Upaya Penyelamatan Pooti di Sulawesi Tenggara

Hopeaacuminata
Pooti.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu region Wallacea yang memiliki keanekaragaman flora yang khas dan endemik. Hasil riset dari beberapa lokasi yang pernah dilaporkan di Sulawesi Tenggara, seperti Hutan Pegunungan Bawah Wawonii, Hutan Pegunungan Mekongga, dan Hutan Cagar Alam Kakenauwe, dan Suaka Margasatwa Lambusango, terdapat suku yang memiliki informasi terbatas yakni suku Dipterocarpaceae.

Hasil riset menunjukan bahwa semakin ke timur penyebarannya, suku Dipterocarpaceae semakin terbatas. Di Sulawesi, Dipterocarpaceae dilaporkan terdapat 11 jenis, 7 jenis tersebar secara alami sedangkan 4 jenis lainnya di duga diintroduksi.

Dari 7 jenis tersebut terdapat 2 jenis merupakan endemik Sulawesi salah satunya adalah Hopea gregraia (Pooti). Berdasarkan hasil penelusuran literatur bahwa Pooti merupakan jenis endemik Sulawesi Tenggara, namun di Sulawesi Tenggara hanya tumbuh dan tersebar secara alami di Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa, di Hutan Lindung Nanga-Nanga Kota Kendari di Kawasan Hutan Produksi Moramo, Kabupaten Konawe Selatan, dan di hutan produksi Sampara Kabupaten Konawe.

Bacaan Lainnya

Jenis Pooti oleh lembaga International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) redlist telah ditetapkan sebagai jenis yang terancam punah dengan status Endangered A1cd+2cd atau terancam punah (keberadaan populasi jenis tersebut di alam sudah semakin berkurang akibat perubahan habitat).

Status IUCN Pooti lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lain yang ada di Sulawesi Tenggara seperti Pericopsis mooniana (kayu kuku), Kalappia celebica (Kalapi) dengan status Vurnerable. Populasi Pooti di alam terus mengalami penurunan, di Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa, pada tingkatan pohon dilaporkan sebanyak < 100 individu. Hal ini menjadi gambaran bahwa populasinya di alam semakin berkurang. Berkurangnya populasi tersebut diduga diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah gangguan habitat.

Pooti banyak tumbuh dan tersebar pada tipe penutupan hutan lahan kering primer, namun dalam beberapa dekade terakhir habitatnya telah mengalami perubahan menjadi hutan lahan kering sekunder, semak belukar dan tipe penutupan lahan lainnya.

Beberapa bentuk ancaman terhadap keberadaan Pooti adalah adanya eksploitasi Pooti yang digunakan sebagai konstruksi bangunan, pembukaan lahan untuk peruntukan sosial seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, aktivitas pertambangan, dan illegal logging, serta kegiatan lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa terdapat satu lokasi habitat Pooti di Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai lokasi perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan keseimbangan lingkungan, dan menyelesaikan permasalahan tenurial.

Berdasarkan Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 skema perhutanan sosial dibagi menjadi 5 skema kegiatan yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), kemitraan, dan hutan adat.

Penetapan perhutanan sosial pada habitat Pooti secara tidak langsung menjadi sesuatu hal yang baik terhadap kelestarian Pooti dengan dapat terhindarkan dari kegiatan penebangan atau pengurangan populasi, akan tetapi, di sisi lain penetapan perhutanan sosial juga bisa menjadi ancaman terhadap keberlangsungan populasi Pooti.

Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa salah satu lokasi habitat perhutanan sosial tersebut ditetapkan dengan menggunakan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR), jika skema tersebut yang diterapkan maka, keberadaan Pooti menjadi sebuah malapetaka, jika pemegang izinnya tidak memahami sepenuhnya konsep HTR sendiri.

Pada lokasi HTR sendiri perlu menetapkan lokasi-lokasi yang menjadi kawasan perlindungan ekosistem, perlindungan keanekaragaman hayati dan perlindungan terhadap tata air.

Konsep perhutanan sosial seringkali disalahartikan oleh sekelompok masyarakat yang mendapat izin kelola perhutanan sosial, karena seringkali ditafsirkan sebagai lokasi yang dapat dimanfaatkan secara bebas untuk dikelola seperti membuka lahan dengan menghilangkan tegakan tinggal kemudian digantikan dengan tanaman pertanian dan semacamnya tanpa memperhatikan kelestarian hutan, bahkan sebagian kelompok lainnya menganggap bahwa pohon yang tumbuh di dalam lokasi perhutanan sosial tersebut dapat dipanen dan dimanfaatkan kayunya, padahal konsep perhutanan sosial tersebut bertujuan untuk melestarikan hutan dan menjaga keberlangsungan hutan tersebut agar tetap berfungsi sebagaimana hutan pada umumnya.

Kegiatan penebangan kayu pada lokasi izin perhutanan sosial hanya dibolehkan jika skema yang digunakan adalah skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) namun, sesungguhnya kayu yang ditebang pun bukan merupakan tumbuhan alami atau hutan alam melainkan tanaman telah dikembangkan melalui proses kegiatan penanaman, karena prinsip dari skema HTR tidak dimulai dari kegiatan penebangan melainkan dimulai dari kegiatan penanaman, pemeliharaan sampai pada kegiatan penebangan.

