AI: Manipulasi Sosial Media

AI
Gambar dibuat dengan teknologi AI.

Kali ini, era digital seperti sedang perang dengan informasi jika masyarakat tidak pandai memilah berbagai informasi maka masyarakat akan termakan oleh beberapa berita palsu yang kini kian beredar di media sosial. Bayangkan dunia maya sebagai medan perang baru.

Senjatanya bukan tank atau rudal, tetapi informasi. Senjata paling ampuh sekarang ialah kecerdasan buatan (AI).  AI bisa membuat video dan tulisan palsu yang sangat meyakinkan (deepfake) sehingga mudah menyebarkan informasi salah di media sosial. Bahayanya? Bisa merusak tatanan sosial, politik, dan ekonomi dunia. 

Ini bukan hanya soal berita bohong biasa, tetapi serangan terorganisir yang bertujuan menghancurkan kepercayaan masyarakat dan menciptakan perpecahan. Informasi palsu yang dibuat AI bisa menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan menit, jauh lebih cepat daripada upaya klarifikasi.

Masyarakat kini sedang menghadapi “perang informasi” yang serius, dan masyarakat harus paham bagaimana cara menghadapinya. 

Bacaan Lainnya

Kemajuan AI yang cepat, tanpa aturan dan etika yang jelas, menciptakan celah yang dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan mereka sendiri, entah itu uang, kekuasaan, atau sekadar iseng. Maka, perlu strategi yang komprehensif untuk melawannya.

AI juga bisa disalahgunakan untuk tujuan yang tidak etis, seperti manipulasi informasi atau perilaku. Salah satu contohnya ialah teknologi deepfake, yang memungkinkan manipulasi wajah dan suara seseorang dalam video atau audio palsu.

Teknologi deepfake telah digunakan untuk menyebarkan berita palsu, merusak reputasi individu, dan bahkan memanipulasi opini politik. Penyalahgunaan AI seperti ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap media dan lembaga, serta memperkeruh situasi politik.

Baca Juga: Implementasi Teknologi AI dalam Pelaksanaan Operasi Bedah Medis Efektif atau Berbahaya?

Selain itu, algoritma AI di platform media sosial sering kali digunakan untuk mempertahankan keterlibatan pengguna dengan menampilkan konten yang menarik secara terus-menerus, yang dapat menyebabkan kecanduan.

Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2022, 54% orang dewasa di Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka merasa kecanduan media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan media sosial merupakan masalah yang serius dan memerlukan perhatian. 

AI bisa membuat berita palsu yang sangat tertarget, disesuaikan dengan profil dan minat pengguna agar lebih efektif.  Ini bukan berita palsu biasa, tetapi informasi yang dipersonalisasi untuk memanipulasi orang-orang tertentu. 

Bayangkan video deepfake yang menunjukkan seorang calon pemimpin melakukan korupsi dampaknya bisa sangat buruk, meskipun videonya palsu.

Survei Kompas yang dipublikasi harian Kompas pada 27 Maret 2023 menunjukkan semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga yang lahir sebagai anak kandung reformasi, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Citra KPK yang pernah mencapai titik puncak pada Januari 2015 sebesar 88,5 persen menurun signifikan menjadi hanya 52,1 persen pada Maret 2023. Berita palsu bisa menyebar ke jutaan orang dalam hitungan jam, bahkan menit, sebelum kebenaran terungkap. Proses pengecekan fakta seringkali terlalu lambat.

Masalahnya semakin rumit karena algoritma media sosial. Algoritma ini dirancang untuk membuat pengguna terus aktif, seringkali dengan menampilkan konten yang provokatif atau kontroversial, tanpa memikirkan kebenarannya.

Baca Juga: Industri Hijau: Pabrik Ramah Lingkungan Berbasis Robotika dan AI

Berita palsu karena sifatnya yang sensasional dan memancing emosi, seringkali lebih banyak dilihat daripada informasi yang akurat. Ini seperti lingkaran setan semakin banyak berita palsu, semakin sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan masyarakat jadi semakin rentan dimanipulasi. 

Algoritma yang hanya fokus pada jumlah pengguna aktif, tanpa memikirkan etika, menciptakan lingkungan digital yang ideal untuk menyebarkan informasi palsu. Ditambah lagi, banyaknya akun palsu dan robot (bot) yang dikendalikan AI semakin menyulitkan upaya untuk menghentikan penyebaran berita palsu. 

Manipulasi dengan AI tidak hanya terbatas pada berita palsu. AI juga bisa menganalisis data pengguna untuk menemukan orang-orang yang mudah dipengaruhi oleh propaganda atau informasi salah. Informasi ini kemudian digunakan untuk melancarkan kampanye manipulasi yang sangat efektif dan presisi.

Teknik-teknik ini semakin canggih dan sulit dideteksi, membuat upaya melawan manipulasi semakin sulit. Bahaya ini bukan hanya di bidang politik, tapi juga ekonomi, kesehatan, dan keamanan nasional. Kepercayaan masyarakat, yang sangat penting untuk stabilitas dan demokrasi, menjadi taruhannya.

 Masyarakat kini hidup di era kecanggihan kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara informasi disebar dan dimanipulasi di media sosial.

Bukan hanya berita bohong biasa,bicara tentang video palsu yang sangat meyakinkan (deepfake), kampanye terorganisir yang memanfaatkan algoritma media sosial untuk menyebarkan propaganda, dan serangan tertarget yang dirancang untuk mempengaruhi opini publik secara masif. 

Baca Juga: Transformasi Pendidikan di Era Digital: Dampak AI (Artificial Intelligence) bagi Mahasiswa

Dampaknya sangat luas kepercayaan publik menurun, polarisasi politik meningkat, dan bahkan stabilitas nasional bisa terancam. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2022, hanya 34,6% responden yang percaya pada pemerintah, sedangkan 55,4% responden tidak percaya.

Selain itu, menurut survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan (P3K) pada tahun 2022, 71,4% responden mengatakan bahwa polarisasi politik di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintah telah menurun secara signifikan. Masyarakat kini dapat melihat bagaimana informasi palsu bisa dengan mudah menyebar dan mempengaruhi keputusan penting, mulai dari pemilihan umum hingga kebijakan publik. Ini bukan lagi sekadar masalah teknologi, melainkan krisis kepercayaan yang memerlukan solusi komprehensif.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Masyarakat maupun pemerintah untuk menghadapi manipulasi informasi dan membangun dunia digital yang lebih aman dan terpercaya, salah satunya dengan meningkatkan literasi digital.

Masyarakat harus dilatih untuk berpikir kritis, mengecek sumber informasi, dan mengenali tanda-tanda manipulasi. Menurut survei yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2020, 75% orang dewasa di dunia tidak memiliki kemampuan literasi digital yang baik.

Baca Juga: Dampak Penggunaan AI pada Mahasiswa

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan literasi digital sangat penting untuk membantu masyarakat berpikir kritis dan mengecek sumber informasi.selain itu, pemerintah bisa membuat aturan yang jelas dan tegas untuk mengatur penggunaan AI, ataupun bisa dengan kerja sama internasional.

Maka dari itu kita tahu bahwa era digital membawa tantangan serius berupa “perang informasi,” di mana kecerdasan buatan (AI) digunakan untuk menyebarkan informasi palsu seperti deepfake dan berita bohong yang sangat meyakinkan.

Hal ini merusak kepercayaan masyarakat, memicu polarisasi politik, dan mengancam stabilitas sosial, politik, dan ekonomi. Penyebaran informasi palsu diperburuk oleh algoritma media sosial yang sensasional dan manipulatif.

Untuk menghadapi masalah ini, diperlukan literasi digital yang lebih baik, aturan yang tegas, serta kerja sama internasional untuk menciptakan dunia digital yang lebih aman dan terpercaya.

Penulis: Alfina Nil Husna
Mahasiswa Informatika Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses