Babak Baru Pemasyarakatan di Indonesia

Babak Baru Pemasyarakatan di Indonesia
Gambar Pengayoman Babak Baru Pemasyarakatan (Sumber: Penulis)

Ditetapkannya UU 22/2022 pada 3 Agustus 2022 menjadi babak baru sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Aturan baru ini menggantikan UU 12/1995 yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan tuntutan hukum masyarakat.

Disebutkan dalam undang-undang terbaru bahwa pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dalam tahapan pra-ajudikasi, adjudikasi, dan pasca-adjudikasi.

Sistem pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta metode pelaksanaan fungsi pemasyarakatan secaera terpadu antara petugas, tahanan, anak, warga binaan, dan masyarakat. Melalui UU 22/2022 membuktikan secara yuridis bahwa pemasyarakatan kini telah memasuki era baru.

Bacaan Lainnya

Pemasyarakatan telah menempuh proses panjang yang dimulai sejak 1963 yaitu periode pemasyarakatan I. Pada 1963 Dr. Saharjo mengenalkan konsep hukum nasional yang digambarkan dengan pohon beringin yang melambangkan pengayoman dan pandangan baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan.

Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964 terjadi perubahan istilah pemasyarakatan.

Yang sebelumnya diartikan sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi pengembalian integritas hidup-kehidupan-penghidupan atau dikenal dengan reintegrasi sosial.

Proses panjang sistem pemasyarakatan di Indonesia tidak terlepas dari peran pemangku kebijakan yang telah berjuang demi tercapainya tujuan pemasyarakatan.

Berbagai daya upaya dilakukan untuk menyempurnakan undang-undang tersebut sehingga akhirnya lahir UU 22/2022 menggantikan aturan sebelumnya.

Berdasarkan perjalanan panjang pemasyarakatan  menimbulkan pertanyaan apakah undang-undang ini memiliki kelebihan dibanding aturan sebelumnya?

Bagaimana tatanan baru yang diterapkan pada sistem pemasyarakatan saat ini?

Berikut ini fakta sekaligus elemen menonjol dari undang-undang pemasyarakatan yang baru, sebagai bentuk penyempurnaan dan menjadi versi terbaik untuk mewujudkan sistem pemasyarakatan.

Pertama, posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana. Dalam UU 22/2022 menjelaskan, posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu menjadi bagian dari proses penegakan hukum dalam rangka pemberian pelayanan serta pembinaan dan pembimbingan untuk reintegrasi sosial.

Pemasyarakatan kini tidak lagi merujuk pada kepenjaraan dalam memperlakukan warga binaan pemasyarakatan.

Kondisi sebelum ini pemasyarakatan ditempatkan sebagai muara akhir pemidanaan seseorang yang telah divonis melalui penetapan pengadilan atau sedang menunggu penetapan pengadilan.

Dalam konteks peradilan pidana, kini pemasyarakatan tidak lagi menjadi bagian akhir dari akhir sistem pemidanaan, melainkan pemasyarakatan berperan dimulai sejak awal proses peradilan pidana.

UU 22/2022 menggantikan aturan sebelumnya yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum masyarakat dan sistem pemasyarakatan yang belum seutuhnya dilaksanakan.

Hal itu dapat dilihat dari pengamalan hak-hak warga binaan pemasyarakatan yang belum seluruhnya diatur dalam UU 12/1995.

Hadirnya peraturan baru hak-hak warga binaan pemasyarakatan telah diberikan berupa penyuluhan dan bantuan hukum, mendapatkan perlindungan secara manusiawi dan dilindungi dari tindakan penyiksaan, kekerasan, dan segala tindakan yang membahayakan fisik dan mental.

Kedua, persyaratan narapidana untuk mendapatkan haknya. Dalam UU yang baru telah dijelaskan lebih luas terkait dengan persyaratan narapidana untuk memperoleh hak mereka.

Diuraikan lebih lanjut bahwa pemberian hak narapidana mengacu pada Pasal 10 Ayat 2, yaitu warga binaan harus berkelakuan baik, aktif, mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.

Undang-undang sebelumnya tidak mengakomodasi adanya indikator penurunan tingkat risiko. Penurunan tingkat risiko idealnya dilakukan assessment (penilaian) terhadap warga binaan yang telah menjalani rangkaian pembinaan di lapas atau rutan.

Asesmen bertujuan mengukur tingkat pengulangan atas tindak pidana dan agar dapat diberikan program yang tepat berdasar kebutuhan tiap warga binaan.

Dengan mengikuti program yang telah dilaksanakan, narapidana diharapkan dapat berperilaku lebih baik dan mengubah pandangan hidup dari sebelum mendapatkan pembinaan.

Proses asesmen narapidana dilakukan oleh asesor pemasyarakatan di lapas atau rutan. Salah satu instrument yang digunakan adalah Risiko Residivisme Indonesia (RRI) dan instrument kebutuhan kriminogenik.

Pembimbing kemasyarakatan sebagai petugas pemasyarakatan juga dapat melakukan asesmen dalam upaya pengukuran kelayakan dan risiko pengulangan atas tindak pidana yang dilakukan narapidana.

Hasil asesmen akan dievaluasi secara berkala guna memastikan apakah terdapat penurunan tingkat risiko yang dilakukan narapidana.

Sehingga kendatipun di lapas atau rutan belum terdapat asesor, pembimbing pemasyarakatan dapat mengupayakan penilaian kelayakan dan intervensinterhadap rencana program pembinaan agar warga binaan pemasyarakatan dapat mengikuti program sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.

Poin yang paling menonjol dari era pemasyarakatan yang baru saat ini adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam fungsi pemasyarakatan.

Undang-undang secara massif menyatakan masyarakat dapat mengajukan usul program pemasyarakatan, berpartisipasi dalam pembimbingan mantan narapidana dan anak binaan, serta dapat melakukan penelitian kemasyarakatan.

Masyarakat sebagai bagian dari sistem pemasyarakatan sepatutnya selalu aktif dan harus berkontribusi dalam hal kepedulian.

Diharapkan melalui kelompok masyarakat yang peduli terhadap pemasyarakatan dapat menjadi agen perubahan dalam menggerakkan kegiatan pembinaan dan pembimbingan warga binaan.

Peran serta masyarakat ke dalam sistem pemasyarakatan menjadi upaya baik untuk mendorong masukan dan saran serta pengawasan terhadap program pemasyarakatan.

Hadirnya UU 22/2022 menyadarkan kita bersama bahwa untuk mewujudkan fungsi pemasyarakatan yang dimulai dari pelayanan, pengamanan, dan pengamatan sesuai amanat undang-undang tidak dapat bekerja sendiri-sendiri.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum dan masyarakat harus bersinergi bahu-membahu mendukung program pemasyarakatan yang adil.

Demi terwujudnya program pemasyarakatan yang sesuai amanat undang-undang, dibutuhkan komitmen nyata diikuti dengan implementasi yang baik melalui upaya koordinasi dan langkah taktis.

Sehingga pemasyarakatan dipandang sebagai organisasi yang humanis dan adil serta peran warga binaan dapat dalam pembangunan nasional dapat terwujud.

Penulis: Muhammad Hans Ziskind
Mahasiswa Manajemen Pemasyarakatan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses