Integritas Nilai Berakhlak dalam Pelayanan Publik: Studi Kasus Penetapan NJKB

Pelayanan Publik
Ilustrasi Pelayanan Publik (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

PAD dari sektor pajak, khususnya PKB dan pajak-pajak daerah lainnya, relatif stabil dan memberikan kontribusi yang signifikan dibandingkan sektor-sektor lain. Pajak memegang peranan penting dalam menentukan kapasitas anggaran daerah untuk membiayai berbagai pengeluaran, baik pembangunan infrastruktur maupun pengeluaran rutin.

Peran pajak tidak hanya sebagai instrumen ekonomi, tetapi juga sebagai perwujudan kewajiban hukum bagi masyarakat dalam mendukung pembangunan daerah. Pajak dipandang sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat yang secara hukum diwajibkan untuk ikut serta dalam pembiayaan pembangunan.

Hukum perpajakan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pemerintah daerah untuk menegakkan kepatuhan pajak, sehingga masyarakat tidak dapat menghindari kewajiban ini. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dalam hukum, di mana setiap warga negara yang menikmati fasilitas publik wajib berkontribusi melalui pembayaran pajak.

Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Fenomena ini dapat dilihat dengan semakin padatnya lalu lintas di jalan-jalan utama di berbagai daerah.

Bacaan Lainnya

Peningkatan jumlah kendaraan ini tidak hanya menunjukkan meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat, tetapi juga berpotensi memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek, termasuk sektor penerimaan pajak daerah.

Ditambah lagi adanya kewajiban bagi setiap pemilik kendaraan bermotor yang terdaftar untuk membayar pajak setiap tahunnya. Dengan kata lain dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi, maka potensi penerimaan PKB semakin besar .

NJKB berfungsi sebagai dasar perhitungan PKB dan BBNKB, sehingga penetapan yang akurat dan tepat waktu sangat penting untuk mendukung penerimaan daerah secara optimal.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (9) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk menetapkan NJKB setiap tahun sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Namun, kewenangan tersebut dibatasi hanya pada kendaraan yang diproduksi sebelum tahun berjalan, sementara NJKB untuk kendaraan baru ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Penetapan NJKB tidak hanya berpengaruh pada kewajiban perpajakan bagi pemilik kendaraan, tetapi juga mencerminkan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Dengan kata lain, penetapan NJKB yang lambat membawa dampak signifikan terhadap kepercayaan masyarakat, baik perorangan maupun dealer, terhadap pelayanan publik di bidang pajak.

Ketika proses penetapan NJKB tidak berjalan dengan efisien, masyarakat cenderung merasa frustrasi dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem perpajakan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelayanan pajak dan memastikan bahwa penetapan NJKB dilakukan secara cepat dan akurat.

Di sisi lain, penerapan prinsip Berakhlak (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) menjadi pedoman bagi aparatur pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Dalam konteks penetapan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), prinsip ini mendorong pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang transparan, cepat, dan akurat, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang berintegritas. Dengan berpegang pada nilai-nilai ini, pemerintah daerah dapat menciptakan tata kelola yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Permendagri Nomor 8 Tahun 2024 menekankan transparansi dan akurasi dalam penentuan NJKB. Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditetapkan berdasarkan rata-rata harga pasaran umum kendaraan yang berlaku di wilayah administrasi terkait.

Dalam peraturan ini, NJKB juga mencakup kendaraan bermotor baru, kendaraan ubah bentuk, kendaraan bekas, serta alat berat, yang mana penetapan nilainya memperhitungkan kondisi kendaraan, masa pakai, dan nilai depresiasi, atau dengan kata lain memperhatikan penambahan/penyusutan nilai jual.

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa NJKB yang ditetapkan mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya dan mencegah adanya penyelewengan dalam perhitungan pajak.

Penetapan NJKB juga sejalan dengan visi Asta Cita Presiden yang menekankan pembangunan berkelanjutan dan tata kelola pemerintahan yang efisien. Asta Cita, yang mencakup fokus pada peningkatan sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan penguatan ekonomi nasional, memberikan kerangka strategis dalam memperbaiki tata kelola pajak kendaraan bermotor.

Dengan menjadikan Asta Cita sebagai pedoman, pemerintah berupaya memastikan bahwa regulasi NJKB tidak hanya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang adil, akuntabel, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Selain itu, pendekatan ini mempertegas pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghadapi berbagai tantangan dalam proses penetapan NJKB, termasuk disparitas data dan kebutuhan harmonisasi kebijakan.

Pengaturan NJKB ini juga memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian nilai jual kendaraan setiap tahun. Dengan adanya ketentuan ini, pemerintah daerah dapat memperbaharui NJKB sesuai dengan dinamika harga pasar di wilayah masing-masing.

Meski demikian, pelaksanaan aturan ini masih menghadapi tantangan ketidaksinkronan data antar daerah, yang sering kali menyebabkan perbedaan dalam penetapan NJKB di berbagai wilayah. Disparitas tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam pengenaan pajak antara daerah satu dengan yang lain.

Prinsip Berakhlak (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) menjadi panduan penting dalam pelaksanaan kebijakan NJKB di tingkat daerah.

Berorientasi pada pelayanan, pemerintah daerah dituntut untuk memberikan pelayanan pajak yang lebih cepat dan transparan, sehingga mengurangi ketidakpastian masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Selain itu, prinsip akuntabilitas menggarisbawahi pentingnya pelaporan yang jelas dan penggunaan data yang valid dalam menentukan nilai jual kendaraan bermotor, sehingga dapat menghindari potensi manipulasi atau ketidaksesuaian perhitungan pajak.

Tantangan utama dalam penetapan NJKB terletak pada ketidaksesuaian antara kewenangan pemerintah daerah dan pusat dalam menentukan NJKB.

Meskipun pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan NJKB untuk tahun-tahun sebelum tahun berjalan, penetapan NJKB untuk tahun berjalan masih ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri berdasarkan Harga Pasaran Umum (HPU) di masing-masing daerah.

Variasi harga kendaraan di berbagai daerah, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti distribusi, permintaan pasar, dan kondisi ekonomi lokal, sering kali tidak terakomodasi dengan baik dalam penetapan NJKB yang ditentukan pusat.

Selain itu, daerah menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan NJKB yang ditetapkan pusat dengan realitas lokal. Pemerintah daerah tidak memiliki fleksibilitas yang cukup untuk mengubah atau menyesuaikan NJKB tahun berjalan berdasarkan kondisi pasar yang berkembang di wilayahnya.

Kondisi ini menciptakan ketidakpuasan di tingkat daerah, karena pajak yang dibebankan kepada masyarakat tidak mencerminkan harga aktual kendaraan di wilayah mereka. Hal ini juga mengakibatkan ketidakadilan dalam pengenaan pajak antar daerah, terutama di wilayah-wilayah dengan kondisi ekonomi yang sangat berbeda.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang lebih kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan NJKB, serta fleksibilitas yang lebih besar bagi daerah untuk menyesuaikan NJKB berdasarkan dinamika pasar lokal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2024 menetapkan bahwa NJKB didasarkan pada harga pasaran umum pada minggu pertama Desember 2023, sebagai dasar pengenaan pajak pada tahun 2024.

Namun, meskipun peraturan ini seharusnya berlaku sejak awal Tahun 2024, kenyataannya baru diundangkan pada 6 Agustus 2024, yang menimbulkan tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah, termasuk Provinsi Jambi.

Hal ini merupakan kejadian berulang dimana pada Tahun 2023 diundangkan tanggal 11 Mei 2024. Keterlambatan ini menggambarkan kekosongan norma yang secara tegas mengatur jangka waktu penetapan NJKB shingga menimbulkan ketidakpastian bagi daerah dalam melaksanakan kewajibannya terkait PKB dan BBNKB untuk tahun berjalan.

Keterlambatan penetapan NJKB merupakan indikasi pelayanan publik yang kurang baik, yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Situasi ini menunjukkan perlunya dilakukan reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses penetapan NJKB.

Dengan reformasi yang tepat, pemerintah dapat memastikan bahwa proses penetapan NJKB berjalan dengan cepat dan akurat, sehingga memberikan dampak positif terhadap pelayanan publik di bidang pajak.

Selain itu, peningkatan kualitas pelayanan publik akan memperkuat kepercayaan masyarakat, baik perorangan maupun dealer, terhadap sistem perpajakan dan menciptakan iklim yang lebih kondusif untuk kepatuhan pajak.

Keterlambatan penetapan NJKB menjadi bukti perlunya dilakukan reformasi birokrasi yang diharapkan mampu mempercepat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan regulasi.

Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan reformasi birokrasi yaitu menciptakan pemerintahan yang responsif dan efisien, namun lambatnya proses penetapan dan pengundangan peraturan ini menunjukkan masih adanya kendala struktural dan koordinasi yang buruk di tingkat pemerintah pusat dan daerah.

Keterlambatan pengundangan NJKB juga berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik, khususnya terkait pajak kendaraan bermotor. Di beberapa daerah, pelayanan Samsat terganggu karena pemerintah daerah tidak dapat segera menerapkan NJKB terbaru, sehingga proses penghitungan pajak menjadi tidak sesuai dengan kondisi pasar terbaru.

Hal ini menciptakan ketidakpastian di kalangan masyarakat yang hendak membayar pajak, dan mempengaruhi pendapatan asli daerah (PAD). Kondisi ini bertentangan dengan tujuan reformasi birokrasi yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, yang menekankan pentingnya pelayanan publik yang cepat, tepat, dan transparan.

Keterlambatan penerapan NJKB ini juga melanggar prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan pemerintah untuk memberikan layanan yang tepat waktu dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Birokrasi yang tidak efisien juga berpengaruh negatif terhadap pelayanan publik, terutama yang berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor. Pelayanan Samsat yang seharusnya memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor sering kali terganggu akibat lambatnya penetapan NJKB.

Padahal, di era digitalisasi saat ini, pelayanan publik diharapkan dapat berjalan lebih cepat dan transparan melalui integrasi sistem yang canggih. Keterlambatan tersebut membuat masyarakat harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan kepastian nilai pajak kendaraan yang harus mereka bayarkan.

Keadaan ini mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan menunjukkan bahwa tujuan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik belum tercapai.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah seharusnya memberikan layanan yang tepat waktu dan efisien, namun realitas menunjukkan masih adanya tantangan dalam implementasi undang-undang tersebut.

Selain itu, keterlambatan dalam penetapan NJKB untuk tahun berjalan juga berdampak langsung pada desentralisasi fiskal yang seharusnya memberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengelola pajak daerah.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mengamanatkan bahwa pemerintah daerah memiliki otonomi lebih besar dalam menetapkan kebijakan fiskal, termasuk NJKB.

Namun, kenyataannya, ketergantungan daerah pada penetapan NJKB oleh pemerintah pusat justru memperlambat proses tersebut, sehingga daerah kehilangan kesempatan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor.

Masalah ini menunjukkan bahwa meskipun desentralisasi fiskal telah diatur dalam undang-undang, pelaksanaannya masih terganjal oleh koordinasi yang tidak efektif antara pusat dan daerah, yang pada akhirnya menghambat efektivitas desentralisasi itu sendiri.

 

Saran

1. Koordinasi antara Pusat dan Daerah

Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam proses penetapan NJKB untuk mengurangi keterlambatan yang berdampak negatif pada pelayanan publik.

Sinergi yang lebih baik dapat diwujudkan dengan menjadikan nilai-nilai Asta Cita sebagai landasan strategis, terutama dalam memperbaiki tata kelola perpajakan daerah agar lebih efisien dan selaras dengan dinamika kebutuhan masyarakat.

2. Implementasi Prinsip Berakhlak

Diperlukan implementasi prinsip Berakhlak dalam seluruh proses penetapan NJKB. Pemerintah pusat dan daerah harus berorientasi pada pelayanan yang berkualitas, menggunakan data yang akurat, dan memastikan kolaborasi antar pihak yang terkait, seperti Dinas Pendapatan Daerah dan pelaku usaha.

Prinsip Adaptif juga perlu diutamakan melalui pemanfaatan teknologi untuk mempercepat proses penetapan NJKB dan meminimalkan potensi kesalahan.

3. Teknologi Digital

Pemerintah harus memanfaatkan teknologi digital dalam pengelolaan data NJKB, sehingga proses perhitungan dan penetapan dapat dilakukan secara lebih cepat, transparan, dan akurat. Digitalisasi ini juga mendukung terwujudnya pelayanan publik yang sesuai dengan prinsip Berakhlak.

4. Evaluasi terhadap Pelaksanaan Regulasi NJKB

Disarankan agar pemerintah pusat dan daerah secara rutin melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan regulasi NJKB. Proses ini harus melibatkan masyarakat untuk memberikan umpan balik mengenai pelayanan yang diterima, sehingga kebijakan yang ada benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

 

Penulis: Anggiat Sahat Maruli Gultom
Mahasiswa Magister Hukum, Universitas Jambi

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses