Sengkarut Penerimaan Peserta Didik Baru

Penerimaan Peserta Didik Baru

Masa PPDB adalah ajang persaingan yang sangat dinanti untuk mendapatkan tempat terbaik guna menunjang Pendidikan ke tahap selanjutnya. Idealnya, PPDB yang dilaksanakan serentak di Indonesia harus berdasarkan proses yang sama. Sayangnya, hal ini tidak terjadi pada PPDB 2020 di daerah Ibu kota DKI Jakarta sampai membuat masyarakat DKI naik darah. Sistem yang menurut mereka merugikan beberapa pihak justru dilaksanakan oleh pemerintah.

Sistem zonasi sudah marak dilakukan di beberapa kota sebagai kriteria utama penerimaan siswa baru. Sistem ini menggunakan jarak dari rumah ke sekolah sebagai acuan kriteria penerimaan siswa baru. Namun, sistem zonasi di DKI Jakarta tahun ini tidak hanya berdasarkan jarak tempat tinggal. Usia siswa menentukan apakah dia tergolong prioritas atau tidak.

Sistem PPDB di DKI Jakarta mengutamakan siswa yang sudah berusia tua untuk menjadi prioritas atau yang diutamakan. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru 2020/2021. Kriteria pertama jika sekolah kelebihan daya tampung adalah pendaftar yang berusia tua. Jarak rumah ke sekolah menjadi kriteria kedua.

Bacaan Lainnya
DONASI

Sistem yang Salah

Sistem PPDB DKI Jakarta tahun 2020 menggunakan usia sebagai kriteria zonasi. Artinya, murid-murid yang berusia lebih tua akan menjadi prioritas utama untuk diterima. Padahal, sistem zonasi tahun sebelumnya menggunakan jarak dari rumah ke sekolah sebagai kriteria utama sistem zonasi.

Pemerintah DKI Jakarta juga mengurangi kuota zonasi yang seharusnya 50 persen jadi 40 persen. Berdasarkan ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2020, pengurangan 10 persen pada jalur zonasi dikarenakan adanya penambahan 10 persen kuota pada jalur prestasi. Di lain sisi, kemampuan anak dalam belajar berbeda-beda. Tanpa berkaca pada usia, tidak sedikit anak-anak muda lebih berpotensi dalam hal akademik dibandingkan anak-anak yang lebih tua. 

Dengan sistem ini, siswa muda yang memiliki potensi untuk berprestasi akan terhambat oleh faktor usia. Sehingga, siswa-siswa yang berusia muda merasa dirugikan karena ditolak oleh beberapa sekolah yang mengedepankan usia sebagai kriteria. Mimpi seorang pemuda jadi terhambat oleh angka usia. Mimpi yang sudah lama diidamkan namun hancur di tengah jalan dapat membuat depresi dan tidak ingin berjuang lebih keras untuk ke depannya.

Hal ini juga membuat orang tua siswa yang tereliminasi dikarenakan usia melakukan protes kepada pihak-pihak yang melakukan hal tersebut, terutama kepada Pemerintah yang memutuskan untuk menggunakan usia sebagai kriteria zonasi. Berdasarkan berita yang dipublikasikan pada tanggal 30 Juni 2020 melalui situs Kompas.com, orang tua murid melakukan protes di Balai Kota DKI Jakarta dan di depan Gedung Kemendikbud.

Seharusnya Seperti Apa?

Berkaca dari berbagai pertimbangan yang sudah diulas sebelumnya, menggunakan usia sebagai penentu masuk tidaknya siswa di sebuah sekolah adalah kebijakan yang tidak bijak. Sebagai daerah yang berlokasi paling dekat dengan Pemerintah Pusat, tidak seharusnya Pemerintah DKI Jakarta tidak menerapkan peraturan yang di aplikasikan secara nasional. Kasus ini bisa membuat Jakarta seolah-olah dispesialkan karena menerapkan peraturannya sendiri.

Akan lebih baik apabila Pemerintah DKI Jakarta menerapkan peraturan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota yang lain agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak diinginkan. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru akan lebih baik jika kriteria utamanya adalah Nilai. Bisa dikatakan sebagai jalur prestasi, jalur nilai ataupun istilah yang lain.

Di lain sisi, sistem zonasi juga bisa terus dilaksanakan. Sistem yang membuat siswa berprestasi tidak berkumpul di satu sekolah tertentu membuat nama sekolah-sekolah kecil terus berkembang. Hanya saja, tetap ada catatan untuk menyamaratakan fasilitas yang ada di setiap sekolahnya. Fasilitas setiap sekolah bisa saja berbeda-beda. Namun, jika ingin siswanya tersebar secara merata maka fasilitas sekolah juga harus tersebar secara merata. Seperti buku-buku di perpustakaan yang banyak variasinya, guru-guru yang berkualitas, komputer dan jaringan internet, serta fasilitas lainnya.

Perpaduan sistem zonasi dan prestasi sebagai kriteria Penerimaan Peserta Didik Baru membuat kombinasi sistem yang paling baik. Di mana perpaduan ini membuat siswa yang rumahnya berdekatan dan berprestasi berada di satu tempat tertentu secara merata. Dengan adanya sistem kombinasi ini, tujuan Pemerintah yaitu menyebar siswa-siswi berprestasi di seluruh sekolah di Indonesia akan dengan mudah tercapai.

Siswa yang memiliki potensi bisa menjadi sarana pembelajaran sesama teman. Tidak akan ada alasan untuk tidak bertanya kepada teman atau guru dengan alasan rumah yang jauh. Selain itu, ilmu akan dengan mudah tersampaikan dengan lingkup yang lebih kecil. Lingkup kecil yang di dalamnya terdapat anak-anak dengan nilai tinggi dan rendah akan dengan mudah berbagi ilmu.

Kesimpulan

Dari uraian beberapa poin di atas, dapat disimpulkan bahwa usia bukanlah tolak ukur terbaik untuk penerimaan siswa baru. Karena usia tidak bisa dikaitkan dengan layaknya seorang anak mendapatkan pendidikan. Solusi terbaik untuk menggantikan usia sebagai tolak ukur penerimaan siswa baru adalah sistem zonasi dan prestasi yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Karena jarak rumah yang dekat dengan beberapa anak berpotensi di dalamnya akan membuat ilmu lebih mudah disampaikan kepada satu sama lain.

Mohammad Bayu Nur Akbar
Mahasiswa Sampoerna University

Editor: Diana Intan Pratiwi

Baca Juga:
PPDB Sekolah Dasar Kota Tangerang, Dilaksanakan Secara Online
Polemik SKTM dalam Pendaftaran Sekolah, Betulkah Sudah Tepat Sasaran?
Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru, Sudah Maksimalkah?

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI