Apa Benar Indonesia Siap Menggunakan E-Learning Secara Permanen?

pembelajaran online
Dikutip dari: https://pin.it/nzcmyF3

Status pandemi COVID-19 di Indonesia memang sudah diturunkan dan beberapa daerah Hal ini juga telah memulai kehidupan di tahapan normal baru. Namun, meskipun normal baru telah mulai diterapkan di beberapa daerah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih belum mengumumkan kapan tepatnya kegiatan belajar mengajar dengan sistem tatap muka akan kembali diberlakukan.

Pasalnya, berbulan-bulan pelajar telah menjalankan sistem pembelajaran daring dan banyak dari siswa merindukan riuhnya teman-teman dan suasana sekolah yang tidak tergantikan. Banyak siswa yang telah berandai-andai pembelajaran tatap muka akan berlangsung dalam waktu dekat.

Keputusan Menteri Pendidikan mengenai Pembelajaran Jarak Jauh Permanen

Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan justru mengeluarkan wacana tentang Pembelajaran Jarak Jauh Permanen. Wacana tersebut ramai diperbincangkan dan menghebohkan tak hanya siswa atau guru, namun juga orang tua. Banyak yang mempertanyakan desas-desus mengenai pembelajaran jarak jauh yang dipermanenkan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pasalnya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata PJJ Permanen yang diucapkan oleh Mendikbud di sini? Dan apakah benar cara tersebut akan lebih baik dari pada pembelajaran secara tatap muka terlepas dari ada atau tidaknya pandemi?

Sudah kurang lebih empat bulan siswa dan siswi Indonesia dari segala tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar sampai perkuliahan. Mereka merasakan pengalaman baru dalam cara pembelajaran diakibatkan oleh Pandemi COVID-19. Keadaan ini mengharuskan segala pertemuan tatap muka dihentikan sejak pertengahan Maret lalu hingga waktu yang belum ditentukan.

Pada awalnya, para siswa menyambut baik keputusan ini dikarenakan hari libur panjang yang telah mereka impikan akhirnya datang juga meskipun dikarenakan wabah yang tidak diharapkan. Para orang tua dan pengajar pun awalnya menganggap langkah ini sebagai langkah untuk merasakan pengalaman baru dan mengakrabkan diri dengan pembelajaran jarak jauh.

Sudut Pandang Orang Tua dan Siswa

Namun, apa yang dibayangkan memang tidak pernah seindah apa yang sebenarnya terjadi. Setelah merasakan beberapa pertemuan pembelajaran jarak jauh, banyak siswa yang mengeluhkan jumlah tugas yang justru membludak. Bahkan melebihi dari saat mereka melaksanakan pembelajaran tatap muka. Para siswa juga merasa susah menangkap pelajaran dengan hanya mendengarkan penjelasan dan sisanya harus dilakukan sendiri.

Selain keluhan dari siswa, orang tua juga mengeluh dikarenakan mereka harus mengajari anak-anak mereka materi sekolah di saat anak-anak tersebut mengeluh tidak mengerti. Seorang ibu rumah tangga yang biasanya menakar bumbu-bumbu di dapur, tiba-tiba harus menjelaskan kepada anaknya bagaimana cara menghitung volume kubus.

Selain itu, para orang tua juga harus menambah jatah kuota internet anak-anak mereka. Bahkan membiarkan anak-anak tersebut terpapar radiasi alat-alat elektronik dalam waktu melebihi porsi biasanya. Para guru juga mengeluh dikarenakan banyak siswa yang tidak memperhatikan atau menganggap serius pertemuan yang dilakukan di pembelajaran jarak jauh ini.

Tidak hanya itu, banyak pula siswa yang menyelewengkan tugas atau mengalami penurunan performa dikarenakan sistem belajar mengajar ini. Ditambah dengan fakta guru-guru senior yang kebanyakan buta akan teknologi dan merasa kesusahan dikarenakan harus beradaptasi dengan sistem ini.

Sudut Pandang Aspek Pendidikan

Ada hal lain yang juga patut dipertanyakan tentang wacana pembelajaran jarak jauh yang dipermanenkan ini. Pasalnya, pembelajaran jarak jauh dianggap tidak memenuhi aspek pembelajaran antara guru dan siswa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya nomor 137 tahun 2013, ada enam aspek pembelajaran yang di antaranya, nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.

Meneruskan penjelasan di atas, pembelajaran jarak jauh bisa tidak mampu memenuhi aspek sosial-emosional, seni, kognitif, serta fisik-motorik. Pembelajaran jarak jauh ini secara tidak langsung telah membatasi kemampuan siswa bangsa untuk berkembang secara ideal. Mereka hanya diam di depan alat elektronik, tidak bersosialisasi secara nyata, dan tidak memiliki ruang untuk mengasah keterampilan. Jika terus seperti itu, kualitas penerus bangsa akan juga terus menurun.

Klarifikasi Mendikbud tentang Pembelajaran Jarak Jauh Permanen

Pembelajaran permanen yang dimaksud oleh Mendikbud ialah sistem pembelajaran jarak jauh yang dilakukan saat ini dalam masa pandemi. Tidak salah apabila masyarakat meragukan atau bahkan menentang wacana tersebut. Untungnya, pada tanggal sebelas bulan Juli, Nadiem Makarim membuat sebuah klarifikasi tentang sistem pembelajaran yang sebenarnya ia maksud.

Ia ingin mengadopsi sistem pembelajaran yang di mana pengajar dan peserta didik bisa menggunakan platform online sebagai penunjang lebih. Ia ingin Indonesia mulai untuk lebih memanfaatkan teknologi untuk pendidikan. Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril, pun berkata jika wacana tersebut tidak dimaksudkan untuk melarang siswa kembali ke sekolah. Melainkan, dengan adanya elemen elektronik seperti platform yang digunakan sekarang, diharapkan sekolah-sekolah akan menetapkan sistem hybrid atau gabungan setelah pandemi berakhir.

Meskipun begitu, wacana ini masih ternilai gegabah jika langsung ditetapkan di seluruh sekolah begitu saja. Sebab, fasilitas dan internet masih tidak merata di Indonesia. Tidak semua siswa datang dari keluarga yang memiliki latar belakang finansial cukup untuk mendukung sistem pembelajaran daring tersebut.

Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, seharusnya bisa lebih tahu tentang fakta ketidakmerataannya fasilitas belajar di negeri ini. Boro-boro mengadaptasi tren penggunaan teknologi untuk pendidikan, nyatanya masih banyak siswa yang ternyata tidak memiliki akses ke teknologi itu sendiri. Jika niatnya ingin memajukan sistem pendidikan di Indonesia, bukankah masih banyak cara yang bisa dilakukan selain menggunakan sistem gegabah tersebut? Pihak kementerian pendidikan seharusnya lebih fokus untuk meratakan fasilitas belajar untuk siswa terlebih dahulu sebelum melompat jauh ke rencana tren penggunaan teknologi tersebut.

Bilqist Imeilia Az Zahra
Mahasiswa Sampoerna University

Editor: Diana Intan Pratiwi

Baca Juga:
Pembelajaran Daring atau e-Learning, Efektif atau Tidak?
Berkualitaskah Sistem Pembelajaran Daring?
Peranan Penting Era Digitalisasi pada Pendidikan di Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI