Tradisi Menugal Suku Dayak di Kalimantan Tengah

Tradisi Menugal Suku Dayak
Tradisi Menugal Suku Dayak (Sumber: kompasiana.com)

Tradisi menugal adalah salah satu kegiatan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah yang berkaitan dengan bercocok tanam, khususnya dalam menanam padi.

Kegiatan ini dilakukan secara turun-temurun dan mencerminkan nilai-nilai sosial yang sangat kental, seperti gotong-royong, kebersamaan, dan saling membantu. Tradisi menugal tidak hanya melibatkan aspek pertanian, tetapi juga menjadi wadah untuk mempererat hubungan antar keluarga, serta menjaga kelestarian lingkungan sekitar.


Proses Menugal: Teknik dan Pembagian Tugas

Menugal adalah kegiatan yang dilakukan untuk membuat lubang di tanah sebagai tempat menanam bibit padi. Dalam tradisi ini, masyarakat Dayak menggunakan alat sederhana berupa kayu silinder atau tongkat yang ujungnya diruncingkan.

Tongkat tersebut digunakan untuk memukul tanah hingga membentuk lubang-lubang kecil yang akan diisi dengan bibit padi. Pekerjaan ini dilakukan secara manual dengan tenaga fisik yang cukup besar, dan sangat bergantung pada kerjasama antara anggota masyarakat.

Bacaan Lainnya

Dalam pelaksanaan menugal, ada pembagian tugas yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki bertugas untuk membuat lubang-lubang di tanah, sementara kaum perempuan memiliki tugas untuk menaburkan benih pada lubang yang telah dibuat.

Pembagian tugas ini tidak hanya mencerminkan adanya spesialisasi dalam pekerjaan, tetapi juga menunjukkan pentingnya kerjasama antar gender dalam kehidupan sosial masyarakat Dayak. Dalam konteks ini, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan pertanian mereka.

 

Waktu Pelaksanaan dan Persiapan Lahan

Proses menugal biasanya dilakukan pada bulan Oktober hingga November, setelah musim hujan tiba. Pada waktu ini, tanah cukup lembab, sehingga memudahkan untuk membuat lubang dan menanam bibit padi. Sebelum kegiatan menugal dimulai, masyarakat Dayak terlebih dahulu membuka lahan yang akan dijadikan ladang.

Biasanya, mereka membuka lahan belukar yang sudah lama tidak dipergunakan dengan cara menebas atau membakar semak-semak tersebut. Proses pembakaran dilakukan dengan hati-hati, dan masyarakat Dayak memiliki prosedur yang sangat ketat untuk memastikan bahwa api yang digunakan tidak menyebar ke lahan lain atau hutan sekitar.

Pembakaran lahan ini sebenarnya merupakan bagian dari tradisi pertanian mereka yang dikenal dengan istilah tabela. Tabela adalah metode pembakaran lahan yang telah dipraktikkan oleh suku Dayak selama berabad-abad.

Tabela memiliki tujuan untuk membersihkan lahan dari semak belukar dan mengembalikan unsur hara tanah agar lebih subur. Pembakaran lahan ini juga memberikan peluang bagi tanaman baru untuk tumbuh, karena abu hasil pembakaran akan memberikan nutrisi tambahan bagi tanah.

Namun, masyarakat Dayak sangat berhati-hati dalam melakukan tabela. Mereka mengikuti aturan yang ketat mengenai jarak aman antara api dan semak-semak lain agar api tidak menjalar keluar kendali.

Dalam pelaksanaannya, mereka sering bekerja bersama-sama dalam kelompok untuk memastikan agar pembakaran berjalan lancar dan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Hal ini mencerminkan kearifan lokal masyarakat Dayak dalam mengelola sumber daya alam mereka dengan bijaksana.

Handep: Gotong Royong dalam Tradisi Menugal

Menugal bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh satu keluarga saja. Untuk menyelesaikan seluruh proses menugal, dibutuhkan banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, tradisi Handep menjadi bagian integral dalam pelaksanaan menugal.

Handep merupakan sistem gotong-royong atau saling membantu antar keluarga dalam masyarakat Dayak. Jika keluarga A membantu keluarga B dalam proses menugal pada minggu pertama, maka pada minggu berikutnya, keluarga B diharapkan untuk membalas bantuan tersebut dengan membantu keluarga A. Hal ini menciptakan hubungan saling ketergantungan yang mempererat ikatan sosial antar keluarga dan uuantar individu dalam komunitas.

Tradisi Handep juga memiliki tujuan untuk memastikan bahwa pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang singkat. Selain itu, melalui Handep, masyarakat Dayak menjaga hubungan kekeluargaan yang erat dan saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari.

Sistem ini sangat efektif dalam mengatasi keterbatasan sumber daya manusia, karena setiap keluarga saling bergantung satu sama lain untuk kelancaran kegiatan pertanian mereka.

Melalui tradisi ini, nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong semakin dikuatkan. Dalam budaya Dayak, kerja sama bukan hanya sekadar membantu menyelesaikan pekerjaan, tetapi juga sebagai sarana untuk mempererat hubungan sosial dan menjaga keharmonisan dalam komunitas.

Baca juga: Mengenal Sedekah Bumi: Tradisi Rasa Syukur yang Menjaga Warisan Budaya dan Alam

Hasil Panen dan Pembagian Hasil

Setelah melalui proses menugal dan perawatan selama sekitar enam bulan, padi yang ditanam akhirnya akan siap untuk dipanen. Pada masa panen, hasil padi akan dibagikan kepada keluarga terdekat, saudara, dan kerabat sebagai bentuk rasa syukur atas kelimpahan hasil bumi yang didapat.

Pembagian hasil panen ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan wujud dari rasa kebersamaan dan saling berbagi dalam masyarakat Dayak. Sebagian dari hasil panen ini akan digunakan untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, sedangkan sebagian lainnya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Pentingnya tradisi pembagian hasil ini juga mencerminkan prinsip kelestarian sosial, di mana kesejahteraan tidak hanya diperoleh oleh individu atau keluarga tertentu, tetapi juga dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan. Melalui tradisi ini, hubungan antar keluarga semakin erat, dan solidaritas dalam masyarakat tetap terjaga.

 

Simpulan

Tradisi menugal suku Dayak di Kalimantan Tengah bukan hanya sekadar kegiatan bercocok tanam, tetapi juga bagian dari kehidupan sosial yang mempererat hubungan antar keluarga dan komunitas.

Melalui pembagian tugas yang jelas antara laki-laki dan perempuan, serta sistem Handep yang mendukung kerjasama antar keluarga, masyarakat Dayak dapat mengatasi tantangan dalam pertanian secara lebih efisien dan efektif.

Di sisi lain, melalui metode tabela, mereka menunjukkan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Secara keseluruhan, tradisi menugal suku Dayak bukan hanya tentang produksi pangan, tetapi juga tentang menjaga kebersamaan, memperkuat ikatan sosial, dan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, tradisi ini tetap relevan dan penting dalam kehidupan masyarakat
Dayak hingga saat ini.

 

Penulis: Muhamad Arif Wicaksono
Mahasiswa Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses