All eyes on Papua merupakan ungkapan masyarakat yang menunjukkan kepedulian mereka terhadap hutan Papua yang disebut akan dijadikan lahan perkebunan sawit.
Masyarakat adat papua yang memiliki hak atas tanah tersebut dalam hal ini masyarakat adat Suku Awyu dan Suku Moi mendatangi gedung Mahkamah Agung berdemo atas hutan adat tempat mereka tinggal dan mencari makan harus kena gusur buat dijadikan lahan kebun sawit.
Masyarakat adat Suku Awyu dan Suku Moi, bersama Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, menggugat izin lingkungan untuk kebun sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL). Mereka menolak keras rencana pembukaan hutan seluas 36 ribu hektar oleh PT IAL.
Akibatnya jika proyek tersebut dilaksanakan, hutan adat yang merupakan sumber kehidupan masyarakat adat akan hilang, mengancam eksistensi mereka, hilangnya hutan adat akan memengaruhi identitas sosial budaya masyarakat adat, yang sangat bergantung pada tanah, hutan, dan hasil alam lainnya untuk mata pencaharian, pangan, obat-obatan, dan budaya mereka.
Sekar Banjaran Aji, juru kampanye Greenpeace sekaligus advokat Suku Awyu di pengadilan, menyebut unggahan “All Eyes on Papua” adalah momentum yang selama ini dinantikan oleh seluruh pihak yang berkoalisi ”menyelamatkan hutan Papua”.
Sekar berkata, deforestasi di Papua masih terus berlangsung hingga saat ini. Pada 2021, kata Sekar merujuk data Greenpeace, deforestasi di Provinsi Papua meluas hingga 16.000 hektar.
Adapun, empat provinsi yang baru dibentuk pada 2022 disebut Sekar berpotensi kehilangan hutan, masing-masing sekitar 4.000 hektar dalam waktu dekat ini.
“Sebagai advokat, saya benci sekali menyebut bahwa kondisi hukum Indonesia saat ini jauh dari kata ideal,” ujar Sekar.
Baca Juga: Wajah Demokrasi Indonesia yang Kian Muram
“Oleh karenanya, dukungan publik lewat petisi dan desakan pada instansi penegak hukum serta pemerintah di media sosial menjadi sangat penting,” tuturnya.
Sekar berharap, slogan “All Eyes on Papua” terus bergaung di media sosial sampai putusan kasasi sengketa masyarakat adat Awyu melawan PT Indo Asiana Lestari keluar. Dia yakin, pembicaraan terus-menerus terkait slogan itu bisa mendorong Mahkamah Agung membuat putusan hukum yang adil.
Billy Mambrasar, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia memberikan rekomendasi kebijakan kepada Presiden Republik Indonesia.
Ia menyarankan Presiden Joko Widodo untuk meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengevaluasi ulang izin perusahaan di tanah adat masyarakat tersebut.
Selain itu, Billy merekomendasikan agar Presiden memberi arahan khusus kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk memastikan pembangunan di Papua memperhatikan perlindungan hutan dan hak masyarakat adat.
Baca Juga: Dampak Deforestasi terhadap Kehidupan Berkelanjutan di Tanah Papua
Billy juga mengusulkan agar Presiden Jokowi mendukung pengembangan ekonomi yang tidak merusak hutan, seperti mencegah konversi hutan adat dan hutan lindung menjadi perkebunan kelapa sawit.
Ia menekankan pentingnya kebijakan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga melindungi kesejahteraan masyarakat adat dan lingkungan. Sampai sekarang hutan di Papua masih dibongkar.
Penulis: Deri Beanal
Mahasiswa Sosiologi Universitas Kristen Satya Wacana
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News