Bahasa Daerah, Jadi Diri Bangsa yang Kian Hilang

Bahasa daerah kini tengah menghadapi sebuah tantangan, yakni tantangan agar tetap terjaga eksistensinya di tengah gempuran bahasa asing. Di era sekarang ini merupakan era dimana siapapun dapat mengakses informasi dengan seluas-luasnya, sebebas-bebasnya, sangat mudah, dan sangat cepat, tak heran jika efek mudahnya mendapatkan informasi ini mengakibatkan mudahnya budaya dari luar negeri untuk masuk ke dalam Indonesia, soal bahasa contohnya. Dengan populernya bahasa asing di era globalisasi ini, membuat masyarakat Indonesia tertarik untuk menggunakannya, dan mengakibatkan bahasa daerah mulai ditinggalkan karena terkesan kuno dan kampungan. 

Indonesia adalah negara memiliki ribuan bahasa daerah,  ini menjadi bukti bahwa Indonesia bukan saja kaya akan ragam budaya dan alamnya tetapi juga kaya akan bahasa daerahnya. Keadaan ini mulai berubah, saat ini bahasa daerah mulai kalah akan eksistensinya dengan bahasa asing, sehingga mulai ditinggalkan oleh penuturnya.

Menurut Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) setidaknya terdapat 11 bahasa daerah di Indonesia yang terkategorikan punah, angka itu menunjukan bahwa bahasa daerah mulai menurun eksistensinya.

Bacaan Lainnya

Faktor utama dimana bahasa daerah mulai kehilangan eksistensinya karena bahasa daerah tidak mempunyai penerus penuturnya. Generasi saat ini atau yang biasa disebut generasi Z dan generasi Alpha seharusnya menjadi penerus penutur bahasa daerah, tetapi hal ini berbanding terbalik dengan kenyataannya, walaupun tidak semua generasi Z dan Alpha yang meninggalkan bahasa daerah. Hal ini disebabkan karena mudahnya memperoleh informasi yang sedang populer seperti menggunakan bahasa asing dengan menggunakan gadget masing-masing, sehingga bahasa daerah itu sendiri dinilai kurang gaul atau istilahnya kampungan.

Faktor ini juga didukung oleh sekolah-sekolah yang mulai meninggalkan mata pelajaran bahasa daerah, karena dirasa kurang berguna untuk masa depan siswa. Kasus ini berkebalikan dengan pengadaanya mata pelajaran bahasa asing seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jerman dan masih banyak lagi di sekolah-sekolah  yang dinilai lebih berguna untuk siswa di masa depan. Hal yang seperti ini harus diperhatikan oleh sekolah-sekolah dikarenakan jika hal ini terus berlanjut maka bahasa daerah mulai berkurang jumlahnya dikit demi sedikit karena kehilangan penuturnya. Sekolah seharusnya menyajikan mata pelajaran bahasa daerah untuk dipelajari dan mengupayakan agar bahasa daerah tersebut lebih digandrungi dibandingkan bahasa asing, sehingga penutur bahasa daerah tersebut tidak berkurang jumlahnya justru semakin bertambah.

Peran orang tua dan perpindahan penduduk juga menjadi faktor menurunnya penutur bahasa daerah. Orang tua sebagai pengajar pertama bagi anak seharusnya mengajarkan bahasa daerah orang tuanya, justru sekarang orang tua lebih mementingkan bahasa asing untuk diajarkan kepada anaknya. Dikarenakan bahasa daerah dirasa kuno untuk diajarkan ke sang anak, sehingga bahasa tersebut akan tertanam ke dalam otak sang anak dan anak lebih tertarik menggunakan bahasa asing dibandingkan menggunakan bahasa daerah. Faktor ini menjadi permasalahan yang serius untuk terlestarikannya bahasa daerah.

 Orang tua mempunyai peran mewariskan budaya dan bahasa daerahnya, saat ini peran tersebut mulai pudar. Pengaruh dari era globalisasi ini membuat cara orang tua berpikir untuk mengasuh anaknya semakin modern dan meninggalkan kebudayaan dan bahasa daerah yang tidak sesuai dan sejalan dengan era modern ini.

Perpindahan penduduk mengakibatkan menurunya jumlah penutur bahasa daerah. Perpindahan penduduk ini diakibatkan lapangan pekerjaan yang semakin sedikit, sering terjadi bencana, dan keramaian penduduk menjadi sebuah pertimbangan kenapa penduduk mengharuskan untuk pindah dari daerah tempat tinggal ke tempat perantauan. Hal ini berefek ke keberadaan bahasa daerah itu sendiri, yang mengakibatkan luntur dan pudarnya bahasa daerah dari penduduk yang pindah tersebut.

Tindakan yang bisa menjadi solusi dari masalah ini adalah memasukan mata pelajaran bahasa daerah ke dalam kurikulum nasional bisa menjadi kunci agar bahasa daerah tetap ada. Mata pelajaran bahasa daerah tersebut disesuaikan dengan letak sekolahnya, contohnya jika sekolah tersebut di Bogor maka mata pelajaran bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Sunda. Dengan solusi ini diharapkan menjadi senjata yang ampuh untuk generasi masa yang akan datang mengetahui dan melestarikan bahasa tersebut. Sehingga bahasa daerah tetap ada.

Mempertahankan bahasa daerah bukanlah hal yang mudah, melawan lajunya zaman dan perubahan adalah tantangannya. Merubah pola pikir untuk tidak mudah terpengaruh oleh globalisasi adalah hal yang sulit. Masyarakat Indonesia harus merubah pola pikir menjadi lebih maju dan modern sejalan tanpa melupakan wariasan nenek moyang bahasa daerah, sehingga bahasa daerah tidak kalah akan hadirnya bahasa asing. Bahasa daerah adalah jati diri dari masyarakat atau budaya, oleh karena itu keberadaannya harus dijaga agar tidak hilang tergerus zaman dan tetap eksis ditengah gempuran bahasa asing. Jika bahasa daerah menghilang maka hilanglah juga jati diri dari masyarakat dan budaya tersebut. Kita harus membuat bahasa daerah mendapatkan eksistensinya kembali,  sehingga bukan bahasa asing saja yang menjajah Indonesia tetapi juga bisa sebaliknya. Bahasa daerah tentu juga bisa sampai ke luar negeri atau go international istilahnya untuk meyombongkan diri kepada dunia akan bukti adanya kekayaan ragam bahasa daerah di Indonesia yang terus terjaga akan eksistensinya bukan sebaliknya yang semakin turun jumlahnya.

Agung Ginanjar
Mahasiswa Sampoerna University

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI