Analisis Kebijakan Perizinan Senjata Api bagi Pihak Pro Junta Myanmar terhadap Dinamika Politik di Myanmar

Dinamika Politik
Ilustrasi Politik (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Gejolak politik domestik di Myanmar, khususnya terkait politik pemerintahannya telah berlangsung sejak lama.

Sistem pemerintahan yang tidak stabil bahkan hingga saat ini, kemudian menimbulkan ketidakstabilan politik dalam jangka panjang.

Sejarah singkat mengenai konflik di Myanmar yang masih juga belum usai hingga saat ini, yakni diprakarsai oleh peristiwa konflik antar etnis yang marak terjadi setelah kemerdakaan Myanmar pada 4 Januari 1948.

Konflik antar etnis yang terjadi ini kemudian membuat pemerintahan Myanmar pada saat itu menyerahkan kekuasaan secara sementara kepada pihak militer untuk menuntaskan masalah tersebut.

Bacaan Lainnya

Setelah konflik antar etnis berhasil diredam dan kekuasaan pemerintahan kembali diberikan kepada pihak sipil, timbul permasalahan baru yakni pihak militer merasa pemerintahan pada saat itu tidak becus dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga dilakukanlah kudeta oleh militer untuk kembali menguasai pemerintahan di Myanmar.

Peristiwa pengkudetaan kemudian terdapat fakta bahwa adanya peraturan yang tertulis dalam konstitusi negara bahwa militer dapat mengambil alih kekuasaan negara apabila dalam kondisi genting atau krisis, yang kemudian menjadi dua faktor utama dari peristiwa pengkudetaan dan penguasaan negara oleh rezim militer yang tak berujung di Myanmar.

Di awal tahun 2023 rezim Junta Militer mengizinkan kepemilikan senjata api bagi para pendukungnya di Myanmar, dikeluarkannya kebijakan ini kemudian tentunya akan mempengaruhi dinamika politik di negara Myanmar.

Disini penulis mengutip pernyataan “bagi pendukung” dari Junta Myanmar, yang mana berarti izin kepemilikan senjata jelas hanya boleh dimiliki oleh para pendukung rezim Junta Militer, sedangkan yang menjadi isu utama dari perpolitikan di Myanmar adalah antara pihak oposisi atau orang-orang dari pihak pro-demokrasi kepada rezim pretorian otoriter Junta Myanmar.

Sehingga dengan adanya undang-undang senjata baru ini maka akan besar kemungkinannya untuk menguatkan kedudukan rezim Junta atas kekuasaannya di Myanmar dengan mengandalkan para pihak pro-Junta yang boleh memiliki senjata untuk melawan para oposisi seperti Tentara Pertahanan Rakyat atau pasukan Pertahanan lokal.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka bagaimana kebijakan kepemilikan senjata terhadap para pendukung Junta mempengaruhi dinamika politik di Myanmar?

Persoalan izin kepemilikan senjata api merupakan suatu hal yang krusial, yakni dikarenakan hal tersebut erat kaitannya dengan eksklukisifitas, yang pada umumnya senjata api hanya boleh dimiliki secara legal oleh Angkatan bersenjata seperti polisi dan tantara nasional melalui berbagai pelatihan dan tes yang kompleks untuk mendapatkan izin kepemilikan senjata tersebut.

Sehingga memberikan perizinan kepemilikan senjata api kepada orang-orang sipil tanpa melalui proses sebagaimana yang dilalui oleh Angkatan bersenjata akan menimbulkan berbagai potensi-potensi resiko yang tinggi.

Sebagaimana dapat kita lihat di Amerika Serikat, negara yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat (liberty/freedom of speech) kemudian AS juga menjadi negara pertama yang memberikan izin kepemilikan senjata api kepada masyarakat sipil yang tercantum pada konstitusi negara sejak tahun 1791 berbarengan dengan diciptakannya dasar hukum untuk kebebasan berekspresi, pers, beragama, dan perkumpulan.

Izin kepemilikan senjata di AS ini diadakan dan juga dilindungi oleh amandemen dengan dalih sebagai bentuk self defense atau pembelaan diri dari situasi-situasi yang mengancam keamanan individu.

Namun pada realitanya, penerapan kebijakan ini kemudian mendatangkan banyak efek samping dan juga turut memberikan perubahan pada kehidupan sosial masyarakat sipil di AS.

Dengan adanya kebijakan ini seringkali dijumpai penyimpangan atau penyalahgunaan senjata api di Amerika Serikat mulai dari lingkungan sekitar tempat tinggal, hingga pada tempat-tempat publik seperti Lembaga pendidikan.

Adanya kebijakan kepemilikan senjata bagi rakyat sipil ini seringkali menjadi pedang bermata dua yang disalahgunakan untuk aktivitas kriminal seperti bentuk-bentuk rasisme, pengancaman, dan pembunuhan, yang sedikit banyak contohnya adalah pada kehidupan jalanan atau kehidupan malam di berbagai negara bagian di Amerika Serikat, yang mana seringkali senjata api memakan korban pada perang gangster atau aktivitas gangster/peredaran narkoba pada berbagai wilayah di Amerika Serikat.

Adapun contoh lain yang cukup kontroversial yakni tentang peristiwa penembakan di sekolah-sekolah Amerika Serikat, tercatat hingga 249 insiden penembakan di sekolah sepanjang tahun 2020-2021 dan tercatat sebanyak 21.500 korban jiwa akibat kekerasan bersenjata di seluruh wilayah negara bagian Amerika Serikat.

Dengan ini, Amerika Serikat merupakan negara yang maju dengan tingkat kemajuan SDM yang tinggi pula, dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.

Namun angka permasalahan yang ditimbulkan terkait penggunaan senjata api oleh sipil masih terbilang tinggi, lantas apa yang akan terjadi apabila rencana kebijakan terkait perizinan kepemilikan senjata Api di Myanmar terealisasikan.

Maka tentunya secara demografis, kestabilan kehidupan politik dan sosio-ekonomi tentunya akan menimbulkan kemungkinan kasus-kasus kekerasan atau bahkan memakan korban jiwa akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di Amerika Serikat.

Terlebih lagi adanya pernyataan bahwa perizinan kepemilikan senjata ini hanya diperbolehkan untuk pihak yang pro terhadap rezim junta Myanmar.

Yang mana tanpa adanya kebijakan terkait kepemilikan senjata api saja, sudah banyak kasus kekerasan atau pelanggaran HAM dan berbagai ketidakadilan yang menimpa rakyat di Myanmar, baik itu yang tidak memihak ataupun yang kontra terhadap rezim pretorian otoriter junta militer Myanmar.

Oleh karena itu menurut penulis apabila kebijakan perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang loyal terhadap rezim militer junta Myanmar terimplementasi, maka akan meningkatkan ketidakadilan yang terjadi pada kehidupan bermasyarakat di Myanmar, khususnya bagi masyarakat yang tidak mendukung rezim junta, ketidakstabilan politik, dan berbagai bentuk kekerasan.

Selain akan mempengaruhi kehidupan sosial dan juga perpolitikan di Myanmar, dampak dari kebijakan perizinan kepemilikan senjata api ini juga akan merebak lebih luas kepada pertumbuhan demokrasi di Myanmar.

Myanmar yang sejak lama telah bergelut untuk menumbuhkan demokrasi di negaranya kemudian akan semakin terhambat, dikarenakan kebijakan ini semakin menguatkan kedudukan rezim militer Myanmar yang didukung dengan sipil pro rezim Junta Myanmar yang dipersenjatai.

Sehingga akan menghambat atau mempersulit bagi pihak-pihak pro demokrasi untuk kembali mengambil alih kekuasaan atau memenangkan kursi-kursi di pemerintahan, dan hanya akan membuat demokrasi di Myanmar untuk mencapai tahap konsolidasi hanyalah menjadi misi yang utopi.

 

Penulis: Raihan Nustra Harsono
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses