Pendahuluan
Aktivitas thrifting atau berbelanja barang bekas telah menjadi tren yang signifikan di kalangan remaja dan dewasa muda. Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga mencerminkan dinamika psikologis yang kompleks, termasuk perasaan insecure dan obsesi terhadap penampilan serta identitas diri.
Penelitian oleh Shafa et al., (2025) menemukan bahwa thrifting menjadi gaya hidup bagi milenial dan Generasi Z atau Gen Z dalam meningkatkan eksistensi diri serta mengekspresikan diri melalui penampilan yang unik dan berbeda.
Thrifting dijadikan salah satu cara untuk para remaja memenuhi gaya hidup mereka dengan anggaran yang terbatas (Oktawiningsih et al., 2023). Thrifting diminati karena alasan lingkungan dan keinginan berhemat, dengan 67% dari generasi milenial dan Gen Z membeli pakaian bekas (Julia et al., 2024).
Survei Goodstats menunjukkan bahwa 49,4% anak muda Indonesia pernah melakukan thrifting, 34,5% belum mencoba, dan 16,1% tidak tertarik mencoba thrifting.
Hidayah et al., (2024) menyebutkan dorongan untuk terus mengikuti tren fashion yang viral di media sosial dapat menyebabkan perilaku konsumtif yang berlebihan, meskipun dalam bentuk thrifting.
Di popularitasnya, terdapat indikasi bahwa perilaku belanja ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti perasaan tidak aman (insecurity) dan kecenderungan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive tendencies).
Perasaan insecure dapat mendorong individu untuk terus mencari pakaian atau barang yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan diterima dalam kelompok sosial tertentu.
Studi oleh, Nur Sella and Banowo (2023) menemukan bahwa media sosial menciptakan tekanan psikologis yang mendorong konsumsi berbasis citra diri, terutama di kalangan remaja perempuan.
Selain itu, perilaku obsesi juga dapat muncul sebagai respons terhadap kebutuhan tersebut, yang terkadang berujung pada pola konsumsi kompulsif meskipun dalam bentuk pembelian barang bekas, Oktawiningsih et al., (2023) menjelaskan individu dengan kecenderungan obsesi-kompulsif dapat mengalami dorongan untuk terus membeli barang meskipun tidak dibutuhkan, karena merasakan kepuasan sesaat atau rasa tenang yang semu setelah berbelanja.
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian dari Müller et al., (2019) yang menunjukkan bahwa perilaku pembelian kompulsif sering kali terkait dengan gangguan kontrol impuls dan masalah regulasi emosi.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek psikologis di balik aktivitas thrifting, khususnya kaitannya dengan perasaan insecure dan obsesi dalam konteks simbolik konsumsi serta identitas diri.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman fenomena konsumsi modern dan implikasinya bagi psikologi konsumen.
Kajian Teori
Pengertian Insecurity
Insecurity merupakan rasa takut atau kecemasan terhadap lingkungan di sekitar dari ketidakpuasan diri sendiri. insecurity ini juga dapat diartikan sebagai rasa ketakutan atau tidak aman terhadap sesuatu yang memunculkan ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri.
Insecurity yaitu kondisi mental yang dapat menyebabkan seseorang merasa “tidak aman”, seseorang merasa cemas dan takut secara berlebihan, dan hal ini dapat terjadi pada banyak hal (Corsini et al., 2024).
Adapun landasan teori insecurity menurut Maslow (1942) menyatakan bahwa insecurity adalah situasi ketika seseorang merasa tidak aman, karena seseorang beranggapan bahwa lingkungan sekitar sebagai hutan yang mengancam dan kebanyakan manusia itu berbahaya dan egois.
Individu yang mengalami insecure pada umumnya merasa ditolak dan terisolasi, cemas, tidak bahagia, pesimis, merasa bersalah, tidak percaya diri, egois, dan cenderung neurotik. Mereka akan berusaha untuk mendapatkan kembali perasaan secure (aman) dengan berbagai cara.
