Pendidikan menjadi salah satu indikator untuk menilai bahwa daerah atau negara tersebut memiliki sistem pendidikan yang baik. Berbicara tentang sistem, telah berbagai macam sistem pendidikan yang dilakukan pemerintah demi mengembangkan pendidikan di negara ini. Mulai dari full day school, sampai dengan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru.
Sistem ini memang sudah dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. Penerimaan Peserta Didik Baru dilaksanakan melalui mekanisme dalam jejaring (daring/online) maupun luar jejaring (luring/offline).
Untuk memudahkan calon peserta didik mengakses sekolah, diberlakukan sistem zonasi. Pengaturan ini diharapkan dapat membuat proses penerimaan berlangsung secara objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi guna meningkatkan akses layanan pendidikan.
Mudahnya sistem zonasi yaitu, berupa penambahan point nilai bilamana akses antara tempat tinggal dan sekolah itu dekat, semakin dekat maka akan mndapatkan skor zonasi yang semakin besar, mungkin seperti itu garis besarnya. Dilihat dari sisi efektifitas, apabila jarak antara sekolah dan rumah tidak terlalu jauh itu bisa memudahkan pengawasan terhadap murid saat di sekolah maupun lingkungan di rumah. Namun timbul pertanyaan apakah dengan sistem seperti ini adil kepada semua pihak? Baik pihak sekolah maupun pihak murid.
Bagaimana apabila ada calon siswa yang berprestasi ingin masuk sekolah favorit namun kalah bersaing dengan siswa biasa yang akses antara rumah dan sekolah lebih dekat sehingga mendapatlkan skor zona tambahan yang lebih besar? Apakah sekolah mau menerima hasil ini? Apakah pembelajaran akan efektif seperti biasa? Dan bagaimana nasib siswa yang berprestasi dan tidak berprestasi. Jika anak berprestasi masuk sekolah biasa dan anak yang kurang berprestasi masuk sekolah favorit, siapa yang untung dan adakah yang rugi?
Jawabannya menurut saya kembali kepada sekolah dan pihak siswa tersebut, apabila siswa yang kurang berprestasi masuk sekolah favorit dan siswa tersebut mampu bersaing dan menjadi lebih baik, maka ini bagus. Tapi bagaimana jika siswa berprestasi masuk sekolah biasa lalu prestasinya berkurang? Ya, melihat dari kasus-kasus yang saya coba pertanyakan di atas memang masih banyak kekurangan terkait sistem zonasi ini.
Pendidikan adalah hak bagi semua warga negara, yang berarti semua calon siswa berhak menentukan pilihan sekolahnya sesuai dengan kemampuan nya. Tidak perlu ditambah dengan jarak atau zona apapun, karena menurut saya yang perlu diperbaiki adalah sistem pembelajaran dan kualitas guru bukan sistem penerimaannya.
Muhammad Zaki Ahadiat
Mahasiswa Jurusan KTP Universitas Negeri Semarang
Baca juga:
Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Potensi Akademi Anak
Sistem Sekolah di Indonesia Bukan Pendidikan
Dilema Kode Etik Guru di Dunia Pendidikan