Beberapa waktu yang lalu, Jawa Timur menjadi provinsi yang memiliki rekor kasus Covid-19 terbanyak di Indonesia. Hal ini memicu beberapa respons, di antaranya respons langsung Presiden Indonesia. Joko Widodo selaku Presiden RI memberikan tenggat waktu kepada provinsi Jawa Timur selama 2 minggu untuk menekan angka laju kasus positif Covid-19. Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan menjadi sorotan. Masyarakat sama sekali tidak mengikuti sistem PSBB dengan baik atau bisa di bilang menganggap remeh akan masalah ini.
Keputusan Gubernur Jawa Timur
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, juga menegaskan pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin menekan angka penularan dan juga tak henti-hentinya untuk meminta masyarakat menjalankan pembatasan jarak dan diharapkan tetap di rumah. Dalam kacamata penulis, terdapat dua kemungkinan menggapai rekor ini bisa terjadi. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan Covid-19. Banyak masyarakat yang mengabaikan arahan atau protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Contohnya masyarakat yang berkegiatan di pasar, sering kali mereka mengabaikan aturan pemakaian masker apalagi kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Sering ditemukan oknum yang hanya memakai masker ketika ada patroli, bahkan menghiraukan teguran dari pihak berwajib. Bahkan, setelah PSBB diberhentikan. Banyak masyarakat yang salah mengartikan hal ini. Pola pikir yang ada dimasyarakat adalah semua protokol yang dilaksanakan selama PSBB tidak perlu lagi dilakukan. Hal ini menjadi salah satu penyumbang naiknya kasus positif Covid-19 di Jawa Timur.
Kedua, Pada tanggal 24 Juli 2020 sudah tercatat bahwa angka total pasien positif mencapai 19.946 orang. Saat ini, Jawa Timur tetap menjadi kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia. Sementara itu, pasien sembuh dari Covid-19 di Jawa Timur bertambah 421 orang menjadi 11.546 orang hingga 24 Juli 2020. Di satu sisi, pasien meninggal karena Covid-19 di Jawa Timur bertambah 29 orang pada Jumat, 24 Juli 2020. Total pasien meninggal karena Covid-19 mencapai 1.554 orang. Angka kematian karena Covid-19 di Jawa Timur juga tertinggi di Indonesia. Disusul DKI Jakarta sebanyak 755 orang dan Jawa Tengah sebanyak 544 orang.
Apa Yang Seharusnya Beliau Lakukan?
Sebagai Gubernur Jawa Timur, Khofifah seharusnya bisa menerapkan arahan atau protokol kesehatan serta menjalankan upaya yang telah dipaparkan tersebut. Sebagai bentuk ketegasan pimpinan Khofifah, sanksi atau hukuman tegas dapat diberlakukan. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam upaya pengendalian Covid-19. Jika masalahnya adalah masyarakat yang tidak taat aturan, maka Khofifah harusnya lebih tegas dalam menegakkan aturan protokol kesehatan. Jika masalahnya ada pada tim penanganan Covid-19, maka Khofifah diharapkan dapat mengevaluasi semua tim yang bertugas dan memberikan arahan yang tepat.
Selain ada hal yang perlu diubah, ada juga beberapa hal yang harus dipertahankan Khofifah. Contohnya, tes secara massal dalam rangka mengidentifikasi kasus positif Covid-19 secara merata. Hal ini dapat membantu pemerintah provinsi dalam mengendalikan Covid-19. Dengan teridentifikasinya seluruh pasien positif, pemerintah dapat memberikan penanganan yang lebih tepat dan efisien. Di balik rekor negatif Jawa Timur saat ini sebagai yang memiliki kasus positif Covid-19 terbanyak di Indonesia. Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, justru Jawa Timur adalah yang berpotensi sebagai provinsi pertama yang akan berhasil mengendalikan Covid-19 sepenuhnya. Terutama jika Jawa Timur tetap melakukan rapid test dalam skala besar.
Hasil Keputusan Gubernur setelah Dua Minggu
Rekor provinsi kasus positif Covid-19 terbanyak masih dipegang Jawa Timur. Banyak harapan yang tidak terpenuhi. Data yang tercatat awal Juli ini, Jawa Timur adalah provinsi yang paling sedikit melakukan rapid test. Menanggapi hal ini, Khofifah menyanggah timnya berfokus pada pasien positif Covid-19 dengan naiknya pasien sembuh positif Covid-19. Skenarionya begini, Jawa Timur fokus untuk menangani pasien yang teridentifikasi lalu bagaimana dengan orang-orang yang positif Covid-19 dan tidak teridentifikasi?
Tentu mereka bebas beraktivitas ke sana kemari. Hal ini yang menyebabkan naiknya kasus positif Covid-19. Siklus ini akan berputar secara terus menerus tanpa henti. Dalam hal ini, jika Khofifah hanya berfokus pada penyembuhan pasien yang telah teridentifikasi maka Jawa Timur tidak akan berhasil mengendalikan Covid-19 dalam waktu dekat. Seharusnya, sebagai orang nomor satu di provinsi Jawa Timur, Khofifah bisa mengerahkan seluruh tim Gugus Tugas dan pihak yang berwajib dalam penanganan kasus Covid-19 untuk melaksanakan tugasnya. Sangat mungkin untuk melakukan rapid test dalam skala yang lebih besar dan menangani pasien positif Covid-19 dalam waktu yang bersamaan.
Bagaimana dengan Bantuan Pemerintah?
Hal yang disayangkan adalah bantuan dari Pemerintah Pusat tidak dapat dimaksimalkan. Pemerintah Pusat telah mengirim beberapa bantuan untuk Jawa Timur seperti dua mobile unit Polymerase Chain Reaction (PCR) laboratorium yang masing-masing berkapasitas empat mesin. Kedua mobile unit PCR laboratorium itu bisa mengetes 800 spesimen dalam sehari. Maka dari itu, seharusnya provinsi Jawa Timur bisa melakukan rapid test dalam skala yang lebih besar. Bukan sebagai provinsi yang paling sedikit melakukan pemeriksaan spesimen dibanding provinsi lainnya.
Harapan ke depannya adalah provinsi Jawa Timur dapat menegakkan hukum yang tegas terhadap pelaksanaan protokol kesehatan, melakukan pemeriksaan spesimen dalam skala yang lebih besar, dan melakukan penanganan kasus positif Covid-19 dengan sigap. Tentu hal ini tidak akan berjalan jika hanya pemerintah yang berusaha. Kesadaran masyarakat juga berpengaruh dalam menghadapi pandemi ini. Untuk itu mari kita berjalan bersama dalam rangka mengendalikan Covid-19.
Dimas Aryo Saputra
Mahasiswa Sampoerna University
Editor: Diana Intan Pratiwi
Baca Juga:
Kesenian Ludruk di Jawa Timur yang Mulai Pudar
Strategi Pemerintah Indonesia dalam Menangani Covid-19
Kebijakan Indonesia dalam Menghadapi Global Pandemic Covid-19