untuk mewujudkan swasembada di antaranya memfasilitasi ketersediaan lahan yang cocok untuk tanaman tebu. Kemudian melakukan mengkoordinasikan penyelesaian administrasi pertanahan atas tanah yang diperoleh melalui pelepasan kawasan hutan dan/atau pengadaan tanah.

Selanjutnya, membantu pelaku usaha dalam memenuhi persyaratan dasar dan perizinan usaha untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan perkebunan tebu yang terintegrasi dengan industri.

Baca Juga: Harapan Besar untuk Industri Makanan di Indonesia bagi Rakyat Indonesia

Memfasilitasi pemberian fasilitas investasi yang diperlukan oleh pelaku usaha untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan perkebunan tebu yang terintegrasi dengan industri, beserta sarana dan prasarananya.

Melakukan koordinasi dan sinergi antara kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah untuk mempercepat pemberian perizinan usaha dan fasilitas investasi yang dibutuhkan oleh pelaku usaha untuk pengembangan perkebunan tebu yang terintegrasi dengan industri serta sarana dan prasarananya.

Membantu kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, dan pelaku usaha dalam memberdayakan masyarakat lokal di sekitar lokasi perkebunan tebu yang terintegrasi dengan industri.

Penulis: Cahyono Abdi Wibowo
Mahasiswa Magister Agribisnis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.