Sejarah Konflik Palestina
Konflik ini bermula pada abad ke -20, ketika Kesultanan Ottoman kalah oleh Inggris dalam perang dunia I, hingga wilayah Palestina beralih di tangan Inggris. Dengan adanya Deklarasi Balfour dan pembagian wilayah Palestina oleh PBB menjadi titik awal pemantik terjadinya ketegangan yang besar antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Dengan Resolusi PBB Nomor 181 pada tahun 1947.
Tepat setelah mandat inggris berakhir, militer Israel sekonyong-konyong melakukan operasi penghancuran wilayah untuk memperlebar perbatasan negara dengan adanya fenomena pembersihan etnis Palestina (Nakba).
Nakba sendiri mengartikan “kehancuran” di kutip dari Al Jazeera, Sedangkan Nakba secara umum merupakan sebutan warga Palestina yang menjadi korban dari peristiwa eksodus massal yang menimpa kurang lebih 750 ribu orang arab terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat agresi Israel di Palestina pada tahun 1948.
Yang hingga kini konflik yang terjadi sejak tahun 1948 hingga sekarang terus menerus terjadi tanpa henti meneror dan menyebabkan ratusan warga Palestina terpenjara terbuka di tanahnya sendiri.
Baca juga: Krisis Palestina: Sebuah Refleksi Kemanusiaan dan Tanggung Jawab Global
Bentuk Solidaritas Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara yang menentang keras segala bentuk penjajahan yang tertuang pada pembukaan undang-undang dasar negara Republik Indonesia (UUD NKRI) 1945 yang menyatakan bahwa “ penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan” dan sila ke-2 Pancasila yang berbunyi “ kemanusiaan yang adil dan beradab “. Di mana Indonesia ini dikenal dengan soildaritas dan dukungannya kepada Palestina sangatlah kuat.
Salah satu dukungan yang dilakukan Indonesia ialah melalui industri film yang di produksi oleh warna pictures. Yang mana keuntungan dari film ini didonasikan untuk membantu palestina.
Film ini dibuat atas soldaritas Indonesia terhadap perjuangan dan juga keadaan warga palestina yang tengah di landa konflik berkepanjangan.
Dan tentunya dalam film ini tidak hanya menyoroti peristiwa demi peristiwa yang menampilkan keadaan di sana yang di bombardir segala arah oleh israel. Tetapi juga menggambarkan harapan, cinta, kemanusiaan, ketahanan, dan kebahagiaan yang dialami oleh warga palestina.
Dengan 2 film yang telah di produksi dan sukses tayang di bioskop pada tahun 2019 dan 2022 ini , warna pictures juga telah merampungkan produksi film Hayya 3 yang akan segera hadir di bioskop. Di mana trailernya dapat dilihat di YouTube @gazathemovie Film Gaza (Hayya 3) https://www.youtube.com/@gazathemovie.
Film ketiga yang di produksi oleh warna pictures ini mengambil latar kota Gaza yang merupakan salah satu wilayah yang di gempur oleh Israel.
Di mana kota Gaza ini merupakan kota yang ada di Palestina dengan letaknya di jalur utama pantai laut tengah (Bia Maris) antara Afrika Utara dan Mesopotamia yang menjadi tempat lalu-lalang perhentian perdagangan rempah-rempah di laut merah.
Kota Gaza kerap kali di sebut jalur Gaza yang menjadikan nya kota terbesar sejak abad ke-15 SM. Kota ini juga menjadikan nya kota terpadat dipalestina sebelum adanya perang Israel-hamas yang di mengakibatkan pengungsian besar-besaran yang terjadi pada masa perang.
Baca Juga: Politik Bebas Aktif, Mengapa Indonesia Tak Bisa jadi Penengah dalam Konflik Israel-Palestina?
Sinopsis Film Hayya
Hayya: The Power of Love 2 2019
Hayya: The Power of Love 2 2019 merupakan sekuel kedua dari film 212 The Power Of Love. Film kedua ini mengisahkan Pasca berdamai dengan masa lalu nya, Rahmat yang sedang proses dalam berhijrah, memutuskan menjadi relawan kemanusiaan.
Ditemani Adin sahabatnya, Rahmat menjadi jurnalis dan relawan di sebuah camp pengungsian di Palestina. Di sanalah Rahmat bertemu Hayya seorang gadis cilik korban konflik yang membuat kehidupan Rahmat menjadi berbeda. Lalu bagaimana kelanjutan hubungan antara Rahmat, Hayya bahkan Yasna dan Abah?.
Hayya 2: Hope, Dream & Reality 2022
Hayya 2: Hope, Dream & Reality 2022 yang mengisahkan trauma dengan situasi konflik yang terjadi di Palestina membuat Hayya tidak mau di pulangkan, dan kembali melarikan diri agar bisa tinggal di Indonesia.
Dalam pelariannya Hayya bertemu dengan Lia (29th) seorang perempuan cantik dan baik hati yang mengira Hayya adalah anaknya. Hayya pun diajak Lia tinggal dirumahnya dan bertemu dengan Faisal(30th).
Faisal yang awalnya bingung dengan kehadiran Hayya, akhirnya menganggap Hayya adalah penyelamat bagi kehidupan rumah tangganya. Di tempat lain, Rahmat, Adhin, dan Ricis terus mencari Hayya.
Lalu satu persatu tabir keluarga Faisal terbuka, hingga pada puncaknya, sebuah tragedi menimpa Hayya, membuat situasi menjadi kompleks dan menegangkan.
Hayya 3: Gaza
Hayya 3: Gaza yang mengisahkan “Sebuah kisah tentang rindu & kehilangan” Abdullah Gaza (8th) atau biasa dipanggil Gaza adalah bocah yatim piatu. Ayahnya seorang relawan kemanusiaan meninggal dunia sekembalinya dari Palestina.
Sejak kematian Ayahnya, Gaza dititipkan dirumah panti yang dikelola Ustazah Dewi (35th) dan sahabatnya Rafa Shafira (25th).
Di sana Gaza bertemu dengan Hayya (13th) gadis kecil asal Palestina yang telah empat tahun tinggal dan berusaha mencari kedamaian di negeri ini. Genosida di Palestina membuat Hayya urung dipulangkan ke tanah kelahirannya.
Di rumah panti, lambat laun hubungan Gaza dan Hayya pun menjadi dekat. Bagi Hayya kehadiran Gaza layaknya pengobat rindu, mengingat namanya mirip dengan tanah kelahirannya. Kehidupan mereka pun kembali ceria, saling mengisi satu sama lain, hingga suatu peristiwa buruk, kembali mengintai, dan mengancam nyawa mereka.
Melalui film hayya 3 ini yang akan hadir di bioskop, dan tentunya isu yang di angkat mengenai kemanusiaan di Palestina dengan latar Kota Gaza.
Baca Juga: Krisis Palestina: Sebuah Refleksi Kemanusiaan dan Tanggung Jawab Global
Diharapkan film ini dapat meningkatkan kesadaran global terhadap penderitaan rakyat Palestina. Selain dapat membuka mata dunia, orang-orang di seluruh dunia terkhusus di Indonesia tidak akan lupa akan isu-isu yang terjadi di palestina dan selalu peduli dan berempati terhadap saudara kita di palestina dan semakin kuat solidaritas internasional.
Dan dengan adanya film ketiga yang akan segera hadir di bioskop ini berharap bisa masuk box office, karena hal ini akan memberikan dampak terhadap ekonomi yang tinggi dalam meraup keuntungan dari penayangannya untuk bantuan kemanusiaan di Palestina.
Penulis: Mariyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
Ikuti berita terbaru di Google News