Penempatan perhutanan sosial dengan skema HTR juga hanya dapat ditempatkan pada hutan produksi yang tidak produktif.

Berdasarkan informasi yang diperoleh skema perhutanan sosial yang diterapkan di sekitar lokasi habitat Pooti adalah menggunakan skema HTR.

Penetapan skema tersebut mestinya harus memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, karena lokasinya berbatasan langsung dengan Hutan Lindung (HL), di mana di dalam hutan lindung tersebut terdapat sumber air sungai yang mengalir selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan untuk kebutuhan hidup lainnya.

Berdasarkan informasi tersebut, maka keberadaan Pooti menjadi semakin terancam jika tidak ada upaya penyelamatannya, karena hasil pantauan di lapangan lokasi di sekitar habitat Pooti tersebut telah dilakukan pembersihan lahan dan diduga di lokasi tersebut terdapat beberapa anakan Pooti yang akan menjadi regenerasi dan menggantikan pohon dewasa nantinya, sehingga pemerintah dan instansi berwenang perlu mengeluarkan kebijakan nasional, daerah dan di tingkat petani untuk menyelamatkan Pooti.

Kegiatan nasional dapat dilakukan berupa kebijakan konservasi atau penetapan Pooti sebagai salah satu jenis yang mendapat prioritas untuk penyelamatan dan didaftarkan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi, kebijakan daerah dengan menggerakan perangkat UPTD dinas kehutanan untuk menyelamatkan jenis tersebut dan kebijakan pada tingkat petani dengan memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada petani untuk berpartisipasi menyelamatkan jenis tumbuhan tersebut.

Pada dasarnya bahwa kegiatan konservasi bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap keanekaragaman ekosistem agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Ada beberapa hal mengapa kegiatan konservasi Pooti perlu dilakukan: 1) Pada aspek keanekaragaman Hayati, tumbuhan Pooti sebagai salah satu jenis endemik dengan penyebaran yang terbatas, sehingga potensi kepunahannya menjadi sangat tinggi, Pooti juga memiliki peranan penting pada aspek ekologi khususnya dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan berkontribusi pada kehidupan manusia, jika jenis tersebut punah, maka keanekaragaman hayati akan berkurang dan berdampak negatif pada ekosistem di wilayah tersebut;

2) Pada aspek fungsi ekosistem. Pooti memiliki peranan yang penting pada aspek ekosistem, karena dapat berperan dalam siklus air, penyerapan karbon dan menjaga kualitas tanah, aliran air sungai;

3) Secara ekonomi Pooti memiliki kualitas kayu yang baik untuk konstruksi, dan memiliki nilai ekonomi tinggi, selain itu Pooti menghasilkan getah dengan kualitas terbaik yang dapat digunakan sebagai bahan perekat, cat, pernis, lilin, dan bahan pengeras dan Pootin juga berfungsi sebagai tumbuhan obat.

Pada kulit Pooti mengandung senyawa oligomer resveratrol dan anti oksidan yang dapat digunakan dalam industri farmasi untuk pengembangan obat-obatan.

Manfaat ekonomi dari Pooti tersebut dapat menjadi salah satu alternatif dan dapat dipertimbangkan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, agar kegiatan penyerobotan lahan, illegal logging dapat dihindari.

Berdasarkan uraian tersebut, maka menjadi sebuah informasi penting bahwa Pooti memiliki peranan yang sangat penting baik pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga penting untuk dikonservasi. Kegiatan konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yakni konservasi in-situ dan konservasi ex-situ.

Konservasi in-situ dapat dilakukan di habitat aslinya atau lingkungan spesies tumbuhan itu berada, seperti dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan hutan lindung, sedangkan konservasi ek-situ dapat dilakukan dilakukan di luar habitat aslinya.

Di Sulawesi Tenggara terdapat 2 kebun raya yang terkelola dengan baik dan sangat potensial untuk pengembangan konservasi ex-situ, yakni Kebun Raya Kendari dan Kebun Raya Universitas Halu Oleo. Selain itu, terdapat juga beberapa Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati).

Selain kegiatan konservasi, kegiatan yang perlu dilakukan terhadap penyelamatan Pooti adalah sebagai berikut: 1) Perlunya penelitian dan pengembangan teknologi perbanyakan Pooti untuk mendukung program reintroduksi dan/atau reinforcement sehingga populasinya di alam bisa meningkat dan pada akhirnya akan menurunkan status konservasinya dari jenis terancam punah menjadi tidak terancam;

2) Perlunya dilakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat termasuk pemegang izin perhutanan sosial tentang keberadaan Pooti sebagai jenis terancam punah. Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh tenaga penyuluh kehutanan secara intensif demi menjaga kelestarian jenis Pooti;

3) Melakukan pemantauan terhadap jenis Pooti dan habitatnya untuk mengetahui kondisi populasi dan habitatnya; 4) Membuat papan larangan untuk menghindari penebangan liar dan perusakan habitat; 5) Melakukan penanaman kembali tumbuhan yang telah ditebang atau yang rusak habitatnya; 6) Mendukung pelestarian lingkungan agar jenis tersebut tetap terjaga.

Penulis: Albasri
Mahasiswa S3 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam  dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor University, Dosen Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI