Mens sana in corpore sano—dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ungkapan Latin ini, meskipun klasik, kini mendapatkan makna baru dalam dunia pendidikan modern.
Berdasarkan sumber dari sebuah Buku Approaches to Learning tentang bab pembahasan “The Learning Body”, mengajak kita meninjau ulang keyakinan lama bahwa belajar adalah urusan otak semata.
Belajar Bukan Hanya Urusan Otak
Dalam dunia pendidikan yang sering kali menekankan aspek kognitif, sebuah paradigma baru perlahan mengemukan bahwa tubuh bukan hanya alat transportasi otak, tetapi aktor aktif dalam proses belajar.
Gagasan ini diangkat secara menyeluruh pada pentingnya pendekatan holistik yang menggabungkan pikiran dan tubuh dalam proses dan pengalaman belajar.
Aktivitas fisik ringan sebelum pelajaran, seperti senam singkat, ternyata meningkatkan aliran darah ke otak, mempercepat pemrosesan informasi, dan membuat siswa lebih siap belajar.
Penelitian dari beberapa studi ilmiah terbaru tahun 2024–2025 di negara Eropa dan Asia, seperti, Spanyol, Polandia dan Tiongkok menunjukkan bahwa aktivitas fisik tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga dapat meningkatkan fungsi otak secara baik—mulai dari peningkatan neuroplastisitas, fungsi prefrontal cortex, hingga perubahan epigenetik.
Temuan-temuan tersebut memperkuat pemahaman bahwa aktivitas fisik bukan hanya pada urusan jasmani, tetapi juga memainkan peran penting dalam merangsang otak yang adaptif, yaitu otak yang mampu membentuk ulang strukturnya, memperkuat koneksi antar sel, dan meningkatkan kapasitas kognitif (otak) melalui stimulasi berkelanjutan.
Lalu, apa saja strategi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan otak yang adaptif dan mendukung tubuh yang aktif dalam konteks kesehatan mental dan fisik?
Otak yang Adaptif, Tubuh yang Aktif
Struktur otak tidak statis. Struktur otak terdiri dari cerebrum, cerebellum, dan batang otak, serta spesialisasi lobus (frontal, parietal, temporal, oksipital, insula).
Meski ada kecenderungan pemisahan fungsi antara otak kiri dan kanan (kiri: logika, kanan: holistik), penelitian modern menunjukkan bahwa otak bekerja secara bersamaan dan memiliki plastisitas yakni kemampuan beradaptasi dan mengubah fungsi antar bagian.
Otak dapat beradaptasi, berkembang, bahkan pulih dari kerusakan lewat latihan fisik dan mental yang berkelanjutan.
Adapun strategi untuk mengembangkan otak yang adaptif dan mendukung tubuh yang aktif dalam konteks kesehatan mental dan fisik melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek kognitif, emosional, dan gaya hidup, antara lain; membaca dan menulis, pola makan sehat dan tidur yang cukup, olahraga yang teratur, serta mindfulness dan meditasi
Sejarah Tubuh dalam Pendidikan
Historisnya, selama tiga abad, dalam tradisi pendidikan Barat, lebih ditekankan pada aspek intelektual daripada fisik. Hal ini dikarenakan pendidikan Barat dipengaruhi oleh filsafat dualisme Cartesian di Eropa yang memisahkan tubuh dan pikiran.
Pendidikan formal lebih condong menekankan aspek intelektual, mengabaikan tubuh sebagai entitas pembelajar.
Namun, tokoh filsuf seperti Rousseau sejak abad ke-18 telah lama menyadari pentingnya fisik, di mana anak perlu melatih tubuh dan indra mereka untuk dapat berpikir dengan baik.
Kini, urgensi tersebut bangkit kembali, didorong oleh kekhawatiran atas gaya hidup sedentari dan malnutrisi anak sekolah.
Sejak zaman Yunani kuno, pengembangan tubuh memiliki tempat dalam pendidikan. Kata “gymnasium” bahkan berasal dari bahasa Yunani “gumnasion” yang artinya tempat untuk belajar dan berolahraga.
Rousseau menekankan bahwa tubuh yang kuat adalah syarat pikiran yang jernih. Misalnya, banyak sekolah dari tingkat dasar sampai menengah kini mengatur sesi olahraga ringan sebelum pelajaran dimulai.
Hasilnya? Anak-anak lebih fokus dan sigap dalam memahami konsep abstrak. Hal ini karena gerakan fisik meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, yang kemudian merangsang aktivitas neuron.
Lebih lanjut, dikemukakan oleh Chris Shilling (1993), seorang sosiolog yang dikenal luas karena kontribusinya dalam bidang sosiologi dalam bukunya yang berjudul The Body and Social Theory mengungkapkan bahwa:
Tubuh adalah proyek biologis dan sosial yang belum selesai, dan semakin kita memahami tubuh kita, semakin besar kemampuan kita untuk mengendalikan, memengaruhi, dan mengubahnya. Oleh karena itu, tubuh didefinisikan dalam istilah biologis, psikologis, sosiologis, dan filosofis.
Berdasarkan pengertiannya, Shilling mengajak kita untuk melihat tubuh sebagai pusat dari pengalaman sosial, termasuk dalam pembelajaran dan pendidikan sebagai pijakan penting dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang lebih holistik, reflektif, dan sadar tubuh.
Tubuh dalam Perspektif Sosial dan Psikologis
Tubuh lebih dari sekadar entitas biologis, tubuh adalah medium ekspresi diri, konstruksi sosial, sasaran kekuasaan dan identitas personal.
Dalam perspektif sosial dan psikologis, menggarisbawahi bahwa tubuh bukan hanya wadah fisik, tetapi juga ruang bagi ekspresi diri, identitas, dan interaksi sosial yang membentuk pengalaman belajar anak secara menyeluruh (holistik).
Bourdieu menyebut tubuh sebagai bagian dari “habitus”—cara kita bergerak, berinteraksi, dan mengekspresikan diri dalam masyarakat.
Sementara itu, dalam dunia pendidikan, tubuh siswa sering diatur melalui seragam, tata rambut, hingga gerak tubuh di kelas.
Di ruang kelas, tubuh menjadi alat komunikasi, interaksi, dan ekspresi budaya. Fenomena seperti gaya berpakaian, tatto, atau olahraga ekstrim bukan hanya tren, tetapi bentuk pencarian identitas diri melalui tubuh.
Teori seperti milik Foucault menunjukkan bahwa pengendalian tubuh menjadi cara sistem mendisiplinkan individu.
Tubuh dalam Praktik Pendidikan
Berdasarkan pandangan lama bahwa belajar adalah aktivitas otak (kognitif) semata. Justru, pengalaman belajar sejati melibatkan keseluruhan tubuh.
Seperti pepatah Latin, mens sana in corpore sano—pikiran yang sehat berada dalam tubuh yang sehat.
Tubuh yang sehat adalah kondisi fisik di mana seluruh sistem tubuh berfungsi secara optimal, ditandai dengan keseimbangan antara kebugaran fisik, kekuatan imun, kesehatan mental dan emosional serta kemampuan beraktivitas tanpa keluhan yang berarti.
Tubuh merupakan kumpulan sistem fisiologis yang terdiri dari sistem pernapasan, pencernaan, saraf, dan lain sebagainya yang saling berinteraksi dan bekerja secara terkoordinasi untuk mempertahankan homeostasis dan menjaga keseimbangan internal tubuh.
Tubuh dan perwujudannya merupakan aspek fundamental dalam proses belajar yang efektif—karena fungsi otak, perhatian, dan motivasi sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik seseorang.
Dalam implikasi Pendidikan, gagasan bahwa “tubuh adalah media edukasi” tidak lagi sebatas metafora, tetapi menjadi pijakan dalam pengembangan kurikulum dan strategi pembelajaran abad ke-21.
Pendidikan masa depan perlu mengintegrasikan gerak, emosi, interaksi, dan refleksi fisik ke dalam setiap kurikulum agar pembelajaran benar-benar menyentuh seluruh aspek kemanusiaan.
Pendidikan sejatinya adalah pertemuan antara gerak dan makna, antara tubuh dan pikiran, serta antara pengalaman dan pemahaman.
Pentingnya tubuh sebagai media edukasi juga terlihat dalam pengembangan kreativitas. Melalui seni dan kerajinan tangan, siswa diajak untuk mengekspresikan ide-ide mereka secara fisik.
Kegiatan ini tidak hanya melatih keterampilan motorik halus, tetapi juga mendorong pemikiran kritis dan inovatif.
Dengan memberikan ruang bagi siswa untuk berkreasi, mereka dapat menemukan cara baru dalam menyelesaikan masalah dan mengembangkan kepercayaan diri.
Oleh karena itu, Guru didorong untuk menciptakan ruang belajar yang mendukung ekspresi fisik dan interaksi sosial—bukan hanya kursi dan papan tulis.
Guru juga diajak untuk tidak memisahkan tubuh dari pikiran, tetapi mengintegrasikannya sebagai bagian dari strategi pembelajaran yang utuh dan holistik.
Pendekatan ini menantang paradigma tradisional yang terlalu menekankan pada aspek kognitif semata, dan justru merayakan keberagaman cara anak belajar—baik melalui gerakan, penginderaan, maupun interaksi tubuh dalam ruang sosial.
Kegiatan belajar paling efektif jika melibatkan pengalaman fisik langsung dan kehadiran orang lain.
Nutrisi, hidrasi, serta keseimbangan hormonal juga memainkan peran penting dalam kesiapan dan kemampuan belajar siswa.
Keterampilan Fisik dan Pembelajaran
Belajar tidak hanya menyerap teori, tapi juga melatih keterampilan motorik/fisik) seperti menulis, bermain musik, atau berenang.
Psikolog pendidikan Benjamin Bloom yang dikenal dengan teorinya yaitu “Taksonomi Bloom”, menyusun tahapan pembelajaran keterampilan fisik: dari sekadar tahu urutannya hingga mencapai otomatisasi tanpa berpikir.
Benjamin Bloom menggambarkan proses ini sebagai perkembangan “psikomotor”.
Proses ini dimulai dengan meniru ahli (modelling), seperti dijelaskan oleh Albert Bandura, di mana pengamatan terhadap perilaku ahli mendorong penguasaan keterampilan menjadi kunci pembelajaran efektif.
Secara sosial, tubuh menjadi titik temu antara individu dan komunitas. Melalui aktivitas jasmani seperti permainan, tarian, olahraga, dan seni pertunjukan, anak-anak tidak hanya mengembangkan keterampilan motorik, tetapi juga belajar berkolaborasi, membangun kepercayaan diri, dan menegosiasikan makna dalam konteks sosial.
Tubuh menjadi media untuk membangun hubungan, menyampaikan emosi, dan menjelajah dunia dengan penuh rasa ingin tahu.
Interaksi fisik yang terjadi di lingkungan belajar membantu anak memahami nilai-nilai seperti empati, kerja sama, dan batasan pribadi.
Dari sisi psikologis, tubuh memiliki keterkaitan erat dengan perkembangan kognitif dan emosional.
Aktivitas fisik terbukti meningkatkan regulasi emosi, mengurangi stres, dan mendukung fungsi eksekutif otak, seperti memori kerja dan perhatian.
Dalam banyak kasus, anak-anak yang memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif melalui tubuhnya dalam proses belajar, misalnya melalui pembelajaran kinestetik atau berbasis proyek.
Hal ini menunjukkan tingkat keterlibatan dan retensi materi yang lebih tinggi.
Tubuh menjadi sarana untuk menghubungkan pengetahuan abstrak dengan pengalaman konkret, memperkuat pemahaman melalui aksi dan gerakan.
Penulis: Nurul Syafitri
Mahasiswa Magister Sains Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News