Pembajakan Video Intim dan Pemerkosaan Digital

Privasi Media Sosial
Sc: Pixabay.Com

Memasuki era serba digital, teknologi telah menghadirkan berbagai kemajuan maupun tantangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk di bidang berbagi informasi dan konten multimedia. Sayangnya, seiring dengan perkembangan tersebut.

Motif dan jenis kejahatan juga turut berkembang dan bersifat semakin kompleks.[1] Kejahatan tersebut juga semakin mudah dilakukan dengan menggunakan teknologi (cybercrime). [2]Salah satu bentuk kejahatan cybercrime adalah berupa penyebaran video pribadi tanpa persetujuan, baik melalui media sosial, platform berbagi video, dan teknologi internet lainnya.

Video pribadi yang dimaksud dalam hal ini adalah video yang mengandung unsur penghinaan maupun ditujukan untuk menjatuhkan martabat dari subjek dalam video tersebut. Kasus ini sering kali melibatkan video intim, video yang mengandung adegan yang kurang pantas, atau bahkan video yang melanggar privasi seseorang.

Baca Juga: Maraknya Love Scamming yang Terjadi pada Anak-Anak dan Remaja Melalui Hubungan Virtual

Peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup mengatur mengenai tindak pidana penyebaran video tanpa izin tersebut dalam beberapa regulasi, tergantung dari motif atas kejahatan tersebut.

Bacaan Lainnya

Pasal 433 Ayat (1) dan (2) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara eksplisit mengatur bahwa tindakan menyerang kehormatan maupun nama baik dengan gambar yang disiarkan (video) diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.

Selanjutnya, secara lebih khusus, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur dalam Pasal 27 tentang Perbuatan Yang Dilarang, termasuk di dalamnya  penyebaran video tanpa izin berdasarkan tujuan penyebarannya.

Baca Juga: Isu Kasus Tindak Pidana Pelaku Pornografi Online yang Melanggar Kesusilaan

Pada Ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak dilarang mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Pada Ayat (2), penyebaran tersebut dilarang apabila memiliki muatan yang mengandung penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik. Sedangkan pada Ayat (4), dicantumkan bahwa penyebaran dilarang apabila memiliki muatan pemerasan dan/ atau pengancaman.

Sebagai konsekuensi, Pasal 45 UU ITE menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap substansi Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000

Baca Juga: Waspada Dampak Buruk terhadap Otak akibat Terlalu Sering Menonton Film Pornografi

Muatan video yang mengandung unsur pornografi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). UU tersebut mengatur ketentuan pidana terhadap pelaku pembuat maupun penyebar video tersebut. Sebagaimana tercantum pada Pasal 29 Ayat (1)  sebagai berikut:

“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).”

Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terdapat korban dari penyebaran video tanpa izin adalah dengan mengadukan orang tersebut melalui laman Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo).

Baca Juga: Pandemi: Waspada Pornografi Media pada Remaja

Selain itu, korban juga dapat melapor kepada penyidik cyber crime POLRI atau melaporkan langsung ke penyidik pada Sub Direktorat Penyidikan Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Kerahasiaan identitas tentu akan tetap terjaga sesuai dengan  kode etik penyidikan.[3] Korban juga dapat meminta bantuan dan pendampingan selama melakukan upaya hukum kepada lembaga bantuan hukum dan lembaga pengada layanan yang ada di sekitarnya.

Penulis : Anisya Fadila
Mahasiswa ilmu Hukum Universitas Pamulang

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses