Tua-Muda Kemah dan Sinau Cagar Budaya Candi di Indonesia

Indonesia
Tari Prajna Paramita oleh Sanggar Tandawa Ratri (Dokumentasi Kosalalita Anggiyumna Ranangsari, 2023)

Keindahan alam Indonesia yang berbalutkan peradaban Hindu-Buddha tersebar di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya terletak di Yogyakarta.

Peradaban Hindu-Buddha di Indonesia terekam dalam situs peninggalan kuno seperti candi dengan relief-relief unik serta patung arca di dalamnya.

Tentunya di zaman sekarang ini, ketidakpahaman akan pentingnya cagar budaya menyebabkan hilangnya minat generasi muda untuk melestarikan dan mengapresiasi berbagai cagar budaya di Indonesia.

Oleh karenanya, komunitas Sinau Cagar Budaya (Sigarda) Indonesia kembali menghadirkan Kemah Budaya menjelajahi Lembah Boko.

Bacaan Lainnya

Sigarda menunjuk Yogyakarta sebagai tuan rumah kegiatan kemah budaya tahun ini. Kemah diselenggarakan 2 hari berturut-turut selama akhir pekan yaitu tanggal 2 hingga 3 September 2023. Uniknya kegiatan ini dihadiri berbagai kalangan dari yang tua hingga yang muda.

Peserta kemah ini memiliki latar belakang yang bermacam-macam, mulai dari guru sejarah, peneliti, hingga yang masih mengenyam di bangku kuliah dan anak-anak.

Total keseluruhan peserta yang ikut meramaikan kegiatan kemah ini kurang lebih sekitar 96 orang yang berdatangan dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Bumi Perkemahan Watu Tapak Camp Hill, Sleman, Yogyakarta dijadikan pilihan sebagai tempat berdirinya 24 tenda para peserta.

Destinasi cagar budaya yang dituju dalam kegiatan Sigarda kali ini adalah Candi Ijo, Candi Barong, Candi Dawangsari, dan Candi Sojiwan.

Cagar budaya pertama yang dikunjungi adalah Candi Ijo. Di tempat inilah pembukaan acara Sigarda terlaksana dan kegiatan ini resmi dibuka oleh Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc selaku penasehat Sigarda Indonesia.

Pada sesi pembukaan para peserta disuguhkan tarian kontemporer berjudul tari Prajna Paramita dan tari Tunggal Bernama Utang Roso.

Tarian yang dibawakan sangat memukau mata dengan latar belakang pementasan berupa bangunan utama Candi Ijo.

Di Candi Ijo, para peserta juga dapat menikmati sunset dari atas bukit dengan pemandangan lembah yang indah.

Peserta mengabadikan momen ini ke dalam foto dengan hasil jepretan berupa keindahan kawasan Candi Ijo di sore hari.

Di malam harinya, peserta dapat menikmati waktu santainya dengan beristirahat ataupun membuat hidangan baik berupa kopi, teh, mie, ataupun wedang bajigur.

Kegiatan Sigarda di malam hari dilanjut dengan acara sarasehan bertempat di Watu Tapak Camp Hill. Di sini, dihadirkan narasumber hebat seperti Sugeng Riyanto yang merupakan peneliti BRIN, Indra dari Dirjen Kebudayaan, serta Marsis Sutopo sebagai Ketua IAAI Pusat.

Melalui acara sarasehan ini, para peserta bisa bertukar pikiran mengenai kebudayaan dan bisa diperoleh wawasan baru dari orang-orang yang telah berpengalaman.

Di hari kedua, kegiatan berlanjut dengan mendatangi Candi Barong dan Candi Dawangsari. Uniknya kedua candi ini berlatar keagamaan yang berbeda, namun mereka bisa terletak berdekatan.

Candi Barong merupakan Candi Hindu, sedangkan Candi Dawangsari yang masih dalam proses revitalisasi merupakan candi dengan wujud stupa Buddha.

Setelah puas berfoto-foto, rombongan bergerak menuju Candi Sojiwan. Candi Sojiwan memiliki relief yang indah dengan penggambaran peradaban di masa dulu yang berisi nilai-nilai kehidupan.

Di tempat ini juga kegiatan Kemah Budaya diakhiri dan ditutup dengan pertunjukan Wayang Puisi dengan menampilkan naskah Syair Pertiwi.

Pertunjukan wayang puisi “Syair Pertiwi” (Dokumentasi Kosalalita Anggiyumna Ranangsari, 2023)

Rangga Jalu Pamungkas, salah satu peserta kemah Sigarda, mengungkapkan bahwa dia senang mengikuti kegiatan ini dimana di tengah kesibukannya bekerja, dia bisa bersantai sejenak dengan menikmati keindahan bangunan kuno dengan ukiran-ukiran yang indah di tiap sisinya sekaligus menyelami sejarah situs candi Hindu-Buddha.

Penggiat kegiatan ini mengharapkan ke depannya Kemah Budaya Sigarda mampu menarik minat generasi muda lainnya untuk peduli dan terus melestarikan warisan bersejarah peninggalan Hindu-Buddha, tidak hanya generasi tua saja.

Dengan adanya komunitas pecinta cagar budaya, Sigarda bisa menjadi tempat yang asyik untuk mengetahui dan mengenal peninggalan-peninggalan kuno yang sarat dengan nilai budaya.

 

Penulis: Kosalalita Anggiyumna Ranangsari
Mahasiswa Pengkajian Seni Videografi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses