Calistung: Baca, Tulis, Berhitung Merupakan Upaya untuk Mencerdaskan Anak atau Sebaliknya?

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pengajaran yang diberikan kepada anak usia prasekolah.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Adalah Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut.

Mengenai Kebijakan Calistung yang telah dihapuskan, adalah suatu keputusan yang tepat. Dilansir dari KrJogja.com sesuai dengan program wajib belajar 9 tahun, Calistung sebagai syarat dihapuskan bahkan dilarang. Terlebih lagi saat Calistung menjadi kewajiban kriteria syarat utama masuk SD/MI, ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kebijakan Pemerintah (Kemendikbud). Apalagi dalam PAUD penekanan pada bermain dan belajar bergembira sebagai pembelajaran yang benar. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa Calistung itu tidak harus diterapkan pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini karena ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan demi kebaikan si anak.

Bacaan Lainnya

Sebenarnya ada beberapa alasan yang sangat kuat untuk tetap mempertahankan hak anak sebagaimana mestinya. Pertama, Sudah banyak riset dan penelitian yang membuktikan bahwa Calistung akan membuat anak stres dan merasa terbebani. Karena pada dasarnya anak usia dini ( <7 tahun) itu masih ingin bermain dan belum saatnya untuk berpikir keras,  oleh karena itu apabila dipaksakan, maka akan membuat mereka stress dan tidak maksima dalam belajar. Ibarat seseorang yang masih amatir memasak, tapi sudah harus membuat pizza.

Kita sebagai orang tua tidak perlu tergesa-gesa dalam mengajarkan Calistung, karena segalanya butuh proses. Ada pepatah mengatakan “alon-alon asal kelakon”, jadi tidak perlu khawatir menganai hal tersebut. Pun yang dibutuhkan anak untuk menjadi orang hebat tidak hanya membaca, menulis, dan berhitung. Melainkan hal yang paling utama adalah karakter dan kreatifitas. Jadi akan lebih baik apabila kita menanamkan karakter dibandingkan dengan megajarkan Calistung terhadap anak usia dini.

Kemudian mengenai kreatifitas, dengan dimiliknya kreatifitas maka Si Anak akan terbiasa menemukan solusi. Kreatifitas pada anak bisa diterapkan dengan mudah, seperti yang sudah saya singgung di atas bahwa anak usia dini itu masih ingin banyak bermain. Mungkin dengan adanya permainan-permainan yang dapat mengasah otak anak itu akan baik misalnya: teka-teki, sehingga si anak akan terbiasa untuk memecahkan masalah.    

Kedua, Calistung merugikan psikologi anak. Jika pada masa prasekolah yang seharusnya diajarkan adalah pembinaan yang mampu mengembangkan pertumbuhan jasmani dan rohani namun pada prakteknya anak dituntut untuk bisa membaca menulis dan berhitung. Ini akan berakibat pada psikologi anak karena mereka mempelajari sesuatu di bawah tekanan.

Dilansir dari news.detik.com, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti, saat berbincang di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan memaksa anak untuk membaca pada usia tertentu, seperti di usia TK dan PAUD, bisa menimbulkan ketidaksukaan anak untuk membaca di masa depan. Kemudian Retno menambahkan pemaksaan belajar membaca dapat menghambat pertumbuhan otak kanan pada anak. Penulis setuju dengan pendapat Retno Jika ini terjadi pada masa mendatang maka akan menyebabkan ketidaksuburan tingkat membaca pula di Indonesia.

Ketiga, jika ditinjau dari segi peraturan pemerintahan, Calistung juga bertolak belakang karena pada Peraturan Pemerintahan Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan terdapat pada pasal 69 ayat 5 yang berbunyi “Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.”

Seharusnya lembaga pendidikan harus melihat peraturan tersebut bahwasanya Calistung juga tidak berpengaruh pada penerimaan peserta didik saat memasuki Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyyah, maka sudah sangat jelas kemampuan Calistung pada PAUD tidak harus diterapkan.

 Ilham Ramadhan
Mahasiswa Jurusan Kurikulum danTeknologi Pendidikan
Universitas Negeri Semarang

Baca juga:
Kampanye Sepatu Baru, Anak Wae Rebo: Terima Kasih Para Donatur
Sekolah Alternatif, Sekolah Yang Ramah Bagi Anak
Ikami Sulsel Cabang Konawe Laksanakan Muscab Ke-2

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.