Tidak Ada yang Dapat Menandingi-Nya

Allah

“Dia satu-satunya dan tak terhingga. Tidak salah kalau kamu menyebutnya Tuhan. Apa lagi namanya kalau bukan itu?”

Simetri: “Sempurna”

“Cantik, seimbang sempurna. Beginilah seharusnya segalanya,” ujar Thanos, menganggap bahwa keseimbangan adalah bentuk tertinggi dari harmoni. Meskipun tujuannya tampak mulia—mengembalikan keseimbangan semesta—caranya tentu menimbulkan perdebatan moral. Namun ada satu hal yang ia lupakan: kesempurnaan mutlak bukan milik dunia, melainkan hanya milik Tuhan.

Bahkan sains pun mendukung pandangan ini. Profesor Michio Kaku menyatakan, “Jika hukum-hukum alam terlalu sempurna, kehidupan tidak akan pernah ada.” Gangsing yang terus berputar tanpa cacat hanyalah ilusi. Pada kenyataannya, ketidakseimbangan sekecil apa pun akan membuatnya melambat dan akhirnya jatuh. Dari situlah realitas muncul—dari ketidaksempurnaan.

Simetri, dalam pandangan ilmiah, bukanlah bentuk akhir dari kesempurnaan, melainkan fragmennya. Seperti sepasang sayap kupu-kupu yang indah karena keseimbangannya, kita mengenali bentuk sempurna dari potongan yang saling melengkapi. Emmy Noether, seorang matematikawan jenius, menunjukkan bahwa hukum-hukum fisika seperti kekekalan energi hanyalah akibat dari simetri itu sendiri. Maka semakin dalam ilmuwan menyelami hukum alam, semakin mereka sadar bahwa semuanya mengikuti simetri yang sama. Peter Higgs berkata, “Hukum-hukum ini ditentukan oleh simetri.” Dan akhirnya, seperti kata S. James Gates, Jr., “Kita ada karena alam tidak punya pilihan lain.”

Bacaan Lainnya

Singularitas: “Tunggal”

Sebelum alam semesta lahir, tidak ada apa-apa. Lalu terjadilah ledakan besar—Big Bang. Sebuah teori yang bahkan diakui oleh Stephen Hawking sebagai titik awal segala sesuatu, sekaligus menandakan adanya Sang Pencipta. Edwin Hubble, dengan teleskopnya, pertama kali menyadari bahwa semesta ini mengembang, dan bahwa semua galaksi saling menjauh. Fenomena ini diperkuat oleh penemuan red shift dan radiasi kosmik (CMB), jejak dari Big Bang itu sendiri.

Namun, Big Bang bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan awal dari ruang dan waktu itu sendiri. Maka, jika ditarik mundur, segalanya bermula dari satu titik yang disebut singularitas—sebuah kondisi di mana hukum fisika tidak lagi berlaku. Dalam sains, singularitas berarti “ketakberhinggaan” atau “ketidakterdefinisian”. Bukan berarti tidak ada, tapi berada di luar jangkauan akal dan logika manusia. Dalam matematika, ini sepadan dengan membagi satu dengan nol. Tak bisa dijelaskan, tapi hasilnya: infinity.

Infinity: “Tak Terhingga”

Infinity Stones mungkin fiktif, tapi di dunia nyata ada empat kekuatan fundamental yang mengatur semesta: gravitasi, elektromagnetik, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah. Fisika modern membaginya ke dalam dua teori besar: relativitas umum untuk yang besar, dan mekanika kuantum untuk yang sangat kecil. Dua teori ini begitu berbeda, namun Hawking mencoba menyatukannya dalam satu teori tunggal—Theory of Everything. Sebuah pencarian untuk memahami semuanya, bahkan pikiran Tuhan.

Sayangnya, teori itu belum ditemukan. Bahkan Hawking sendiri akhirnya mengaku ragu akan keberadaannya. Salah satu yang paling membingungkan adalah fisika kuantum. Di dunia subatomik, ketidakpastian adalah hukum. Kita tak bisa memprediksi posisi dan kecepatan partikel secara bersamaan. Einstein tak bisa menerimanya, mengatakan “Tuhan tidak bermain dadu.” Namun Hawking menjawab, “Tuhan bukan hanya bermain dadu, tapi kadang melemparkannya ke tempat yang tak bisa kita lihat.”

Endgame

Apa akhir dari semua ini? Apakah kekuatan dan kepintaran adalah jawaban? Thanos dan Tony Stark, dua tokoh dengan kekuatan besar, sama-sama menyadari bahwa kemampuan itu bisa menjadi kutukan. Alam sendiri membatasi kesempurnaan—bukan karena lemah, tapi karena tunduk pada sesuatu yang lebih tinggi. Jika kita merasa pintar, ingatlah: bahkan partikel terkecil pun tak mampu kita pahami sepenuhnya.

Akal bukanlah alat untuk mengetahui segalanya, tapi untuk mengakui bahwa ada Yang Maha Tahu. Dia yang Sempurna. Dia yang Esa. Dia yang Tak Terhingga.

“Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”

(QS. al-Ikhlas : 4)

Penulis: Ayudya Dimas Rizky Utama
Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dosen Pengampu: Drs. Priyono, M.Si.

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses