Surakarta – Pertunjukan Wayang Wong dengan judul “Panakawan Termehek-mehek” oleh mahasiswa prodi teater, ISI Surakarta merupakan pertunjukan ujian akhir semester angkatan 2019. Tanpa memungut biaya, acara ini berjalan lancar pada tanggal 5 Januari 2023, pukul 19.00, bertempat di Teater Kecil ISI Surakarta.
Wayang Wong yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana ini merupakan seni pertunjukan yang memadukan seni tari, seni rupa, seni musik dan seni drama. Wayang Wong merupakan kebudayaan tradisional yang memiliki filosofi serta pendidikan moral dengan pengajaran tentang falsafah hidup, tuntutan budi pekerti, dan etika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tema pertunjukan ini adalah bagaimana peran Wayang Wong pada era sekarang. Mengadaptasi dari sebuah cerita pewayangan yaitu Goro-goro, Goro-goro Panakawan dipilih karena memiliki komedi yang segar. Cerita yang disampaikan mengerucut pada sebuah kisah tentang Pusaka Cupu Manik yang membawa petaka.
Batara Surya memberikan Pusaka Cupu Manik Astagina kepada Dewi Indradi, bidadari keturuan Bathara Asmara, karena rasa cintanya. Cupu Manik Astagina adalah sebuah wadah yang jika dibuka dapat melihat seluruh peristiwa di alam semesta. Namun keberadaan Cupu Manik memberi malapetaka bagi Dewi Indradi karena membuatnya dikutuk menjadi batu oleh suaminya, Resi Gotama. Ketiga anak Dewi Indradi juga mendapat imbasnya ketiga mereka mengejar Cupu Manik yang telah dilempar ayahnya. Ketiganya terjebak di telaga “Summa” atau telaga penuh cacat yang menyebabkan mereka berubah menjadi kera.
Terdapat hikmah pada cerita pertunjukan tersebut yakni, jangan melupakan seorang ibu yang telah membesarkan dan menyayangi kita hanya karena sebuah pusaka dengan kenikmatan duniawi. Jangan menjadi terlena dengan kenikmatan duniawi yang pada akhirnya mencelakakan diri sendiri.
“Semoga seni pertunjukan teater tradisi bisa tetap eksis seiring perkembangan zaman. Saya berharap masyarakat dapat selalu menerima dan mengambil intisari makna kehidupan yang terkandung dalam setiap cerita yang disampaikan. Karena dalam suatu cerita terdapat pesan dan nasihat sebagai tuntunan kita dalam kehidupan sehari-hari,” ujar sutradara Panakawan Termehek-mehek, Miftahul Ghoni.
Penulis: Gloria Debby Yemima
Mahasiswa Prodi Film dan Televisi ISI Surakarta