Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk memberikan layanan medis, perawatan, dan pengobatan kepada masyarakat. Di tempat ini, setiap orang datang dengan keluhan yang berbeda-beda dan berharap dapat menemukan solusi untuk segera sembuh dari rasa sakit tersebut.
Dikutip dari situs idiungaran.org bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang ada di dalamnya menjadi pilar utama dalam mewujudkan sistem kesehatan masyarakat yang baik. Namun, di balik peran tersebut, rumah sakit seringkali dianggap sebagai tempat yang “mengerikan” oleh sebagian orang. Persepsi ini muncul karena banyak orang menghabiskan detik-detik terakhir dalam hidupnya di tempat ini.
Rumah sakit menjadi saksi bisu dari kehancuran dan kesedihan seseorang ketika kehilangan orang yang disayangi untuk selama-lamanya. Perkataan dokter, “Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” menjadi memori pahit yang meninggalkan luka mendalam.
Keadaan yang memilukan ini kerap kali terjadi pada pasien dengan kondisi gawat darurat yang terlambat memperoleh penanganan lebih lanjut dari tenaga kesehatan. Oleh karena itu, salah satu kewajiban seorang dokter atau tenaga kesehatan adalah memberikan pertolongan pertama terhadap pasien gawat darurat secepat mungkin.
Dalam salah satu pedoman hukum dunia kesehatan, Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Pasal 438 Ayat 1, tertulis “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis, dan atau tenaga kesehatan yang tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien gawat darurat akan diberikan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000.”
Baca Juga: Peran Kecerdasan Buatan dalam Dunia Kedokteran
Pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat perlu untuk didahulukan karena setiap detik dapat mengubah nasib dari kehidupan mereka. Pertolongan pertama yang terlambat diberikan dapat berakibat fatal pada hilangnya nyawa seseorang. Salah satu sistem yang diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan penyelamatan pasien gawat darurat adalah sistem TRIAGE.
Sistem TRIAGE merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memilah pasien sebelum mendapat penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya.
Penggolongan pasien harus dilakukan oleh seorang petugas TRIASE yang dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi kegawatdaruratannya sebagai prioritas pertama pelayanan kesehatan. Dalam kondisi ini, pemberian pelayanan kesehatan dilakukan sesuai urutan prioritas pasien gawat darurat dan tidak berdasarkan urutan kedatangan pasien.
Ironisnya, masih banyak masyarakat yang tidak memahami adanya sistem TRIAGE dan pemberian perlakuan khusus terhadap pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat. “Tapi kan aku datang duluan, kenapa dia yang dilayani duluan?!” ucap orang-orang yang lebih mementingkan nomor antrian daripada nyawa seseorang.
Sebagai masyarakat yang menjadi pengguna layanan kesehatan, penting untuk mengetahui bahwa rumah sakit bukanlah sekedar pusat pengobatan tetapi juga menjadi tempat pergulatan antara harapan dan kehilangan.
Manusia yang memiliki empati dan hati nurani tentunya akan memilih untuk menunggu daripada mendapat pelayanan kesehatan terlebih dahulu namun ada nyawa lain yang harus melayang karenanya.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan urgensi pelayanan kesehatan untuk pasien gawat darurat membuat penyampaian alur dari sistem TRIAGE yang ada di Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi sangat penting. Penggolongan kondisi pasien di seleksi dengan menggunakan Australian Triage Scale (ATS) yang terbagi menjadi 5 kategori.
Pasien akan digolongkan ke dalam kategori ATS 1 ketika mengalami kondisi yang mengancam jiwa, memiliki resiko besar terhadap kematian, dan memerlukan intervensi cepat dan agresif.
Beberapa kondisi yang dapat dikategorikan sebagai ATS 1 adalah henti jantung, henti napas, resiko sumbatan jalan napas, syok, kejang berkepanjangan, dan overdosis. Pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien ATS 1 harus dilakukan sesegera mungkin setelah pasien datang ke rumah sakit.
Pasien akan digolongkan dalam kategori ATS 2 ketika mengalami kondisi yang cukup serius atau dapat mengancam jiwa apabila tidak ditangani dalam 10 menit. Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien kategori ATS 2 maksimal 10 menit setelah pasien datang ke rumah sakit.
Kategori berikutnya yaitu ATS 3, 4, dan 5 merupakan pasien yang datang dengan kondisi tidak terlalu parah namun dapat berkembang menjadi kondisi yang mengancam nyawa atau menimbulkan kecacatan bila tidak ditangani dalam waktu berturut-turut 30 menit, 1 jam, dan 2 jam setelah kedatangan pasien.
Petugas TRIAGE harus melakukan penggolongan awal sejak kedatangan pasien ke IGD dan memastikan penggolongan ulang terhadap pasien yang masih menunggu. Apabila keadaan berubah, penggolongan pasien harus segera diganti agar pasien bisa mendapat urutan prioritas sesuai tingkat kegawatdaruratannya.
Komunikasi yang dilakukan antara petugas TRIAGE dengan pasien adalah komunikasi terapeutik yang berfungsi untuk mengatasi masalah pasien dan mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
Baca Juga: Baru Tahu! Ini Alat Kesehatan Modern yang Digunakan Dokter di Rumah Sakit
Sistem TRIAGE penting untuk diketahui oleh seluruh masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan karena dalam kondisi gawat darurat nyawa jauh lebih penting daripada nomor antrian.
Apa yang akan terjadi apabila banyak orang egois dan tidak mau mengalah demi sesamanya yang sedang berada dalam kondisi gawat darurat? Berapa banyak nyawa yang harus dikorbankan demi memenuhi keegoisan oknum tertentu? Berapa banyak orang yang akan berduka akibat kehilangan orang tercinta?
Pada akhirnya, rumah sakit adalah tempat di mana rasa kemanusiaan akan diuji. Langkah awal untuk menciptakan empati yang lebih besar dalam masyarakat adalah memastikan setiap orang memahami bahwa prioritas pelayanan kesehatan bukan sekadar urutan kedatangan, melainkan tingkat keparahan kondisi pasien.
Ketika setiap orang menyadari bahwa setiap detik dapat menjadi penentu antara hidup dan mati bagi pasien gawat darurat, tidak akan ada lagi oknum yang “protes” akibat pemberian pelayanan prioritas pada mereka yang benar-benar membutuhkan. Hal yang penting untuk disadari adalah di tengah antrian, nyawa harus selalu menjadi yang utama.
Penulis: Jennifer Angeline
Mahasiswa Jurusan Kedokteran, Universitas Airlangga
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News