Dewasa kini, semakin banyak ilmu-ilmu dasar yang sepi peminat. Karier yang ditawarkan oleh para pemilik lapangan kerja pun membutuhkan ilmu dan keahlian yang secara praktis menyelesaikan permasalahan manusia. Hubungan antara kebutuhan, efektivitas, finansial, kesempatan jenjang karier tentu menjadi pertimbangan generasi muda dalam memilih keahlian yang akan digeluti.
Biosistematika adalah cabang ilmu Biologi dan menjadi Mata Kuliah Inti Biologi Nasional di Perguruan Tinggi Indonesia. Namun, di tengah dorongan modernisasi, timbul pertanyaan: Apakah penelitian tentang biosistematika masih relevan di era high-technology ini?
Apa itu Biosistematika? Mengapa Penting?
Biosistematika merupakan salah satu cabang ilmu Biologi. Biosistematika berkaitan erat dengan Taksonomi. Jika taksonomi adalah studi tentang teori, nilai, dan konsep yang mendasari sistem klasifikasi-mengidentifikasi, menamai, dan mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan ciri-cirinya-maka biosistematika akan mempelajari lebih dalam dari itu.
Biosistematika adalah ilmu yang mempelajari variasi makhluk hidup dan hubungan antar sesama, baik hubungan yang bersifat kemiripan maupun kekerabatan. Biosistematika mempelajari diversifikasi kehidupan di bumi, pada masa lampau dan waktu sekarang, serta hubungan antara makhluk hidup sepanjang waktu.
Taksonomi menjadi dasar bagi biosistematika dalam memahami asal usul keanekaragaman hayati, evolusi spesies, dan cara spesies berhubungan satu sama lain.
Salah satu fakta unik tentang Indonesia adalah negara ini merupakan salah satu dari 17 negara megadiverse yang dianugerahi kekayaan alam melimpah. Indonesia menjadi rumah bagi 17% spesies dari keseluruhan makhluk hidup di planet ini.
Namun, dengan peningkatan pertumbuhan populasi manusia, kebutuhan akan sumber daya alam melonjak untuk kesejahteraan manusia.
Hal ini mengakibatkan berbagai masalah lingkungan muncul, seperti degradasi dan alih fungsi lahan, polusi, dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam. Aktivitas ini berkontribusi pada penurunan, bahkan hilangnya habitat bagi keberlangsungan banyak spesies.
Saat ini, peran taksonomi dan biosistematika menjadi lebih penting daripada sebelumnya, mengingat terdapat kesenjangan antara laju kepunahan spesies dan perkembangan penelitian biosistematika. Masih terdapat banyak keanekaragaman hayati Indonesia yang belum diketahui, dikaji, atau didokumentasikan oleh ilmu pengetahuan.
Tanpa dukungan kajian biosistematika yang intensif, sulit untuk mengidentifikasi spesies baru, memahami bagaimana mereka berperan dalam ekosistem, dan menentukan langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk melindungi keberlangsungan hidup mereka.
Baca Juga:Â Inovasi Lokal Siap Atasi Krisis Pangan Akibat Perubahan Iklim
Biosistematika dan Taksonomi: Outdated Science
Pada era kontemporer, banyak orang memilih untuk mempelajari biologi molekuler, genetika, atau bioinformatika. Biosistematika diposisikan sebagai ilmu kuno yang tidak menarik, kalah saing dengan keilmuan baru, dan bahkan tidak memainkan peran dalam kehidupan manusia.
Beberapa orang menilai bahwa peneliti dalam ilmu ini memiliki cara kerja yang individual, teknologinya tidak lebih maju dari mengumpulkan spesimen dan merawat koleksi museum, bahkan belum menggunakan AI atau bioteknologi.
Jadi, kekurangpahaman ini telah menyebabkan penelitian biosistematika menerima lebih sedikit anggaran, sehingga penelitian dalam bidang ini kerap kali tersisihkan dibanding dengan bidang lain yang lebih populer.
Para peneliti muda secara alami lebih tertarik pada bidang-bidang yang lebih banyak mendapatkan apresiasi baik dukungan maupun finansial. Situasi ini menyebabkan kesalahpahaman mengenai fungsi dan peran penting biosistematika dalam mengatasi krisis lingkungan.
Relevansi Biosistematika di Era Kontemporer
Dalam menjawab krisis keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh perubahan iklim, alih fungsi hutan, dan aktivitas manusia, peran biosistematika kini menjadi. Jika ahli biosistematika tidak mengkaji dan mendokumentasikan, spesies tertentu akan punah sebelum diketahui identitas, habitat dan perannya dalam ekologi.
Biosistematik menjadi dasar dari berbagai perkembangan ilmiah dan industri. Contohnya, ahli biosistematik mengidentifikasi tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang berpotensi menjadi sumber obat-obatan baru.
Selain itu, biosistematika dapat membantu dalam bidang pertanian dengan cara mengidentifikasi spesies tanaman liar dengan sifat-sifat tertentu, seperti ketahanan terhadap hama dan perubahan iklim.
Ahli biosistematik juga berperan penting dalam forensik perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi, antara lain mengidentifikasi barang bukti atau sitaan perdagangan liar dan menentukan apakah spesies itu termasuk dalam daftar lindung Peraturan Menteri LHK RI No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018.
Selanjutnya ahli biosistematik bersama dengan ahli ekologi, memperkirakan besarnya populasi dan luas distribusi suatu spesies di alam sebagai basis data menentukan jumlah individu yang layak dipanen, dampak jika populasi tersebut terlalu besar atau kecil bagi lingkungan, serta langkah strategi jika spesies tersebut harus dilindungi.
Kombinasi teknologi seperti DNA barcoding, sekuensing DNA, dan bioinformatika bukan menggantikan biosistematika, melainkan meningkatkan dan mempercepat perkembangan ilmu ini. Sistem klasifikasi konvensional tetap penting untuk mempelajari biodiversitas, tetapi teknologi memungkinkan para peneliti untuk menjadi lebih efektif, efisien, dan akurat.
Salah satu contohnya adalah DNA barcoding, yang mampu mengidentifikasi spesies meskipun sampel sangat kecil, sampel yang telah diawetkan, bahkan sisa tubuh yang telah menyatu dengan lingkungan. Data genetik dalam penelitian filogenetik (hubungan kekerabatan) menawarkan interpretasi yang lebih dalam mengenai hubungan evolusi dibandingkan dengan morfologi yang hanya mengandalkan bentuk luar makhluk hidup.
Penelitian amfibi di Indonesia merupakan salah satu contoh penggunaan teknologi modern. Di mana studi morfologi diperkuat dengan data genetik untuk mengklasifikasikan spesies yang secara fisik tampak serupa.
Paduan teknik tradisional dan modern ini membantu proses penemuan serta dokumentasi berbagai organisme menjadi semakin cepat.
Digitalisasi basis data taksonomi (koleksi museum dan hasil penelitian dari berbagai belahan dunia) mengakomodasi para peneliti biosistematika untuk mempercepat perkembangan ilmu biosistematika.
Baca Juga:Â Inovasi Bioteknologi dalam Pengembangan Obat Baru
Peran Biosistematika: Studi Kasus Konflik Agraria
Konflik agraria adalah perselisihan atas akses, kepemilikan, penggunaan tanah dan sumber daya lain antara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda, seperti petani, masyarakat adat, perusahaan, dan negara.
Contoh konflik yang terjadi beberapa waktu lalu adalah konflik antara suku Awyu dengan PT Indo Asia Lestari, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Suku Awyu memanfaatkan hutan adat untuk kegiatan sehari-sehari seperti sumber pangan, mata pencaharian, obat-obatan, serta budaya dan spiritual. Konflik ini bermula dari ekspansi perkebunan sawit milik PT Indo Asia Lestari di atas tanah adat Suku Awyu.
Awal mula proses alih fungsi lahan tersebut dilakukan tanpa kejelasan persetujuan dari masyarakat adat. Suku Awyu menuntut kembalinya tanah adat mereka dan penghentian aktivitas perusahaan tersebut kepada pihak PT Indo Asia Lestari yang mengklaim telah memiliki izin resmi dari pemerintah.
Kegiatan perusahaan ini mengakibatkan kerusakan pada ekosistem, tidak hanya bagi kehidupan suku Awyu, melainkan pada setiap spesies yang ada di dalamnya. Penelitian biosistematika dapat mengungkap spesies apa saja yang hidup di wilayah tersebut dan memiliki peran penting dalam ekosistem.
Penelitian biosistematika dapat memberikan basis ilmiah untuk pelestarian ekosistem dan memperkuat posisi masyarakat adat untuk mempertahankan tanah leluhurnya.
Biosistematika juga berperan dalam penanggulangan kerusakan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Dengan memahami interaksi antar spesies dan perannya dalam ekosistem, ilmu ini dapat membantu dalam merancang strategi rehabilitasi ekosistem hutan.
Studi biosistematik ini dapat membuktikan bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam, harus sebijak mungkin tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat adat dan keberlangsungan makhluk hidup lain.
Harapan dan Proyeksi ke Depan Biosistematika
Peran pemerintah Indonesia sangat penting untuk mendukung kemajuan penelitian biosistematika. Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi di bawah BRIN menghadirkan sebuah harapan bagi para ahli biosistematik karena pemerintah dinilai tetap memerhatikan bidang ini.
Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan formasi jabatan di sektor publik untuk peneliti muda yang tertarik di bidang biosistematik melalui  Jabatan Fungsional Kurator Koleksi Hayati (Peraturan Menteri PAN RB Nomor 80 Tahun 2020).
Meskipun ada kebijakan seperti undang-undang mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, kehadiran biosistematika  dalam usaha konservasi sering kali dimarginalkan.
Dalam hal ini pemerintah perlu memaksimalkan investasi dalam pendidikan, pelatihan serta penelitian biosistematika karena bidang penelitian ini sering dianggap kurang menarik sehingga kurang diminati.
Selain itu, sedikitnya dukungan finansial yang diberikan untuk penelitian lapangan, laboratorium dan bank data genetik menjadi salah satu penghambat untuk melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.
Selanjutnya, kebijakan juga perlu mendorong kerja sama antara ahli biosistematik, konservasionis, dan pembuatan kebijakan, sehingga memastikan integrasi dalam perencanaan konservasi dapat berjalan secara efektif.
Penulis:Â Vestidhia Yunisya Atmaja
Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi (S3), Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News