Aliran Strukturalisme

Filsafat
Sumber: www.pixabay.com

Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran dari para ahli filsafat atau para filsuf sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup di dunia ini yang telah melahirkan berbagai macam pandangan.

Pandangan-pandangan para filsuf itu, ada kalanya satu dengan yang lain hanya bersifat saling kuat-menguatkan, tapi tidak jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang dipakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk objek permasalahannya itu bisa saja sama.

Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit yang saling berlawanan. Selain itu faktor zaman dan pandangan hidup yang melatarbelakangi mereka, serta tempat di mana mereka bermukim juga ikut mewarnai pemikiran mereka.

Baca Juga: Hakikat Filsafat Pendidikan: Antara Teori dan Realita

Bacaan Lainnya

Filsafat memiliki beberapa aliran, salah satunya adalah aliran Strukturalisme, aliran ini adalah aliran yang menarik bagi saya, karena aliran ini membahas kenapa dan mengapa hal-hal yang ada di dunia ini bisa terjadi.

Sudah menjadi pendapat umum bahwa peletak dasar strukturalisme adalah Claude Levi-Strauss, yang terkenal juga dengan sebutan “Empu Antropologi Struktural”. Maka dari itu aliran ini tidak akan muncul begitu saja tanpa adanya pemikiran-pemikiran lain yang mendahuluinya, dan sekaligus menjadi dasar berpijak strukturalisme, seperti dalam ilmu bahasa. 

De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya.

Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap sehingga untuk masuk ke dalam analisis semiotika sering digunakan pola ilmu bahasa. Semiotika berkaitan erat dengan bidang linguistik yang untuk sebagian besar mempelajari struktur dan makna bahasa yang lebih spesifik.

Semiotika adalah studi tentang tanda-tanda. Semiotika juga mempelajari sistem tanda non-linguistik. Semiotika adalah studi tentang tanda-tanda (sign), fungsi tanda, dan produksi makna. Konsep tanda ini untuk melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang ditandai in absentia (signified) dan tanda (signifier).

Baca Juga: Mengenal Manusia dan Filsafat

Bahasa merupakan suatu struktur dengan unsur-unsur yang sudah disepakati. Unsur ini merupakan oposisi-oposisi dari satu dengan lainnya, yang sedemikian erat kaitannya, sehingga jikalau satu unsur berubah, maka seluruh struktur ikut berubah.

Bahasa bisa dikatakan sebagai sebuah perlambangan yang terjadi karena unsur-unsur yang saling berkaitan, seperti mengapa sebuah kursi itu adalah benda yang dapat diduduki. Selain itu, adapun gerakan tangan yang sudah kita sepakati bersama untuk mewakili sebuah bahasa.

Strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia atau menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda  (termasuk di dalamnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa.

Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui penanda (signifier) dan petanda (signified), langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta diakronis dan sinkronis. Hal seperti itu lah aliran Stukturalisme dapat terjadi.

Baca Juga: Aliran Filsafat yang Sangat Relevan untuk Kehidupan

Manusia tidak selalu bebas, karena perilakunya terstruktur oleh sistem bahasa dan budaya. Aliran ini membuat kita untuk tidak selalu menjadi pribadi yang individualisme, semua yang ada di dunia ini harus dibangun bersama dan disepakati bersama agar kenyamanan yang timbul bisa juga dirasakan bersama-sama, tanpa harus meninggikan atau merendahkan orang manapun.

Kesepakatan bersama dapat menghindari konflik dari kerja sama yang dilakukan orang-orang atau pihak-pihak yang akan terlibat nantinya. Selain itu, ini juga akan menjadi alat yang sah di mata hukum untuk menggugat salah satu pihak jika nantinya kesepakatan tersebut dilanggar.

Penulis: Alifhia Nurazizah
Mahasiswa Jurusan Tadris Bahasa Inggris UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses