Urgensi Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin (Pro Bono)

Betapa banyak persolan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini, sehingga membutuhkan penanganan solutif agar berbagai persoalan itu bisa diatasi dengan baik. Dari sekian banyak persolan itu salah satu di antaranya ialah masih sulitnya masyarakat miskin untuk mendapatkan akses hukum dan akses keadilan. Hal ini terjadi karena masih menguatnya praktek penegakan hukum yang condong pada sekelompok orang yang memiliki cukup modal untuk membayar penegak hukum agar bisa dimenangkan, dengan begitu tidak salah bila hukum saat ini tajam ke bawah tumpul ke atas. Dalam kondisi seperti ini masyarakat miskin membutuhkan bantuan hukum untuk memperjuangkan hak-hak mereka, baik bantuan hukum maupun keadilan bisa terpenuhi, serta organisasi bantuan hukum merupakan tempat bagi para pencari keadilan itu bisa memperjuangkan seluruh hak-hak tersebut dengan baik.

Oleh karena itu, di bawah ini akan dibahas tentang urgensi bantuan hukum bagi masyarakat miskin (Pro Bono).
Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Pengertian bantuan hukum ditinjau dari segi istilah memiliki dua makna, yaitu legal aid dan legal assistansce. Istilah legal aid biasanya dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit, yaitu pemberian jasa-jasa bantuan hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma khususnya kepada mereka yang tidak mampu. Sedangkan legal assistansce, dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum dalam arti luas. Karena di samping bantuan hukum terhadap mereka yang tidak mampu, juga pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh pengacara yang menentukan honorarium.

Dari kedua istilah di atas jasa bantuan hukum diberikan kepada mereka yang tidak memiliki cukup finansial untuk mendapatkan bantuan hukum sehingga memperoleh akses hukum dan keadilan. termasuk dalam kategori legal aid.

Bantuan hukum yang diberikan meliputi bantuan hukum pidana, perdata, tata usaha negara, baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Bantuan hukum litigasi seperti Kasus pidana, meliputi: penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali. Kasus perdata, meliputi: upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali. Dan kasus tata usaha negara, meliputi: pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali. Kemudian pemberian bantuan hukum litigasi oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada penerima bantuan hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus. Sedangkan bantuan hukum non litigasi dapat dilalui dengan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nun elektronik, penelitian hukum, mediasi negosiasi, pemberdayaan masyarakat, pendampingan di luar pengadilan, dan draf dokumen hukum.

Lalu siapa yang termasuk dalam kategori orang mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma?
Di dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum disebutkan yang berhak mendapatkan bantuan hukum ialah masyarakat miskin atau tidak mampu.
Pasal 1 ayat (1).“Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.”
Untuk mengetahui apakah penerima bantuan hukum tersebut tidak mampu atau miskin, maka harus dilampirkan surat keterangan miskin dari instansi setempat, atau tidak melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin. Jadi berhak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma adalah masyarakat miskin.

Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945, artinya negara Indonesia bertanggung jawab terhadap seluruh rakyatnya untuk mendapatkan akses hukum dan akses keadilan. Hal ini di jelaskan lebih lanjut dalam Pasal 27 ayat 1 “setiap orang sama di hadapan Pemerintah dan Hukum”, dan Pasal 28D ayat 1 “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. menunjukan bahwa tidak ada diskriminatif dalam penerapan hukum dan keadilan, baik orang kaya maupun miskin semuanya sama di mata hukum, equality before the law.

Berkenaan dengan tema yang diusung oleh penulis di atas yaitu tentang bantuan hukum bagi masyarakat miskin, bila merujuk dalam pasal 34 ayat 1 “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Maka konsekuensi logis yang dilakukan oleh negara adalah sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan secara efektif menata kehidupan setiap orang yang hidup dalam masyarakat supaya memberikan jaminan kepada seluruh masyarakatnya untuk mendapatkan akses hukum dan keadilan, terlebih kepada mereka yang memiliki kekurangan secara finansial, karena bantuan hukum adalah hak yang mesti diperoleh masyarakat miskin.

Akses hukum bagi masyarakat miskin tidak dapat pungkiri masih sulit, hal ini disebabkan minimnya pengetahuan pemohon bantuan hukum tentang keberadaan lembaga bantuan hukum, advokat yang masih enggan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pemohon dan masih kurangnya lembaga bantuan hukum serta minimnya advokat yang berada di bawah pengelolaan lembaga bantuan hukum, sebelum putusan Mahkamah Agung tentang Paralegal yang biasa melakukan pendampingan hukum baik secara litigasi dan non litigasi sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Menteri Hukum dan Ham No 1 tahun 2018 tentang Paralegal di hapus karena bertentangan dengan UU advokat, sebetulnya keberadaan Paralegal sangat membantu organisasi bantuan hukum untuk memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum, mengingat jumlah masyarakat miskin begitu banyak dengan persoalan hukum yang dihadapinya.

Jenis kasus hukum yang dihadapi oleh pemohon beragam, baik dari perkara pidana, perdata maupun perkara tata usaha negara. Akan tetapi yang sering dijumpai di lapangan, kasus yang paling banyak melibatkan masyarakat miskin adalah kasus perdata dan sengketa tata usaha negara, yaitu berupa sengketa tanah dan keputusan pemerintah atau pejabat publik yang berkenaan dengan hak milik masyarakat miskin.

Dari kedua kasus dominan tersebut masyarakat miskin harus melawan negara dan para pemilik modal, kalau secara hitung-hitungan bila di bawah ke ranah hukum kemungkinan kecil bagi masyarakat miskin untuk menang. Dan bila tidak di proses secara hukum pun banyak hak-hak masyarakat akan hilang karena di rampas secara paksa oleh negara dan pemilik modal notabene memiliki kekuasaan dan banyak uang. Apatah lagi dengan fenomena penegakan hukum di negeri ini masih condong berat sebelah, siapa yang memiliki banyak uang dan kekuasaan dialah yang akan menang, sedangkan mereka yang buta hukum dan tidak memiliki akses hukum hanya bisa terbungkam dan pasrah dengan keadaan yang dihadapi.

Bantuan Hukum Hak Bagi Masyarakat Miskin 
Karena hal itu banyak masyarakat miskin dirugikan sehingga membutuhkan lembaga bantuan hukum yang dapat mendampingi mereka untuk melawan negara dan pemilik modal yang terkadang repersif.

Dalam situasi semacam ini negara harus hadir untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat dengan menyelesaikan setiap persolan hukum. Negara tidak boleh jauh dari masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum, apalagi persoalan hukum tersebut menyangkut hak-hak miliki pribadi dan harkat martabat mereka. Karena bantuan hukum adalah hak bagi masyarakat miskin. Meskipun dalam realitasnya negara itu sendiri yang merampas hak-hak milik masyarakatnya sendiri terlebih masyarakat miskin, seperti persolan pembebasan lahan untuk keperluan kepentingan umum dalilnya seperti itu, meskipun ada kompensasi yang diberikan namun kompensasi yang diberikan tidak sesuai karena nilainya terlalu kecil. Bahkan tidak jarang pembebasan lahan tersebut menimbulkan korban jiwa. Memang ini paradoks, di satu sisi negara harus melindungi masyarakat dan menjamin bantuan hukum kepada masyarakat miskin, namun di sisi lain negara malah merampas tanah milik masyarakat dengan tidak memperhatikan kepentingan dan nilai kemanusiaan

Namun negara bagaimanapun watak yang ditunjukan tetap tidak boleh melupakan tanggung jawabnya untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat miskin, apatah lagi di dalam konstitusi telah jelas dan tegas. Seperti amanat UU Bantuan Hukum, lembaga bantuan hukum sebagai pemberi bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum dalam hal ini adalah masyarakat miskin, merupakan rumah keadilan bagi mereka karena tidak ada tempat lain yang harus mereka datang untuk mencari keadilan kecuali organisasi bantuan atau lembaga bantuan hukum yang memang fokus untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada setiap pemohon bantuan hukum sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku. Karena tidak mungkin dan sedikit memberatkan bagi masyarakat miskin bila menggunakan Advokat Novum untuk menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi, karena secara finansial tidak memungkinkan untuk menggunakan advokat biasa, meskipun dalam undang-undang advokat menyebutkan Advokat berkewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada mereka yang tidak mampu membayar setiap proses jalannya perkara tersebut.
Pasal 22 ayat (1) UU Advokat yang menyebutkan:
“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.
Akan tetapi banyak advokat yang belum mengindahkan pasal ini, dan inilah salah satu faktor mengapa para pencari keadilan seperti masyarakat miskin mengalami ketakutan untuk meminta bantuan hukum kepada kantor advokat.

Hukum harus ditegakan meskipun langit akan runtuh, demikian bunyi adagium hukum yang cukup familiar di telinga kita. Penegakan hukum tanpa mempertimbangkan siapa orang yang melakukan perbuatan hukum adalah kewajiban penegak hukum untuk menindak dan memberikan sanksi, namun ada hukum progresif, hukum yang digali berdasarkan kehidupan masyarakat setempat, sehingga dalam penerapannya harus mempertimbangkan kondisi hukum masyarakat setempat. Bantuan hukum adalah hak bagi masyarakat miskin, harus di pandang sama di mata hukum, dan di beri jalan untuk bisa mengakses hukum dan keadilan sehingga mereka bisa memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak mereka. Oleh karenanya negara harus hadir melalui organisasi bantuan hukum atau lembaga hukum karena dengan itu masalah hukum yang dihadapi oleh mereka bisa diselesaikan dengan baik

Soeratman. S.H.
(Paralegal)

Editor : Fathin Robbani Sukmana

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI