Sorotan pada masa pandemi ini yaitu mengenai kesehatan dan perekonomian. Berdasarkan dari pidato presiden pada sidang kabinet yang dilaksanakan pada 18 Juni 2020 baru-baru ini tersebar luas di sosial media. Presiden Indonesia saat itu bersama menteri-menterinya menyatakan bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis ekonomi. Bahkan pada saat sidang tersebut berlangsung Presiden Jokowi terang-terangan memarahi menterinya, penyebabnya yaitu ketidak mampuan Menteri dalam memaksimalkan kinerja mereka. Hingga merebaklah isu reshuffle bagi tatanan menteri-menteri tersebut. Penyebab utama dari krisis ekonomi ini yaitu penyebaran wabah Covid 19 karena terjadinya penyesuaian dalam banyak bidang.
Kemudian hal inilah yang akan membawa Indonesia ke keadaan baru yang dimana kehidupan sehari-hari masyarakat akan berdampingan dengan Covid 19 biasa disebut dengan new normal. Memang sudah beberapa waktu yang lalu pemerintah Indonesia akan menerapkan new normal.
Dapat dilihat bahwa dengan penerapan new normal tersebut bahwa pemerintah Indonesia lebih memilih untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia. Sebelum meluasnya penyebaran wabah tersebut, pemerintah Indonesia masih memfokuskan diri pada bidang kesehatan. Dengan melakukan berbagai macam prosedur-prosedur agar wabah ini tidak menyebar luas yang akan mengakibatkan banyak pula korban jiwa.
Namun akibat dari prosedur tersebut perekonomian di Indonesia menurun. Tentu kesehatan adalah aspek yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Sebab berdasarkan dari HAM, memang sudah tugas sebuah negara untuk menjamin hak setiap warga negarany. Yang dimana hak ini bukan hanya mengenai kesehatan melainkan juga ekonomi atau kesejahteraan.
Siapkah Negara Kita Menerima New Normal?
Kemudian apakah Indonesia sudah siap untuk menerapkan kebijakan baru tersebut? Apakah akan membawa dampak yang baik bagi perekonomian? Apakah dengan menerapkannya juga akan membuat krisis kesehatan di Indonesia teratasi?
Pertanyaan-pertanyaan di dalam benak akan selalu berdatangan, sebab menurut data di Surabaya sendiri penyebarannya semakin bertambah, begitu juga di ibukota Jakarta. Namun penerapan kebijakan baru sudah akan dimulai, bukankah hal tersebut terlalu terburu-buru?. Menanggapi kejadian di Surabaya dan kota-kota lainnya di Indonesia, Jokowi mengatakan bahwa tidak semestinya masyarakat merasa baik-baik saja untuk melakukan kegiatan diluar sana karena kebijakan lockdown sudah dihapuskan secara perlahan-lahan.
Bukankah melihat tanggapan dari Jokowi seperti terdapat suatu hal yang mengganjal, yakni terlihat belum siapnya pemerintah untuk memulai kehidupan baru di Indonesia. Bahkan terlihat seperti keterburu-buruan dalam memulai. Memang penerapannya belum dimulai, hal ini masih terbilang sebagai masa transisi. Namun bukankah bisa dilihat, pada masa transisi saja penyebaran masih banyak, bagaimana dengan penerapan secara penuh? Tidakkah akan menimbulkan peningkatan penyebaran lagi? Sebab tidak ada peraturan pasti dalam menerapkan new normal. Yang bisa saja menyebabkan akan semakin banyak korban yang terkena Covid 19. Tidak ada yang mengatur secara tegas, sehingga masyarakat akan merasa mereka tidak perlu lagi terlalu waspada. Masyarakat mengira grafik penyebaran Covid 19 sudah turun sebab Indonesia akan menerapkan new normal.
Seharusnya dari awal penyebaran Covid 19 di Indonesia sudah harus tegas diatur oleh pemerintah, karena dengan bersikap tegas di awal bisa untuk mencegah penyebaran wabah ini, dari awal penyebaran pemerintah Indonesia sebenarnya terlalu fokus untuk menjaga perekonomian Indonesia, pada data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI bahwa terjadinya penurunan yang signifikan pada sektor pariwisata, menurut CNN Indonesia Bali adalah salah satu wilayah yang mendapat kerugian atas kurangnya para wisatawan mancanegara yang berdatangan.
Apa yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah?
Apabila dianalisis lagi dari data tersebut, Indonesia masih belum menutup Bandara secara Internasional agar tidak kedatangan turis mancanegara untuk mengurangi penyebaran Covid-19, bahkan sampai awal penyebaran pun masih terdapat beberapa Bandara yang beroperasional.
Langkah awal dari pemerintah memang salah yakni lebih mementingkan perekonomian dahulu, apabila masalah kesehatan yang diperhatikan lebih dulu mungkin saja kedua hal yaitu krisis kesehatan dan krisis ekonomi saat ini bisa teratasi, dengan fokus pada kesehatan penyebaran wabah akan menurun kemudian masalah perekonomian akan bisa teratasi berdampingan dengan kesehatan yang ada, bisa saja dengan penurunan yang cepat akan mampu membuat aturan yang lebih longgar lagi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi.
Jika dilihat-lihat lagi, pemerintah Indonesia seharusnya dari awal menerapkan lockdown dengan aturan yang tegas, menutup Bandara-bandara yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, pusat perbelanjaan masih dibuka, intinya ketegasan dalam melakukan protokol lockdown pun saat ini sangat longgar, menyebabkan bukannya penurunan malah terjadi kenaikan angka positif virus corona.
Untuk saat ini, penerapan dari new normal tidak bisa dikatakan akan mampu untuk menghadapi krisis kesehatan, namun berbeda dengan krisis ekonomi, bisa saja dengan penerapan baru ini perekonomian Indonesia akan kembali seperti semula dengan konsekuensi waktu yang lama dan akan banyaknya korban jiwa dari penyebaran Covid itu sendiri.
Namun bagaimana dengan tugas sebuah negara dalam menjamin hak setiap warga negaranya? bukankah dalam kasus ini hak kesehatan warga negara Indonesia terancam? walaupun hak kesejahteraan terpenuhi, tetap saja hal lainnya masih belum terpenuhi. Sebuah pesan singkat kepada masyarakat Indonesia bahwa hendaklah untuk selalu waspada terhadap Covid 19, jangan pernah lengah, sebab vaksin dari virus tersebut hingga saat ini belum ditemukan, jadi belum ada jaminan pasti bahwa virus ini bisa hilang dalam waktu dekat ini.
Sauma Ghaitsa Alfitria
Mahasiswa Hubungan Internasional “UII”, Yogyakarta
Editor: Muhammad Fauzan Alimuddin
Baca Juga:
Nasib Pekerja Event Musik di Era New Normal
Meningkatkan Perekonomian dengan Diberlakukannya Skema New Normal
New Normal di Tengah Pandemi Covid-19