Tujuan Pernikahan Dilandasi Atas Dasar Apa?

tujuan pernikahan

Banyak orang bertanya tentang tujuan pernikahan. Misal, nanti kalau sudah nikah gimana ya kalau suami selingkuh sama perempuan lain? Gimana ya nanti kalau sudah nikah istri berubah sifatnya?

Seringkali banyak pertanyaan yang muncul tentang persoalan rumah tangga bagi orang yang sudah menikah. Mungkin banyak sekali orang yang menikah dengan berlandaskan dari segi agamanya.

Akan tetapi, bicara tentang baik agamanya itu perlu dikaji kembali. Kalau bagus agama dari segi ibadah tapi tanggung jawabnya kurang ya sama saja.

Misal, agamanya sudah bagus, tapi tidak memberi nafkah anak dan istri ya sama saja zonk. Kalau laki-laki itu dari segi agamanya seperti Rasulullah, itu perlu diperjuangkan, tapi sayangnya di zaman kita beda.

Bacaan Lainnya

Memang benar, rezeki itu sudah diatur oleh Allah, tapi perlu diperhatikan juga soal pekerjaan suami apakah punya penghasilan atau tidak. Karena pemicu masalah rumah tangga selain agama, yang paling dominan adalah dari segi ekonomi.

Memang benar rezeki saat sudah menikah itu pasti ada, rezeki anak ada. Tapi yang ditakutkan adalah ketika suami akhlaknya baik tapi tanggungjawabnya kurang, berarti istri harus siap berjuang memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dan tanggungjawab istri otomatis bertambah, selain kewajiban mengurus suami, mengurus anak, mengurus rumah, harus berjuang memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Kalau kita lihat sosok Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam manusia sempurna, dari segi apapun beliau sangatlah bagus dan tidak diragukan lagi. Namun kenyataannya, di dunia nyata sekarang ini adalah yang seperti dengan Rasulullah?

Banyak sekali hal-hal yang harus dipersiapkan tatkala mau menikah, apalagi persiapan untuk setelah menikah. Mental pun juga harus kuat.

Misalnya, ketika antum menikah kemudian diminta oleh suami untuk tinggal jadi satu serumah dengan mertua, apakah antum sudah siap dengan kondisi, lingkungan, kekurangan suami dan karakter mertua? Namanya menikah itu pasti ada kalanya diterpa masalah dalam rumah tangga.

Apakah antum siap menghadapi sendiri? Antum tidak boleh cerita dengan orang tua antum, harus diselesaikan berdua, apakah antum siap? Kalau seandainya antum ada ketidaksamaan dengan mertua, apakah antum siap untuk tetap patuh pada suami?

Takkan pernah kita berjumpa dengan Muslimah sempurna, sama seperti mustahil kita menemukan Muslim yang tanpa cela. Karenanya dalam menikah, itu tak disyaratkan.

Menikah bukan berarti menyatukan dua insan yang tak pernah bersalah, menerima bahwa mereka sama-sama punya kurang, tapi keduanya sadar bahwa tujuannya sama.

Asal keduanya menuju pada tujuan yang satu, maka takkan terlepas ikatannya, kekurangan bisa ditutupi, kelebihan bisa ditambahkan. Semua bisa dihadapi.

Bila yang satu lelah, yang lain membopong, bila yang satu gontai yang lain menyemangati, yang satu gundah yang lain menenangkan, berdua bersama berjalan. Itulah rumah tangga, sama seperti perjalanan. Banyak orang ingin lekas sampai pada tujuan, mereka lupa bahwa indahnya itu justru di perjalanannya, bukan tujuannya. (Ust. Felix Siauw)

Mengapa banyak rumah tangga kandas di jalan? Sebab, jalan mereka tak satu tujuan. Bila sudah begitu, bergandengan jadi menyusahkan, apapun akan jadi masalah.

Sesempurna apapun, bila sudah beda jalan, akan jadi masalah. Sedekat apapun, bila sudah berbeda jalan, pasti akan berpisah. Maka, tujuan pernikahan harus sempurna.

Bila tujuannya sempurna, maka perjalanan jadi punya makna, teman dalam perjalanan jadi bernilai, senantiasa dihargai. Itulah rumah tangga, dimana menikah jadi ibadah.

Bila yang satu di depan menanti, bila dia di belakang maka dia menjaga, bila dia di samping maka dia menemani, bila dibawah mendukung bila diatas memayungi. Dan tak ada tujuan lebih baik selain menjadikan pernikahan itu layaknya ibadah.

Yang jelas, kita hidup di dunia ini kalau visinya untuk dakwah, maka carilah yang sevisi dengan kita. Menikah itu tidak dilandasi atas dasar nafsu apalagi fisik, yang ketika bosan dibuang kemudian ganti lagi. Tidak. Tapi, nikahlah dengan dilandasi keimanan kepada Allah. Karena pandangan kita itu bukan dari materi, tetapi dari apakah dia itu bisa mengantarkan kita sampai tujuan kita di akhirat tidak?

Tim Penulis

1. Muhamad Busro
Mahasiswa Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses