Fenomena bullying dan ujaran kebencian semakin marak terjadi di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, baik di lingkungan sekolah, tempat kerja, maupun dunia maya. Perilaku ini tidak hanya merugikan korban secara psikologis dan sosial, tetapi juga menciptakan ketidakamanan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, segala bentuk kekerasan baik fisik, psikis, maupun verbal harus ditolak secara tegas demi menciptakan generasi yang sehat secara mental dan sosial.
Kekerasan hadir dalam berbagai bentuk yang sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Kekuatan fisik seperti memukul atau menendang merupakan bentuk yang paling mudah dikenal. Namun, kekerasan psikologis seperti keluhan dan mengungkapkan verbal juga memiliki dampak yang tidak kalah seriusnya terhadap korban.
Selain itu, kekerasan seksual dan penentaran dalam rumah tangga juga menjadi masalah yang sering kali tersembunyi di balik norma-norma sosial.
Dalam konteks bullying, perilaku ini dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti bullying verbal, cyberbullying, bullying fisik, hingga bullying relasional yang bertujuan mengisolasi korban dari lingkungannya.
Penting untuk membedakan antara ejekan (bercanda) dan ejekan atau intimidasi. Menggoda bersifat ringan dan tidak bermaksud menyakiti, serta biasanya dihentikan jika orang yang menjadi sasaran merasa tidak nyaman.
Sebaliknya, taunting atau bullying dilakukan dengan tujuan untuk menjamin martabat korban, bersifat berulang-ulang, dan bertujuan mengintimidasi. Pemahaman akan perbedaan ini penting agar perilaku yang merugikan dapat diketahui sejak dini.
Baik pelaku, korban, maupun bystander (saksi) memiliki peran penting dalam dinamika bullying. Pelaku sering kali memiliki latar belakang sebagai korban kekerasan sebelumnya atau mengalami tekanan emosional tertentu.
Di sisi lain, korban cenderung mengalami trauma mendalam yang berdampak pada kepercayaan diri dan hubungan sosial mereka.
Sementara itu, pengamat sering kali merasa takut untuk bertindak atau tidak tahu bagaimana cara membantu korban. Pihak ketiga ini menunjukkan kompleksitas masalah bullying yang membutuhkan pendekatan holistik untuk penyelesaiannya.
Strategi untuk mengatasi bullying dapat dimulai dari individu hingga komunitas. Bagi korban, penting untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan ketakutan kepada pelaku. Mengatur privasi di media sosial serta mencari dukungan dari teman, guru, atau orang tua adalah langkah awal yang dapat dilakukan.
Selain itu, korban disarankan untuk berlatih self-compassion dan mencari bantuan profesional jika diperlukan. Bagi pengamat, keberanian untuk melaporkan kejadian kepada pihak yang berwenang serta memberikan dukungan kepada korban setelah kejadian terjadi sangatlah penting dalam menghentikan siklus intimidasi.
Baca Juga:Â Dampak Hate Speech dan Bullying pada Anak Muda: Edukasi, Pencegahan, dan Solusi
Dampak bullying dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Pelaku sering kali mendapat stigma negatif yang mempengaruhi hubungan sosial dan karier mereka di masa depan. Korban mengalami trauma jangka panjang berupa rasa takut dan hilangnya kepercayaan diri.
Sementara itu, bystander dapat merasa bersalah karena tidak membantu atau bahkan stres untuk ikut terlibat dalam tindakan bullying tersebut.
Selain dampaknya secara psikologis dan sosial, bullying juga memiliki konsekuensi hukum di Indonesia. Tindakan seperti kekerasan fisik, pelanggaran berbasis ras atau gender, ancaman verbal atau tertulis, serta penyebaran foto atau video tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penegakan hukum ini menjadi salah satu langkah penting untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Bullying dan ujaran kebencian bukan sekadar masalah individu tetapi merupakan masalah sosial yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat serta membangun solidaritas dalam komunitas, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung semua orang.
Penolakan terhadap segala bentuk kekerasan harus menjadi komitmen bersama demi masa depan generasi yang lebih baik. Mari kita menjadi bagian dari perubahan positif dengan menolak kekerasan dalam bentuk apa pun dan menciptakan lingkungan yang inklusif serta penuh empati bagi semua orang.
Penulis: Kelompok Quipper 2
1. Fadan Ikram Azis – 2411037
2. Desniel Andio – 2431051
3. Ella Safitri – 2431153
4. Siska Evita Tarekar – 2431166
5. Royce Matalino – 2432052
6. Muhammad Syah Nabil Lubis – 2432054
7. Hasti Afrilla – 2441308
8. Christina – 2441315
9. Alicia – 2442063
10. Felicia Julyssa – 2442065
11. Rian Augusta – 2442146
12. Chelsya Angellica Harefa – 2442154
13. Fransiska Natalia – 2442155
Mahasiswa Universitas Internasional Batam
Editor: Ika Ayuni Lestari