Baca Juga: Fenomena Thrift Shop: Kenapa Anak Muda Kini Lebih Suka Pakaian Bekas?
Pengertian Obsesive Compulsive
Obsessive compulsive biasa dikenal juga dengan masalah mental yang disebut obsessive compulsive disorder (OCD). OCD adalah masalah mental yang membuat pengidapnya melakukan suatu tindakan tertentu secara berulang-ulang.
OCD ditandai dengan pikiran, impuls, atau desakan yang mengganggu (obsesi), yang biasanya disertai dengan perilaku berulang yang membuat individu merasa harus melakukannya untuk menghilangkan tekanan atau mencegah konsekuensi yang ditakuti (kompulsif) (Samsudin et al., 2024).
Menurut Samsudin et al., (2024) obsesif-kompulsif bisa dialami siapa saja, tanpa memandang status, jenis kelamin, usia dan golongan ekonomi.
Namun penderita obsesif kompulsif yang berstatus mahasiswa biasanya lebih merasakan dampak ketidaknyamanan akan gangguan yang sedang dialami olehnya, karena mahasiswa dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki kebutuhan yang tinggi akan kesempurnaan, tata tertib, dan kontrol.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain survei korelasional untuk melihat hubungan antara perasaan insecure dan perilaku obsesif terhadap aktivitas thrifting pada remaja dan dewasa muda usia 17-27 tahun.
Sampel dipilih secara purposive dengan kriteria pernah melakukan thrifting minimal tiga kali dalam enam bulan terakhir.
Data dikumpulkan melalui kuesioner daring yang terdiri dari dua skala: skala insecurity (Arumsari 2023) dengan likert 5 poin dan skala obsesif-kompulsif (Goodman et al) dengan likert 4 poin.
Analisis data dilakukan menggunakan korelasi pearson untuk menguji hubungan antar variabel, serta analisis persentase untuk melihat kecenderungan frekuensi thrifting.
Baca Juga: Thrift Shop Buubo.id
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner daring terhadap remaja dan dewasa muda berusia 17–27 tahun yang aktif melakukan aktivitas thrifting, diperoleh hasil sebagai berikut:
Hasil analisis menunjukkan bahwa perasaan insecure berkontribusi sebesar 37,78% terhadap aktivitas thrifting. Artinya, semakin tinggi rasa tidak aman yang dirasakan individu, semakin besar kecenderungan dalam melakukan thrifting sebagai cara untuk meningkatkan kepercayaan diri dan diterima secara sosial.
Sementara itu, perilaku obsesif-kompulsif memberikan kontribusi sebesar 12,22%, yang menunjukkan adanya hubungan positif antara kecenderungan kompulsif dengan frekuensi belanja thrift, meskipun barang yang dibeli tidak selalu dibutuhkan.
Temuan ini menunjukkan bahwa thrifting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh dinamika psikologis seperti tekanan sosial dan kebutuhan emosional.
Hal ini sejalan dengan konsep konsumsi simbolik dan didukung oleh penelitian Nur Sella and Banowo (2023) serta Müller et al., (2019), yang menyoroti peran media sosial dan gangguan kontrol impuls dalam membentuk perilaku konsumtif.
Dengan demikian, thrifting dapat menjadi bentuk respons psikologis terhadap tekanan identitas dan emosi di kalangan remaja dan dewasa muda.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas thrifting pada remaja dan dewasa muda tidak semata-mata didorong oleh alasan ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan faktor psikologis, khususnya perasaan insecure dan kecenderungan obsesif-kompulsif.
Perasaan insecure terbukti memberikan kontribusi signifikan terhadap frekuensi thrifting sebagai upaya individu untuk meningkatkan rasa percaya diri dan penerimaan sosial.
Sementara itu, perilaku obsesif-kompulsif turut memengaruhi kebiasaan belanja thrift meskipun dalam skala lebih kecil, menunjukkan adanya pola konsumsi kompulsif yang memberikan rasa nyaman sesaat.
Temuan ini menegaskan bahwa thrifting dapat berfungsi sebagai mekanisme coping psikologis terhadap tekanan identitas, eksistensi sosial, dan regulasi emosi.
Penulis:
1. Isra Mega Oktavia
2. Maulana Fadhilah Ramadhan
3. Sarah Raudhatul Jannah
Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Dosen Pengampu: Alvin Eryandra, S.Psi., M.Si.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
Arumsari, Tri Ambar. 2023. “Pengaruh Media Sosial Terhadap Rasa Insecure Dan Kepercayaan Diri Pada Remaja Desa Patila Kecamatan Tana Lili Kabupaten Luwu Utara.” 1–113.
Corsini, Andreas, Widya Nugraha, Budi Sarasati, Siti Aisah Azzahra, and Wahyuningtyas Permatasari. 2024. “Dinamika ‘Insecurity’ Psikologis Pada Dewasa Awal Mengalami Hubungan Pacaran.” INNOVATIVE: Journal Of Scince Research 4(2):4188–4246.
Hidayah, Fatikhatu, Herlinda Maya, Kumala Sari, Misti Hariasih, Kata Kunci, Perilaku Konsumen, Pakaian Bekas, and Kualitas Produk. 2024. “Niat Terhadap Pakaian Bekas Impor Di Sidoarjo Sebuah Studi Konsumen.” INTERACTION: Communication Studies Journal (1):204–20.
Julia, Sefira Rachma, Rizqa Amelia Zunaedi, and Perdana Suteja Putra. 2024. “Analisis Persepsi Generasi Z Terhadap Pembelian Pakaian Bekas Pada Sosial Media Di Indonesia.” Journal of Management and Digital Business 4(2):157–74. doi: 10.53088/jmdb.v4i2.938.
MASLOW, A. H. 1942. “The Dynamics of Psychological Security‐Insecurity.” Journal of Personality 10(4):331–44. doi: 10.1111/j.1467-6494.1942.tb01911.x.
Müller, Astrid, Sabine Steins-Loeber, Patrick Trotzke, Birte Vogel, Ekaterini Georgiadou, and Martina de Zwaan. 2019. “Online Shopping in Treatment-Seeking Patients with Buying-Shopping Disorder.” Comprehensive Psychiatry 94:152120. doi: 10.1016/j.comppsych.2019.152120.
Nur Sella, Nada, and Emilianshah Banowo. 2023. “Eksistensi Anak Muda Pada Fenomena Trend Thrifting Dalam Pembentukan Identitas Sosial.” BroadComm 5(1):87–96. doi: 10.53856/bcomm.v5i1.253.
Oktawiningsih, Esti, Abdul Ghofar Saifudin, Uin K. H. Abdurrahman, and Wahid Pekalongan. 2023. “Fenomena Thrifting Terhadap Gaya Hidup Mahasiswa.” Jurnal Sahmiyya 2(2):348–53.
Samsudin, Muhammad Shahrul Azrien Bin, Muhammad Arhan Yudi Pratama, Kartika Desmiani, Jhonatan Pirdaus, Septa Yulia, Putri, Uswatun Hasanah, Adek Sri Wahyuni, Fathinatun Nahdah, and Dendika Istya Pratama. 2024. “Terapi Exposure and Response Provention (ERP) Dalam Mengurangi Gejala Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) Pada Remaja.” Proceeding Conference on Psychology and Behavioral Sciense 3(1):240–49.
Shafa, Putri, Nadhira Fahira, and Emilianshah Banowo. 2025. “Fenomena Thrifting Pasar Senen Sebagai Gaya Hidup Milenial Dalam Meningkatkan Eksistensi Diri.” 2(2):1–10.
Ikuti berita terbaru di Google News